Senin, 29 Maret 2010

PEMUKULAN DALAM PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN
Sesuai dengan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjelaskan , bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dalam Al Qur ‘an surat At Tahrim ayat 6 Allah berfirman :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada para orang tua supaya menjaga dan mendidik anak – anaknya, agar terhindar dari segala hal yang merusak diri nya, yang menyebabkan lemah fisik maupun mentalnya bahkan yang paling berat menjadi beban masyarakat. Ini artinya Islam sangat menekankan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Saat ini memang telah banyak penyelenggaraan pendidikan dimana – mana serta merata kesemua wilayah mulai dari perkotaan sampai ke pedesaan. Tetapi tidak dapat di pungkiri, didalam dunia pendidikan terjadi kekerasan yang kekerasan tersebut merupakan bagian dari model atau metode pengajaran seperti memukul pakai rotan dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya tentang boleh tidak nya model atau metode pengajaran dengan kekerasan, sedikit akan diuraikan dalam makalah ini.




PEMBAHASAN
Pemukulan dalam Pembelajaran Perspektif Islam
Sebagai agama yang ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, Islam telah mengatur pula masalah pendidikan. Ini tercermin dalam firman Allah SWT surat At Tahrim ayat 6 dan As Syu ’ara ayat 214

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (At Tahrim : 6)
Artinya : Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (As Syu ’ara :214)
Ayat – ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada para orang tua supaya menjaga dan mendidik anak – anaknya, agar terhindar dari segala hal yang merusak diri nya, yang menyebabkan lemah fisik maupun mentalnya bahkan yang paling berat menjadi beban masyarakat. Ini artinya Islam sangat menekankan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi teladan, apa dan bagaimana memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak. Karenanya, adalah sebuah kemestian, seseorang yang menghendaki pendidikan anaknya membuahkan hasil terbaik untuk meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا .
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Bagi seorang muslim wajib hukumnya meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, termasuk dalam masalah pendidikan. Islam tidak akan menolerir model-model pendidikan yang meracuni anak didik dengan nilai-nilai kesyirikan, kekufuran, kerusakan akhlak seta kekerasan dalam mendidik.
Bagaimana model pendidikan yang diterapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Yang utama sekali ditanamkan adalah menyangkut masalah tauhid, mengenyahkan kesyirikan. Tauhid menjadi awal dan dasar bagi pendidikan. Diungkapkan Ibnul Qayyim rahimahullahu, anak-anak yang telah mencapai kemampuan berbicara, ajarilah mereka (dengan menalqinkan) kalimat La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah. Jadikanlah apa yang diperdengarkan kepada mereka adalah tentang pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala (ma’rifatullah) dan mentauhidkan-Nya. Didik juga anak-anak bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa bersama mereka, di mana saja mereka berada. (Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud, hal. 389).
Segaris dengan hal di atas, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu pun menekankan pula, bahkan mewajibkan, untuk setiap muslim membekali diri dengan ilmu yang terkait dengan pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan oleh Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah, pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala meliputi perkara keberadaan-Nya, rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma wa shifat-Nya. (Ithaful ‘Uqul bi Syarhi Ats-Tsalatsatil Ushul, hal. 8)
Kenalkanlah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada anak-anak semenjak dini. Kenalkan melalui metode yang bersifat praktis dan mudah dipahami anak-anak. Satu di antara metode itu adalah dengan tanya jawab bukan dengan cara kekerasan.
