Kamis, 16 Juni 2011

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

BAB II
PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Arti Filsafat
Pengertian Filsafat : (1) berpikir bebas, (2) radikal, (3) sistimatis dan (4) menyeluruh tentang sesuatu termasuk pendidikan Islam.
B. Pengertian Pendidikan Islam
Kata tarbiyah berasal dari tiga kata yaitu: (1) raba; (2) rabiya; dan (3) rabba. Kata raba - yarbu, dengan arti nama- yanmu, yang berarti bertambah; tumbuh menjadi besar. Kata rabiya – yarba, dengan wazan khafia-yakhfa, artinya naik, menjadi besar/dewasa, tumbuh, berkembang. Kata rabba- yarubbu, dengan arti: aslahahu (memperbaikinya), tawalla amrahu (mengurusi perkaranya, bertanggung jawab atasnya), sasahu (melatih; mengatur; memerintah), qama ’alaihi (menjaga, mengamati, membantu), ra’ahu (memelihara, memimpin).
Tarbiyah secara etimologis tiga asal kata tarbiyah yakni raba; rabiya; dan rabba. Kata tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni: al-nama: bertambah, berkembang dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, Aslahahu: memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang dari nilai-nilai Islam, tawalla amrahu yang berarti mengurusi perkara pembelajar, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, ra’ahu : memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiatnya, al-tansyi’ah :mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya).
Tarbiyah secara istilah murabbi (pendidik) yang sebenarnya hanyalah Allah, karena Dialah Pencipta fitrah, potensi kekuatan dan kelemahan, dan Paling Tahu tentang hakikat manusia itu sendiri, karenanya perlu dipelajari terus menerus siapa sebenarnya manusia itu sesuai dengan cetakan Tuhan. Penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua dimensi manusia baik materi, seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal, hati, kehendak, kemauan adalah tanggung jawab manusia sebagai fungsi hamba Tuhan (QS. al-Dzariyat [51]:56) dan fungsi khalifah (QS. al-Baqarah, [2]:30). Proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai dan dasarnya dari Alquran-Sunnah dan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang digariskan-Nya. Setiap aktivitas tarbiyah mengarah kepada penumbuhan, pengembangan, perbaikan, kepemimpinan, atau penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik aktivitas itu direkayasa atau secara natural. Tarbiyah yang disengaja mengharuskan adanya rencana yang teratur, sistimatis, bertahap, berkelanjutan dan fleksibel. Yang menjadi subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah adalah manusia. Untuk itu semua aktivitas tarbiyah harus mengikuti fitrahnya tanpa merampas hak-haknya sebagai manusia dan hamba. Kata tarbiyah tidak terbatas pengertiannya sebagai sekedar transfer ilmu, budaya, tradisi, dan nilai tetapi juga pembentukan kepribadian (transformatif) yang dilakukan secara bertahap.
Kata taklim lebih luas pengertiannya dari pada tarbiyah. Pertama, membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah) dari segala kotoran, menjadikan berguna bagi dirinya. Kedua, kata taklim tidak berhenti hanya kepada pencapaian pengetahuan berdasarkan prasangka atau yang lahir dari taklid semata-mata, ataupun pengetahuan yang lahir dari dongengan khayali dan syahwat atau cerita-cerita dusta (QS. Al-Baqarah, [2]:78):
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّون
(Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga).
Ketiga, kata taklim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik. Hal tersebut pada QS. Yunus, [10]:5):
…مَاخَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
(Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui).
Istilah Takdib Istilah ini mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (taklim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Istilah takdib dapat mencakup beberapa aspek yang menjadi hakikat pendidikan yang saling berkait, seperti ‘ilm (ilmu), ‘adl (keadilan), hikmah (kebajikan), ‘aml (tindakan), haqq (kebenaran), natq (nalar) nafs (jiwa), qalb (hati), ‘aql (akal), maratib dan derajat (tatanan hirarkis), ayah (simbol), dan adb (adab).
