Jumat, 06 November 2015

POTENSI MANUSIA PARIPURNA



Manusia dengan segudang potensi hidupnya, sungguh layak menjadi pemimpin di muka bumi karena Tuhan sudah membekali dirinya untuk memimpin, sekaligus mengatur dunia ini dengan seperangkat sistem kehidupan yang peripurna.
Hanya tidak semua manusia paham akan karakteristik  yang dikaruniakan Tuhan ini, baik karena kebodohannya, sikap tidak pedulinya, maupun pembangkangannya terhadap risalah-Nya. Oleh karena itu, selaknyan kita jangan sampai kehilangan sisi manusiawi, jati diri, hingga hakikat diciptakannya manusia di atas muka bumi ini.
Manusia adalah manusia yang unik, istimewa, sekaligus luar biasa. Bagaimana tidak, dengan bentuk fisiknya yang menarik, ia masih dibekali dengan potensi kehidupan yang sempurna. Tidaklah salah Q.S. At-Tiin mengabadikan sosok manusia dengan sebutan ahsani takwim (sebaik-baik bentuk penciptaan). Pada ayat lainnya, Allah SWT, memuji sosok manusia dengan sebutan khairul bariyah (sebaik-baik fisik), Subhanallah.
Akan tetapi, predikat ahsani takwim dan khairul bariyah tadi, bias berubah seratus delapan puluh derajat menjadi asfala safilin (serendah-rendahnya makhluk yang diciptakan) dan syarrul bariyah (seburuk-buruknya wajah) ketika manusia tidak mampu untuk menyelaraskan semua potensi hidupnya itu dengan tuntutan wahyu, bahkan berusaha untuk membangkangnya.
Manusia dengan sejumlah potensinhidupnya itu selayaknya menjadi khalifah fil ardh (pemimpin di dunia ini) karena Allah SWT, sudah membekali dirinya untuk memimpin sekaligus mengatur dunia ini. Allah juga dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya sudah menurunkan seperangkat sistem kehidupan sebagai aturan hidup hamba yang dipilih-Nya ini untuk mengelola bumi ini.
Hanya, tidak semua manusia mafhum  (memahami) akan tabi’ah (karakteristik) yang dikaruniakan Allah SWT ini, baik karrena kejahilannya, sikap apatisnya, maupun sikap pengingkarannya terhadap risalah-Nya ini. Oleh karena itu, selayaknya kita jangan sampai kehilangan sisi manusiawi, jati diri, hingga hakikat diciptakannya manusia di atas muka bumi ini.
Kalau kita menelusuri rekam jejak keberadaan manusia dari dahulu hingga kini. Sesungguhnya manusia tidaklah berubah. Ia adalah makhluk yang berakal, mempunyai kebutuhan jasmani, dan dilengkapi dengan naluri yang bersifat instingtif. Demikian pula dengan ragam kebutuhan hidupnya di dunia ini, sama sekali tidak pernah berubah. Karena, yang berubah hanyalah sarana dan prasarana semata.
Sesungguhnya, memahami manusia (baca: diri kita sendiri) termasuk aktifitas yang sangat vital. Diantara faedah besar yang akan kita dapatkan dari proses tersebut adalah semakin dekatnya kita dengan kebahagiaan dan semakin jauhnya kita dari kesengsaraan, dunia dan akhirat. Bukankah cita-cita utama seorang manusia di dunia adalah meraih kebahagiaan? Tidak ada artinya kekayaan yang berlimpah atau status sosial yang tinggi jika tidak mengantarkan pemiliknya pada kebahagiaan.