Pendidikan anak lainnya yang ditekankan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membaguskan semangat anak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Anak dihasung untuk senantiasa melatih diri beribadah. Hingga pada masanya, anak tumbuh dewasa, dirinya telah memiliki kesadaran tinggi dalam menunaikan kewajiban ibadah. Di antara perintah yang mengharuskan anak dididik untuk menunaikan yang wajib, seperti hadits dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anak kalian menunaikan shalat kala mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) kala usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Sunan Abi Dawud no. 495. Asy-Syaikh Al-Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits ini hasan shahih).
Yang dimaksud menyuruh anak-anak, meliputi anak laki-laki dan perempuan. Mereka hendaknya dididik bisa menegakkan shalat dengan memahami syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Jika hingga usia sepuluh tahun tak juga mau menegakkan shalat, maka pukullah dengan pukulan yang tidak keras dan tidak meninggalkan bekas, serta tidak diperkenankan memukul wajah. (Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, 2/114).
Dan dari hadits tersebut terlihat jelas bagaiman tahapan dan cara seorang orang tua dalam memberikan pukulan dalam hal pembelajaran sholat. Orang tua tidak serta merta langsung memukul anak melainkan menyuruh dulu pada usia 7 tahun, dan baru memukul bila usia sudah sepuluh tahun itu pun ada cara dan bagian tertentu yang di pukul tidak sewenang – wenang. Karena islam sangat menganjurkan untuk menyayangi dan mendidik anak.
Untuk mengarahkan anak tekun dalam beribadah memerlukan pola yang mendukung ke arah hal tersebut. Seperti, diperlukan keteladanan dari orangtua dan orang-orang di sekitar anak. Perilaku orangtua yang ‘berbicara’ itu lebih ampuh dari lisan yang berbicara. Anak akan melakukan proses imitasi (meniru) dari apa yang diperbuat orangtuanya.
Pendukung lainnya yang diperlukan agar anak tekun beribadah adalah mengondisikan lingkungan atau suasana ke arah hal itu. Manakala tiba waktu shalat, maka seluruh anggota keluarga menyiapkan diri untuk shalat. Tak ada satu orang pun yang masih santai dan tidak menghiraukan seruan untuk shalat. Kalau ada anggota keluarga yang tidak bisa memenuhi segera seruan tersebut atau berhalangan, maka hal itu harus dijelaskan kepada anak. Sehingga anak memahami sebagai hal yang dimaklumi secara syar’i. Pendukung lainnya, seperti pemberian hadiah manakala mau beribadah secara tekun, memberikan sanksi atau hukuman yang mendidik dan menimbulkan efek jera bagi anak yang malas beribadah, menghilangkan hal-hal yang jadi penyebab anak malas ibadah, dan lain-lain.
Orangtua atau pendidik yang baik, akan senantiasa memerhatikan masalah interaksi dan komunikasi antara orangtua dan anaknya. Mendidik bukan semata mentransfer ilmu kepada anak. Lebih dari itu, bagaimana anak tersebut mengamalkan ilmunya secara benar dan berkesinambungan. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara orangtua, anak, dan pendidik, di suatu lembaga pendidikan mutlak diperlukan. Karena anaknya sudah di pesantren, lantas orangtua tidak mau peduli kepada anaknya. Tak pernah berkomunikasi dan berinteraksi dengan sang anak. Ini adalah sikap tidak tepat. Begitu pula lembaga pendidikan di mana sang anak menimba ilmu, bisa menjadi jembatan komunikasi antara orangtua dan anak. Ini semua sebagai upaya menyongsong pendidikan anak yang lebih baik.
Hikmah yang bisa dipetik dari perintah mendidik anak untuk shalat sejak usia tujuh tahun dan apabila sudah usia sepuluh tahun di pukul apabila meninggalkan sholat yaitu adanya penanaman ilmu tentang shalat itu sendiri, adanya proses pelatihan dan pengondisian yang terus-menerus sehingga ritual shalat menjadi proses ibadah yang melekat kokoh pada anak. Begitu pula aspek pengamalan dalam masalah birrul walidain, selain penanaman ilmu, perlu proses melatih, mengondisikan, mendekatkan, dan mengikatkan suasana emosional anak dengan orangtuanya. Kepedulian, perhatian dan kasih sayang orangtua kepada anak merupakan nutrisi bagi ‘kesehatan’ jiwa anak. Sehingga diharapkan anak mengalami tumbuh kembang jiwa ke arah yang lebih baik. Lebih stabil secara emosional. Matang dalam bersikap dan dewasa dalam menghadapi masalah. Tidak reaksioner, meletup-letup dan kekanak-kanakan sehingga memperkeruh masalah yang ada.