Sebab pemilihan kata tarbiyah untuk pendidikan islam: tarbiyah ternyata dapat diperluas dari makna semantiknya, tarbiyah lebih umum dapat di terima oleh masyarakat terutama masyarakat muslim di Indonesia, nilai sosial atau istilah tarbiyah lebih umum diterima dalam situasi lokal tertentu daripada terma taklim dan takdib.
Hakikat pengertian islam, Islam: penyerahan diri kepada Allah, dan dengan (1) menyerahkan diri kepadaNya maka ia memperoleh (2) keselamatan dan (3) kedamaian
C. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran filosufis yang diambil dari (1) sistem filsafat/aliran-aliran filsafat atau (2) jawaban filosufis terhadap masalah pendidikan yg tidak bertentangan dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam lapangan pendidikan.
D. Pengolahan Sumber-Sumber FPI
Alquran, Sunnah dan Hasil Ijtihad
E. Fungsi Filsafat Pendidikan Islam
1. Sebagai kritik terhadap asumsi-asumsi yang dipegangi oleh para pendidik dan tenaga kependidikan, jika pegangan filsafat pendidikannya tidak menjiwai nilai-nilai Islam baik dalam pembentukan teori, konsep maupun dalam proses praktiknya.
2. Sebagai evaluasi terhadap kesenjangan-kesenjangan, pertentangan-pertentangan, antara teori dan praktiknya.
3. Sebagai Analisis terhadap konsep-konsep dan istilah-istilah pendidikan. Agar istilah-istilah, konsep-konsep dan ide-ide yang berkembang itu sinkrun, dan menjadi kesamaan persepsi di kalangan pendidikan dan tenaga kependidikan.
4. Secara normatif. Filsafat pendidi¬kan dijadikan sebagai penentu arah, pedoman, petunjuk, pembimbing asas-asas, prinsip-prinsip, teori dan praktik pendidikan.
BAB III
NILAI-NILAI DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A. Hakikat Alam
Alam ini diciptakan Allah sebagai satu-satunya penciptaan, pencipta seluruh isi kandungannya dan pencipta sistemnya. Alam ini diciptakan dengan penuh keteraturan dan sifatnya pasti (exact). Sifat ala mini adalah tetap, tidak pernah berubah. Bahwa ala mini dengan segala sunnatullah dan sistemnya diciptkan Allah untuk dipelajari dan diteliti baik secara individu maupun kerjasama kolektif melalui berbagai kemampuan yang dimilki manusia dan rekayasanya yang kemudian digunakan sesuai dengan aturan dari yang maha mengatur. Perjalanan ala mini berdasar pada undang-undang kausal (sebab-akibat. Sunnatullah berlaku sama bagi semua individu dan kelompok (muslim/non muslim) asalkan menjalankan sesuai dengan sunnatullah, makja pasti akan terjadi atau tidak terjadi.
B. Hakikat Kehidupan
Hakikat kehidupan didunia ini adalah sarana mencari bekal menuju akhirat dan tempat tinggal sementara. Kehidupan ini sebagai ujian dan laboratorium serta pendidikan bagi manusia. Tujuan ujian adalah untuk mengetahui tingkat kualitas manusia sebagai hamba dan sekaligus sebagai khalifah. Setiap perilaku manusia menghadapi gelombang ujian ini akan dipertanggungjawabkannya. Hasil akhir dari perjalananhidup mansia menghadap ujian sangat bervariasi dan hasil konkritnya ada dihari pembalasan segala amal. Jika mal seseorang baik, maka pasti balasannyapun baik pula dan begitu pula sebaliknya.
C. Hakikat Manusia
Sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam(Al-Jum’at:10; Al-Baqarah: 60), sebagai Peneliti alam (Al-Baqarah: 163, Al-An’am:168), sebagai makhluk yg paling tinggi dan paling mulia (At-Tin:4, Al-Isra:70), sebagai hamba Allah (Adz-Dzariyat: 56, Ali Imran:83), sebagai Khalifah di bumi (Al-Baqarah: 30, Al-An’am: 165), sebagai Makhluk educandum dan educandus (Al-Baqarah:31, Al-Alaq:1-5 dan Luqman: 13).