Pemukulan dalam Pembelajaran Perspektif HAM
Untuk mewujudkan dan memajukan kehidupan suatu bangsa dan negara maka harus di adakan suatu proses pendidikan atau proses belajar. Tapi ironisnya kita di suguhi sebuah kondisi yang menunjukan lemahnya dunia pandidikan itu sendiri. Tidak sederhana memang untuk mewujudkan pendidikan yang ideal atau lebih maju dari sekarang. Dan itu menjadi tanggung jawab semua pihak tidak terkecuali pemerintah
UUD 45 mengamanatkan kepada negara untuk menjamin pendidikan warganya bahkan secara spesifik pasal 31 ayat 1 dan 2 menyebutkan hak warga negara memperoleh pandidikan dan pembiayaan pendidikan. Di samping itu, bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan bermutu, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan bermutu untuk semua.
Dan juga sesuai dengan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjelaskan , bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu untuk semua, tidak lah mudah dan itu menjadi tanggung jawab semua pihak khususnya dunia pendidikan itu sendiri.
Tetapi dalam dunia pendidikan sedikit tercoreng oleh seseorang guru atau oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab yang melakukan kekerasan berupa pemukulan dalam kegiatan belajar mengajar khususnya dilingkungan sekolah. Kekerasan disini yang di maksud, kekerasan yang sudah kelewat batas dan menjurus ketindakan kriminal. Tindakan tersebut tidak mencerminkan sikap kearifan seorang guru dalam memberikan sifat teladan bagi siswa dan bertentangan dengan amanat undang – undang nomor 23 tahun 2002. Memang guru juga manusia yang punya akal dan pikiran untuk berpikir serta mempunyai kesabaran dalam menghadapi suatu masalah. Dan tidak menutup pula bahwa pemukulan yang di lakukan oleh seorang guru di akibatkan oleh ulah siswa itu sendiri.
Kalau melihat fenomena model pembelajaran dengan cara pemukulan yang terjadi di lingkungan pendidikan baik formal maupun non formal ( pesantren dan sebagainya ) maka kita harus melihat dulu kebelakang tentang model dan sistem pembelajaran yang di lakukan oleh lembaga pendidikan tersebut. Memang ada suatu lembaga tertentu yang model pembelajaranya dengan pemukulan. Tetapi pemukulan disini sekedarnya saja yang bertujuan meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan menghilangkan sifat kemalasan bagi siswa itu sendiri.
Misal, dalam dunia pendidikan pesantren apabila seorang santri tidak mengerjakan suatu tugas dari ustadnya maka ia di pukul pakai rotan. Pemukulanya pun sekedarnya saja dan biasanya hanya bagian tangan atau kaki yang di pukul bukan bagian wajah. Karena Islam sangat melarang memukul bagian wajah. Pemukulan pada kaki atau tangan ini boleh – boleh saja selagi tidak berakibat fatal pada fisik atau keterlaluan yang bisa menjurus ketindakan kriminal. Apabila sudah ketindakan kriminal maka tidak boleh dan harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Karena negara melindungi akan hak asasi manusia sepenuhnya dan kita berada di negara hukum.
Tapi sebaliknya kalau melihat bentuk pemukulan dalam pembelajaran yang marak terjadi di lembaga pendidikan yang mana bentuk pemukulanya ke wajah atau bagian yang fital seperti perut yang berupa hantaman sudah bisa di kategorikan tindakan kriminal dan melanggar akan hak asasi manusia terutama anak didik untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Maka pelakunya harus diproses secara hukum. Disamping itu pemukulan semacam itu ( pemukulan di wajah dan perut ) bertentangan dengan amanat undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang penjaminan mutu pendidikan dan perlindungan anak. Untuk menanggulangi perbuatan tersebut supaya tidak lebih keterlaluan dan meluas maka pemerintah dan DepDik Nas harus bertindak tegas pada oknum yang melakukannya.

PENUTUP
Sebagai agama yang ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, Islam telah mengatur pula masalah pendidikan. Allah menyerukan kepada para orang tua supaya menjaga dan mendidik anak – anaknya, agar terhindar dari segala hal yang merusak diri nya. Islam sangat menekankan pendidikan.
Anak hendaknya dididik agar bisa menegakkan shalat dengan memahami syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Jika hingga usia sepuluh tahun tak juga mau menegakkan shalat, maka pukullah dengan pukulan yang tidak keras dan tidak meninggalkan bekas, serta tidak diperkenankan memukul wajah. Orang tua tidak serta merta langsung memukul anak sewenang – wenangnya.
Hikmah yang bisa dipetik dari perintah mendidik anak untuk shalat yaitu adanya penanaman ilmu tentang shalat itu sendiri, adanya proses pelatihan dan pengondisian yang terus-menerus sehingga ritual shalat menjadi proses ibadah yang melekat kokoh pada anak.
UUD 45 mengamanatkan kepada negara untuk menjamin pendidikan warganya. Sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan bermutu untuk semua dan juga sesuai dengan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak .
Model pembelajaran dengan cara pemukulan yang terjadi di lingkungan pendidikan harus dilihat dulu kebelakang tentang model dan sistem pembelajaran lembaga pendidikan tersebut. Memang ada suatu lembaga tertentu yang model pembelajaranya dengan pemukulan tetapi pemukulan disini sekedarnya.
Pemukulan dalam pembelajaran yang mengenai ke wajah atau bagian yang fital seperti perut yang berupa hantaman sudah bisa di kategorikan tindakan kriminal dan melanggar akan hak asasi manusia serta bertentangan dengan amanat undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang penjaminan mutu pendidikan dan perlindungan anak.

REFRENSI
Edukasi, Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan : Volume 5, Nomor 1, Januari-Maret 2007, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007
Edukasi, Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan : Volume 5, Nomor 2, April-Juni 2007, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007
Edukasi, Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan : Volume 5, Nomor 3, Juli-September 2007, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia, 1997

Senin, 15 Maret 2010

METODE PENELITIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Selain mempunyai objek tersendiri, psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri, juga mempunyai metode untuk mendafatkan fakta, kesimpulan, dugaan, hipotesis, teori dan dalil-dalil baru untuk memajukan, mengembangkan atau mengadakan pengujian dan pembuktian. Pekerjaan ilmiah dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kesangsian, memperoleh kebenaran dan ketetapan dalam memahami dan meramalkan tingkah laku individu khususnya dalam dunia kependidikan.
Dengan metode-metode ilmiah, kita berusaha menetapkan validasi atau derajat ketepatan peryataan, hipotesis, teori ataupun dali-dalil mengenai tingkah laku manusia melalui penilaian bukti-bukti yang objektif.

PEMBAHASAN

Di dalam kepustakaan, istilah metode mempunyai pengertian yang sama dengan prosedur, tata cara, alat, dan teknik. Pada makalah ini, pengertian metode atau prosedur lebih menekankan pada usaha untuk mendapatkan, mengembangkan, atau menguji pembuktian atau teori, hipotesis atau dugaan. Sedangkan tata cara, alat atau teknik lebih menekankan pada usaha untuk mendapatkan, atau membuktikan fakta atau data. Teknik lebih operasioanal, sedangkan metode lebih bersifat teoritis. Dengan demikian, teknik atau tata cara merupakan bagian dari metode.
Metode, seperti yang penyusun uraikan pada bagian makalah ini, dapat dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan. Dalam psikologi pendidikan metode-metode tertentu dipakai untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Metodelogi penelitian yang sesuai perspektif Islam, ilmu pengetahuan dapat dipandang sebagai gabungan antara pembacaan dari ayat qauliyah (berasal dari Al-Quran dan Hadist) dan ayat Kauniyah (berasal dari pembacaan alam semesta). Dengan demikian, pendekatan metodologis tafsir Al-Quran dan Hadist serta ilmu pengetahuan moderen pada umumnya. Metode tafsir merupakan upaya untuk membaca ayat qauliyah (landasan berfikir yang dipergunakan adalah Al-Quran dan Hadist), sementara metodelogi ilmu pengetahuan moderen merupakan upaya untuk membaca ayat kauniyah (membaca alam semesta untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih dalam).
Perlu dijelaskan disini bahwa setiap situasi dalam psikologi pendidikan membutuhkan pendekatan dengan cara tertentu sesuai dengan sifat dan hakikat dari pada situasi itu. Situasi yang berbeda membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Maka dari itu para ahli psikologi pendidikan dalam menjalankan tugasnya tidak selalu mempergunakan satu macam metode, tetapi mempergunakan dua macam metode atau lebih.
A.Macam-Macam Metode Penelitian Dalam Pendidikan
Pada umumnya para ahli psikologis pendidikan melakukan riset psikologis dibidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti :
1. Eksperimen
2. Kuesioner
3. Studi kasus
4. Penyelidikan Klinis
5. Observasi Naturalistik