D. Hakikat Hereditas dan Lingkungan
Hereditas merupakan kecenderungan alami cabang-cabang untuk meniru sumber mulanya dalam komposisi fisik dan psikologi. Ahli hereditas lainnya menggambarkan sebagai penyalinan cabang-cabang dari sumbernya. Lingkungan ialah lingkungan alam dan lingkungan sosial. pengembangan SDM dl pendidikan ialah usaha sadar agar SDM atau potensi-potensi manusia tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitasnya tujuan pendidikan Islam.

BAB IV
PENDIDIKAN SPIRITUALITAS KALBU DAN IMPLIKASINYA DALAM TANGGUNG JAWAB
A. Pengantar
Menurut bahasa: Kalbu berasal dari bahasa Arab yakni qalaba (membalik). Membalikkan yang atas di bawah, atau menjadikan yang dalam di luar atau membalikkan senang menjadi susah, cinta menjadi benci, yang semuanya itu merupakan pengertian kalbu.
B. Pengertian Kalbu
Imam al-Ghazali: Spiritualitas kalbu ia berupa sesuatu yang lathifah (halus), bersifat Robbaniyah (Ketuhanan) dan kerohanian yang ada hubungannya dengan jasmani. Kalbu yang halus itulah hakikat manusia yang dapat menangkap segala rasa, mengetahui dan mengenal segala sesuatu.Kalbu adalah salah satu gejala dari perangkat hakikat manusia yang asasi, karena iman bersemayam di dalam kalbu (QS. Al-Hajj [22]:32) dan sebagai alat untuk memperoleh ilmu (QS. Al-Hajj [22]:46 dan al-An’am [6]:25).
C. Karakteristik Kalbu
Pertama: Kalbu berfungsi sebagai alat ma’rifah, memiliki pemahaman dalam diri manusia dan akal. Pengertian ini ditunjukkan oleh firman Allah QS. Qaf (50):37. Kedua: Penyebab kalbu seseorang tenteram ialah dengan berdzikir. Dalam QS. ar Ra’ad (13):28. Ketiga: Penyebab kalbu seseorang tertutup/dikunci mati atau berpenyakit atau keras adalah karena kedengkian, kesombongan dan menentang kebenaran. Hal tersebut tersirat dalam Alquran. Keempat: Dalam kalbu ada macam-macam lammah (lintasan/bisikan); yang menyuruh kepada yang baik (lammah malakiyyah)/lammah muthmainnah; bisikan maksiat (lammah syaithaniyyah atau lammah ammarah bissu’); dan bisikan yang labil (lammah lawwamah); yang terkadang ingin berbuat baik dan disaat lain senang berbuat mungkar. Ini sesuai dengan isyarat QS. Al-Hajj (22): 53-54. Kelima: Kalbu merupakan salah satu gejala dari perangkat hakikat manusia yang asasi, karena iman (QS.al-Maidah [5]:41), ra’fah wa rahmah (rasa santun dan kasih sayang) (QS. [al-Hadid [57]:27), hidayah (QS. al-Tagabun [64]:11) dan takwa (QS. Al-Hajj [22]: 32) bersemayam dalam kalbu. Keenam; Kalbu secara etimologi pada dasarnya bersifat labil dan suka bolak balik kecuali yang dapat bimbingan Ilahi. Seperti keterusikan kalbu Nabi Ibrahim, tentang bagaimana cara Tuhan menghidupkan yang telah mati.
D. Metode Pendidikan Kalbu
Metode dzikrullah, Istighfar dan bertobat, Berdoa (memohon sesuatu kepada Tuhan), Melatih diri selalu husnudzdzan (berpikir positif), dan menghindari suu’dzdzan (prasangka buruk atau berpikir negatif).
E. Kalbu dan Pertanggungjawaban
Bertanggung jawab adalah beban (taklif) yang dipikul oleh seseorang, atau kelompok mengenai akibat sesuatu yang dilakukannya, baik karena konsep atau gagasan, perkataaan dan perbuatannya ataupun karena tidak berbuat apa-apa yang dibebankan kepadanya.