1. Metode Eksperimen
Metode ini dapat dilaksanakan dilaboratorium atau lapangan. Dalam mempelajari suatu aktifitas atau proses tingkah laku, ekspeerimen merupakan suatu metode yang ideal untuk mendapatkan hubungan antar fakta. Bila kita membawa suatu masalah (problem) untuk mencari jawabannya, melalui kondisi tertentuyang diciptakan, berarti kita mengadakan eksperimen.
Pada dasarnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan eksperimenter (penelitian yang bereksperimen) didalam sebuah raboratorium atau ruangan tertentu lainnya. Teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan data yang akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata siswa ketika sedang membaca. Selain itu eksperimen dapat pula untuk mengukur kecepatan bereaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu. Alat utama yang paling sering dipakai dalam eksperimen pada jurusan psikologi pendidikan atau fakultas psikologi di universitas-universitas terkemuka adalah computer dengan pelbagai programnya seperti program cognitive psychology test.
Metode eksperimen sering digunakan dalam penelitian psikologi pendidikan dengan tujuan untuk menguji keabsahan dan kecermatan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari hasil temuan penelitian dengan metode lain. Contoh : apabila kesimpulan yang ditarik dari sebuah penelitian dengan metode observasi misalnya, menimbulkan keraguan atau masalah baru, maka dilakukan percobaan atau eksperimen.
Dalam penelitin eksperimental objek yang akan diteliti dibagi kedalam dua kelompok, yakni : kelompok percobaan (Eksperimental group), kelompok pembanding (control group). Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang yang tingkah lakunya diteliti dengan perlakuan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan dihimpun. Kelompok pembanding juga terdiri atas objek yang jumlah dan karakteristiknya sama dengan kelompok percobaan, tetapi tingkah lakunya tidak diteliti dalam arti tidak diberi perlakuan (treatment) seperti yang diberi kelompok percobaan. Setelah eksperimen usai, data dari kelompok pembanding, lalu dianalisis, ditafsirkan, dan disimpulakan dengan teknik statistik tertentu.

2. Metode Kuesioner
Metode kuesioner (questionnaire) lazim disebut sebagai surat menyurat (mail survey). Kuesioner disebut “mail survey” karena pelaksanaan penyebaran dan pengembaliannya sering dikirim ke dan dari responden melalui jasa pos.
Seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba (Try Out), caranya sejumlah kuesioner dibagi-bagikan kepada sejumlah orang tertentu yang memiliki karakteristik sama dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya, untuk memastikan apakah pertayaan-pertayaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan untuk dijawab, dan untuk memperoleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi penyempurnaan kuesioner tersebut. Contoh data yang dapat dihimpun dengan cara penyebaran adalah sebagai berikut :
a.Karakteristik pribadi siswa sepertu jenis kelamin, usia dan seterusnya tapi tidak termasuk nama.
b.Latar belakang siswa, seperti latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, Dsb.
c.Perhatkan siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
d.Faktor-faktor pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu.
e.Aplikasi (penerapan) mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari-hari siswa (seperti shalat dalam pelajaran Agama).
f.Pengaruh aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perikehidupan siswa.
3. Metode Studi Kasus
Study kasus (case study) ialah sebuah metode penelitian yang digunkan untuk memperoleh gambaran yang rinci mengenai aspek-aspek psikologi seorang siswa atau sekelompok siswa tertentu. Intrumen atau alat pengumpulan data (APD) yang digunakan dalam study kasus bias bermacam-macam terutama yang dapat mengungkapkan variabel yang sukar ditentukan dalam satuan jumlah tertentu (Tardif 1977)
Karena kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari hasil study kasus biasanya sulit dijadikan tolak ukur yang berlaku umum (digeneralisaikan), study terebut sering diikuti dengan investigasi dan survey lain yang berskala lebih besar. Tetapi, dalam hal subyek yang diteliti, study kasus relative sama dengan metode penyelidikan klinis yakni hanya terdiri atas seorang individu atau kelompok kecil individu.
4. Metode Penyelidikan Klinis
Pada mulanya, metode penyelidikan klinis atau sebut saja metode klinis (clinical method) hanya digunakan oleh para ahli psikologi klinis atau psikiater. Dalam metode ini terdapat prosedur diagnosis dan penggolongan penyakit klainan jiwa serta cara-cara memberi perlakuan pemulihan (psicological treatment) terhadap klainan jiwa tersebut.
Jean Pieget adalah yang mula-mula memanfaatkan metode penyelidikan klinis tersebut untuk kepentingan pendidikan. Pieget telah sering menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan cara yang unik yakni interaksi semu alamiah, (quasi-natural) antara peneliti dengan anak yang diteliti (Reber,1988).
Dalam hal pelaksanaan penggunaannya, peneliti menyediakan benda-benda dalam memberi tugas-tugas serta pertayaan tertentu yang boleh diselesaikan oleh anak secara bebas menurut persepsi dan kehendaknya.
Metode penyelidikdan klinis pada umumnya hanya diberlakukan untuk menyelidiki anak atau siswa yang mengalami penyimpangan psikologis tak terkecuali penyimpangan perilaku (maladaptive behavior / misbehavior ). Oleh karenanya, penggunaan sarana dan cara yang dikaitkan dengan metode tersebut selalu memperhatikan batas-batas kesanggupan siswa.
Sasaran yang akan dicapai oleh penelitian dengan penggunaan dengan metode klinis terutama untuk memastikan sebab-sebab timbulnya ketidak normalan perilaku seorang siswa atau sekelompok kecil siswa..
5. Metode Observasi Naturalistik
Metode observasi naturalistik (naturalistic observation) adalah sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada diluar objek yang diteliti atau ia tidak menempatkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masalah sikologis yang tidak dapat dieksperimenkan, terutama karena alasan etika, norma sosial, agama dan prikemanusiaan. Pada permasalahan demikian, para ahli hanya mampu mengadakan pengamatan (observasi) serta mencatat kejadian-kejadian untuk dianalisis, diteliti dan dicari kesimpulannya.
Dalam metode observasi tidak hanya berarti melihat dan memandang saja, tetapi mengamati secara teliti, slektif dan sistematis, sehingga semua aspek yang berperan dalam situasi tingkah laku dapat dicatat, dianalisis dan dihubungkan secara tepat untuk dijadikan suatu persyaratan, penilaian, kesimpulan, dugaan atau hipotesis.
Metode observasi naturalistik digunakan oleh psikolg sosial untuk meneliti peranan kepemimpinan dalam dalam sebuah masyarakat atau untuk meneliti sekelompok orang yang memerlukan terapi (perawatan dan pemulihan) yang bersifat kemasyarakatan. Selanjutnya metode ini juga digunakan oleh para psikolog perkembangan, para psikolog kognitif, dan para psikolog pendidikan.
Dalam hal penggunaannya bagi kepentingan penelitian psikologi pendidikan, seorang peneliti atau guru yang menjadi asistennya dapart mengaplikasikan metode observasi ilmiah itu lewat kegiatan pengajaran atau belajar-mengajar dalam kelas–kelas regurer, yakni kelas tetap dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara khusus. Selama proses belajar-mengajar berlangsung, jenis perilaku siswa yang diteliti (misalnya kecepatan membaca) dicatat dalam lembar format observasi yang khusus dirancang sesuai dengan data dan informasi yang akan dihimpun.

B.Manfaat Metode Penelitian Dalam Psikologi Pendidikan
Dalam dunia pendidikan pendidik dan peserta didik, mempunyai peran penting dalam upaya keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Begitu pula metode penelitian dalam psikologi pendidikan mempunyai pengaruh terhadap proses pembelajaran, khususnya interaksi antara guru dan murid yang baik, akan tercipta suasana belajar mengajar yang tentram dan nyaman.
Ada beberapa manfaat dari metode penelitian dalam dunia pendidikan yang dapat diambil dari keterangan diatas, yakni dengan adanya metode penelitian terhadap peserta didik (siswa- siswi), peserta didik (Guru) dapat mengetahui berbagai karekter sifat dan watak kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik, dengan mengetahui berbagai macam karakter yang dimiliki pesrta didik, Guru dapat memahami potensi dan gejala-gejala yang tengah dihadapi oleh peserta didik pada saat proses pembelajaran sekaligus dapat mengarahkannya ke hal-hal yang dapat membawa siswa kearah pembelajaran yang menyenangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

KESIMPULAN
Metode mempunyai pengertian yang sama dengan prosedur, tata cara, alat, dan teknik. Metode lebih menekankanp ada usaha untuk mendapatkan, mengembangkan, atau menguji pembuktian atau teori, hipotesis atau dugaan. Sedangkan tata cara, alat atau teknik lebih menekankan pada usaha untuk mendapatkan, atau membuktikan fakta atau data.
Pekerjaan ilmiah dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kesangsian, memperoleh kesangsian, memperoleh kebenaran dan ketetapan dalam memahami dan meramalkan tingkah laku individu. Dengan metode ilmiah, kita berusaha menetapkan validasi atau derajat ketepatan peryataan, hipotesis, teori ataupun dalil mengenai tingkah laku manusia melalui penilaian bukti-bukti objektif.
Pada umumnya para ahli psikologis pendidikan melakukan riset psikologis dibidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapametode penelitian tertentu seperti :
1. Eksperimen
2. Kuesioner
3. Studi kasus
4. Penyelidikan Klinis
5. Observasi Naturalistik
Beberapa manfaat dari metode penelitian dalam dunia pendidikan yang dapat diambil dari keterangan diatas, yakni dengan adanya metode penelitian terhadap peserta didik (siswa- siswi), peserta didik (Guru) dapat mengetahui berbagai karekter sifat dan watak kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik. Guru dapat mengetahui sekaligus mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik.