Kamis, 17 Februari 2011

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN OLEH DEPARTEMEN AGAMA

Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi mata pelajaran/mata kuliah tersindiri ataupun integralistik berakar pada persoalan pendidikan sekuler minus agama yang dikembangkan oleh penjajah. Pendidikan yang demikian ini dulu dinilai masyarakat sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tercabut dari akar budaya bangsa. Akhirnya masyarkat Indonesia menuntut pembelajran agama kembali diajarkan.
Usaha menghidupkan kembali eksistensi pembelajaran Agama ini menemukan momentum setelah terbit UU Nomer 4 Tahun 1950 dan peraturan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan menteri Agama tanggal 16 Juli 1951 yang menjamin adanya pendidikan Agama disekolah negeri. Hingga kin, model pembelajaran semacam ini terus berlangsung diseluruh jenis pendidikan. Kecuali dimadrasah yang muatannya ditambah dengan materi keagamaan khas madrasah, dan ecuali pendidikankeaamaan karena kandungan ilmu keagaan yang lebih luas telah menggantikan mata pelajaran pendidikan Agama.

A. Sejarah Berdirinya Departemen Agama
Pada waktu departemen agama didirikan pada tanggal 3 Januari 1946 dinegara yang masih muda Indonesia, ia merupakan suatu kebijaksanaan yang sudah diperkirakan sejak semula dan tidak merupakan suatu departemen yang 100 persen baru . Dengan mendirikan departemen agama, maka beberapa kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan agama yang sudah ada semenjak zaman kolonial dan penjajahan Jepang tetap dilanjutkan. Demikian juga beberapa bagian dari departemen lain dimasukkan kedalam departemen tersendiri.
Dalam bidang pendidikan agama, pada pertengahan tahun 1944, KH. Abu Dardiri, kepala kantor agama dikeresidenan Bayumas, sudah mengumpulkan supaya diberikan pengajaran agama disemua sekolah desa dikeresidenannya, agar muroid kelak akan menjadi orang yang baik budi pekertinya dan taat. Usul ini disetujui oleh kantor agama pusat di Jakarta. Gaji para guru agama dibayar kemudian oleh pemerintah setempat. Persetujuan yang sama, diberikan bagi keresidenan yang lain seperti Kediri dan Pekalongan.
Dari data yang dikemukakan, nampak bahwa garis kebijaksanaan pendidikan agama yang positif telah dimulai dengan kantor agama pada zaman Jepang. Kebijaksanaan ini, dengan sangat keras dilanjutkan oleh Departemen Agama, sesudah tahun 1946. Dalam salah satu nota Islamic Education in Indonesiayang disusun oleh bagian pendidikan Departemen Agama pada tanggal 1 September 1956 hal ini digambarkan sbb:
1.Memberi pengajaran agama disekolah negeri dan partikulir
2.memberi pengetahuan umum dimadrasah
3.Mengadakan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)
Jenis pertama dan kedua jelas dihubungkan dengan pendidikan dualistis yang muncul diindonesia semenjak akhir abad yang lalu, sebagai akibat pemerintah Belanda tidak memperhatikan lembaga pendidikan Islam yang ada, sehingga mereka mendirikan sistem pendidikan sendiri. Sistem pendiidkan ini kemudian disebut dengan sistem sekolah yang terpisah dengan sistem pendidikan yang khusus memperhatikan pendidikan agama. Dalam pemerintahan Indonesia, sistem sekolah ini dimasukkan dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sistem madrasah dan pengajaran agama yang diberikan dengan sistem sekolah termasuk wewenang Departemen Agama. Tujuan utama dari kebijaksanaan Departemen Agama ini adalah untuk menghapuskan perbedaan antara sistem sekolah dan madrasah.
a. Pendidikan Agama Disekolah
Kebijaksanaan Departemen Agama yang konsekuen dengan sistem sekolah yang diatur dibawah Departemen Pendidikan Agama yang sudah ada diperluas dan dikembangkan. Undang-undang pendidikan tahun 1954 no. 20 antara lain berbunyi:
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diselenggarakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama disekolah-sekolah negeri diatur melalui ketetapan Menteri Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan bersama-sama dengan menteri agama , penjelasan pasal ini antara lain menetapkan bahwa pengajaran agama tidak boleh mempengaruhi kenaikan kelas para murid.
Pada akhir tahun 1970 Menteri Agama berussaha mengubah kurikulum pelajaran agama yang bertujuan agar semua kelas tertinggi SD dan SMP mendapatkan 6 jam pelajaran agama perminggu, akan tetapi usaha ini tidak berhasil karena pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tidak menyetujuinya. Sementara itu beberapa peraturan yang belum memadai akan terus disempurnakan, disamping departemen agama juga melakukan penggalian dana yang cukup guna memberikan gaji yang memadai bagi guru agama.

b. Pendidikan Umum Dimadrasah
Dalam rangka konvergensi, Departemen Agama menganjurkan supaya pesantren yang tradisional dikembangkan menjadi sebuah madrasah, disusun secara klasikal, dengan memakai kurikulum yang tetap dan memasukkan mata pelajaran umum diasamping agama. Sehingga murid dimadrasah tersebut mendapatkan pendidikan umum yang sama dengan murid disekolah umum.
Menurut rencana pemerintah, kurikulum yang diselenggarakn madrasah sepertiganya akan terdiri dari pelajaran agama, sisanya pelajaran umum.
B. Sumbangan Madrasah dalam sistem Pendidikan Nasional
Pertama, Berusaha dengan sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi pendapat umum bahwa madrasah tidaklah cukup hanya memberikan pengajaran agama. Kedua, Berusaha sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi pendapat umum bahwa pelajaran umum madrasah tidak akan mendapat tingkat yang sama dibanding dengan sekolah yang dikelola Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .

C. Tugas Pokok Departemen Agama
Tugas pokok Departemen Agama sebagaiman diatur dalam keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Taa Kerja Departemen adalah membantu presiden dalam menyelenggarakansebagian tugas pemerintah dibidang keagamaan. Pelaksanaan tugas tersebut kemudioan dijabarkan dalam keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Keduudkan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Depaprteman agama provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota. Dalam pelaksannaan tugas tersebut diharapkan agar filosofi dan nilai-nilai agama menjadi parameter perilaku kehidupan, menjadi inspirator dan katalisator pembangunan, serta motivator terciptanya toleransi kehidupan beragama, serta kehidupan yang harmonis antar umat yang berbeda agama.
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Pemerintah menyelenggarakan sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
D. Visi dan Misi Departemen Agama
Berdasarkan Keputusan menteri Agama Republik Indonesia Nomor 512 Tahun 2003 tentang Visi dan Misi Departemen Agama, visi dan misi Departemen Agama adalah sbb:
Visi :
Menjadikan nilai-nilai agam sebagai landasan moril spiritual dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Misi:
1. Meningkatkan kualitas pendidikan Agama
2. Miningkatkan kualitas pelayanan ibadah
3. meningkatkan pelayanan peradilan
4. Memberdayakan lembaga keagamaan
5. Memperkokoh kerukunan umat beragama
6. Miningkatkan penghayatan moral dan etika keagamaan
7. Penghormatan atas keanekaragaman keyakinan keagamaan

DAFTAR PUSTAKA

DEPAG RI, Pendidikan Islam Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), Jakarta: DEPAG RI, 2005
Visi, Misi dan Program Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam DEPAG RI, Jakarta: DEPAG RI, 2004
Karel A. Stieenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, LP3ES

Sabtu, 12 Februari 2011

Membumikan Pendidikan Nilai

1. Membumikan Manusia Dengan Memanusiakan Manusia
Keyword: Afeksi Pendidikan
Afeksi adalah cinta kasih; perasaan senang; Kasih Sayang.
Secara teoritis ilmu pendidikan sangat komplit, tetapi domain nilai dari pendidikan itu sendiri dilupakan. Oleh karena itu membumikan pendidikan nilai melalui pendekatan-pendekatan yang tepat perlu dirumuskan dan diaplikasikan.
2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Nilai
Keyword: Interaksi Sosial dan Pribadi (Model Interaksi dan Interaksi)
Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran dapat dikembangkan berdasarkan prinsip: Libatkan siswa secara aktif dalam belajar, dasarkan pada perbedaan individu, kaitkan teori dengan praktik, kembangkan komunikasi dan kerja sama dalam belajar, tingkatkan keberanian siswa dalam mengambil resiko belajar dari kesalahan, tingkatkan pembelajaran sambil berbuat dan bermain dan sesuaikan pelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih pada taraf operasi konkrit.
R.H. Hers (1980), mengemukakan enam teori yang banyak digunakan pembelajaran nilai, yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pertimbangan klarifikasi nilai, pengembangan moral kognitif dan perilaku sosial. Klarifikasi ini menurut Rest (1973) didasarkan pada unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi (Perilaku, kognisi dan Afeksi)
Penyajian bahan atau pokok-pokok bahasan yang diberikan kepada anak-anak usia SD hendaknya didasarkan pada prinsip: dari mudah kesukar, dari sederhana kerumit, dari yang bersifat konkrit ke abstrak, dari yang paling dekat dengan anak sampai pada lingkungan kemasyarakatan yang lebih luas. (Aziz Wahab, 1997)
Pendekatan Dalam Pendidikan Nilai atau Budi pekerti: Evocation, Inculcation, moral Reasoning, Value Clarification, Value Analysis, Moral Awareness, Commitment Approach, Union Approach. (martorella dalam Djahiri: 1992)
3. Pendekatan Dalam Pendidikan Nilai
Keyword: Psikologi, sosiologi, filosofi dan pendidikan yang berhubungan dengan nilai
a. Pendekatan Penanaman Nilai: Pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.
b. Pendekatan perkembangan Kognitif: mendorong siswa untuk berfikir aktif tentang maalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan.
c. Pendekatan analisi nilai (Values anlysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berfikir logis.
d. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach): memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam megkaji perasaaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.
e. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.
4. Implementasi Dalam Pendidikan Nilai
Keyword: Budaya Indonesia dan Pancasila
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah pendekatan yang paling tepat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan diindonesia, karena berdasarkan kepada nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia dan falsafah pancasila. Pengajaran pendidikan nilai implementasinya sebagai berikut:
1. Metode yang digunakan dalam pendekatan perkembangan moral kognitif.
2. Metode pengajaran yamg digunakan Pendekatan Nilai
3. Memperhatikan faktor keadaan serta bahan pelajarannya yang relevan.
4. Metode pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Pembelajaran Berbuat.
5. Implementasi Pendidikan Nilai Dalam Keterpaduan Pembelajaran
Keyword: Mata Pelajaran
a. Rencana Pembelajaran
Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak (instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keerlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effets). Pendidikan nilai menghendaki keterpaduan dalam pembelajaran dengan semua mata pelajaran.
b. Bentuk-bentuk Pembelajaran Terpadu
Menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan progresif yaitu: Kurikulum Terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning)
6. Pendidikan Nilai Dalam Keterpaduan Pembelajaran.
Keyword: Keterpaduan dengan semua mata pelajaran.
Pendidikan Nilai Dalam Keterpaduan Pembelajaran dengan semua mata pelajaran, sasaran integrasinya adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa. Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, percobaan, mewawancarai nara sumber, dengan cara individual /kelompok, dsb.
Komitmen Penyelenggaraan
Perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan seksama sebagai konsekuensi logis. Komitmen tersebut antara lain:
1. Pendidikan nilai sebagian dari pendidikan nilai
2. Kejelian profesional para guru, Penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni, 1996)
3. Pembentukan watak budi pekerti anak harus ditunjang oleh pendidikan luar sekolah (Keluarga/Orang Tua, Tutor, teman sebaya, masyarakat, tokoh masyarakat, elit politik dan sejenisnya)
4. Budi pekerti berkembang melalui empat tahap yaitu tahap anatomi (struktur dan jaringan tubuh), heteronomi (Jenis ikan laut yang bersirif punggung lembut), dan sosionomi (Bull, 1969; Rachman, 2000). Pendidikan nilai hendaknya diberikan secara dini, sekarang dan selalu setiap waktu.
5. Penilaian dalam pembelajaran terpadu ini adalah penilaian terhadap sosok utuh para siswa yang akan ditangkap adalah kemampuan dan kepribadian.
6. Guru merupakan titik sentral keberhasilan pendidikan disekolah, perlu ada gerakan awal untuk mensosialisasiksan perencanaan budi pekerti disekolah kepada semua guru, orang tua siswa, dan pejabat. Disamping itu pula perlu ada perbaikan dalam Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), khususnya pemahaman pemodelan pembelajaran terpadu.

Kamis, 10 Februari 2011

BUDAYA ORGANISASI DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Pengaruh budaya organisasi terhadap prilaku organisasi amat signifikan. Karena itu menciptakan budaya organisasi yang sifatnya unik untuk setiap organisasi amatlah penting. Untuk itu perlu dipahami apa budaya organisasi itu. Budaya organisasi sebagai perangkat lunak dalam suatu lembaga mempunyai peranan penting, karena diharapkan lembaga tersebut dapat bersifat dan bersikap lentur dan fleksibel. Pendidikan adalah sebuah roses pembudayaan, yang berusaha untuk mengembagnkan serta mengintegrasikan potensi dan nilai-nilai kemanusiaan pada diri individu, agar menjadi pribadi yang mampu secara internal mempersiapkan dirinya dan secara eksternal mampu merespon dan berkomunikasi dengan dunianya.
Budaya organisasi sebagai perangkat lunak dalam suatu lembaga mempunyai peranan penting, karena diharapkan lembaga tersebut dapat bersifat dan besikap lentur dan fleksibel. Sebagaimana budaya yang tidak akan pernah mengalami kejumudan dan akan menjadi sangat sempurna jika dipadu dengan agama yang bersumber pada wahyu illahi. Tidak sedikit yang mengatakan bahwa agama termasuk dalam lingkup kebudayaan, itupun jika umat beragama mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan budayanya. Jika tidak demikian, justru akan menjadi budaya umat yang termarginalkan dalam persaingan dalam dunia pendidikan.

1. Pengertian Budaya
Geert Holfstede dalam Cultura Consequences, mendefinisikan budaya seagai Collective programming of the mind, yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu :
1. Universal level of mental programming, yaitu sytem bioligikal operasional manusia termasuk perikaunya yang bersifat universal seperti, senyuman dan tangisan.
2. Collective level of mental programming, misalnya bahasa.
3. Individual of mental programming, musalnya kepentingan individu.
Ada juga yang mendefinisikan bahwa kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Dalam Hikmat, Melville J. Herkovist dan Bonislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Sedangkan menurut Edward B. Tylor mengatakan bahwa budaya adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu (1) Ideas, yaitu suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud ini bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau ditrawang, namun wujud ini hidup dalam pikiran suatu masyarakat tertentu. Namun sekarang, wujud ini banyak ditampilkan dalam tulisan melalui arsip-arsip, disk, kaset atau yang lainnya. (2) Activities, yaitu suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dengan kata lain wujud ini adalah sistem sosial. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lainnya. (3) Artifact, yaitu wujud berupa benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini juga disebut sebagai kebudayaan fisik, karena berbentuk total dari hasil fisik dari aktifitas, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
1.1. Tingkatan Budaya
Schein membagi kedalam tiga tingkatan budaya :
1. Artifacts, yaitu struktur dan proses organisasional purba yang dap[at diamati tapi sulit ditafsirkan.
2. Espaused Values, yaitu tujuan, strategi dan filsafat.
3. Basic Underlaying assumptions, yaitu kepercayaan, persepsi, keopercayaan, perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan.
1.2. Fungsi Budaya
Ndhara membagi fungsi budaya sebagai :
- Identitas dan citra masyarakat, seperti sejarah, kondisi geografis.
- Pengikat dalam masyarakat, saling berbagi informasi, tolong monolong dll.
- Sumber. Budaya sebagai sumber inspirasi, kebanggaan dan suatu sumber daya.
- Kemampuan untuk membentuk nilai tambah.
- Pola prilaku, berisi norma-norma dan garis batas toleransi social
- Pengganti formalisasi
- Budaya sebagai warisan
- Mekanisme adaptasi terhadap budaya.
- Proses bangsa konkruen dengan negara sehingga terbentuk natioan state.
2. Pengertian Organisasi
Kata organisasi berasal dari bahasa Inggris Organization, yang berarti hal yang mengatur atau menyusun bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain, yang tiap-tiap bagian mempunyai fungsi tersendiri sesuai kapasitasnya. Selanjutnya Sulistyorini mengutip definisi organisasi dari beberapa tokoh, seperti James D. Money, mengatakan organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai satu tujuan bersama, sedangkan menurut Roolp Currier Davis, organisasi adalah sesuatu kelompok orang-orang yang sedang bekerja kearah tujuan bersama di bawah kepemimpinan. Dengan demikian, organisasi dapat dipahami sebagai struktur hubungan antar pribadi, namun dalam kenyataannya organisasi banyak didasarkan atas dasar wewenang formal dan kebiasaan dalam suatu sistem administrasi.
Gibson (200:5) Organisasi adalah unit yang dikoordinasikan dan yang berisi paling tidak dua orang atau lebih yang fungsinya dalah untuk mencapaio tujuan bersama. Moorehed dan Griffin (1989:392) Organisasi adalah sekelompok orrang yang bekerjasama unutk mencapai tujuan bersama. Organisasi pendidikan adalah lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya, organisasi sekolah dan perguruan tinggi khususnya.
Jadi, secara sederhana organisasi adalah suatu wadah atau setiap bentuk perserikatan kerjasama manusia yang didalamnya terdapat struktur organisasi, pembagian tugas, hak dan tanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dari pengertian ini, maka dapat ditentukan beberapa unsur suatu organisasi akan terbentuk, unsur-unsur tersebut antara lain:
a. Sekelompok orang dimana dari orang-orang tersebut ada yang bertindak sebagai pemimpin dan dipimpin.
b. Kerjasama dengan orang-orang yang berserikat, dengan adanya kerjasama antara orang- orang yang berserikat tersebut, maka tentu ada pula pembagian tugas (wewenang), tanggung jawab, struktur organisasi, aturan-aturan asas atau prinsip yang mengatur kerjasama tersebut.
c. Tujuan bersama hendak dicapai, tujuan ini merupakan kesepakatan dari orang yang berserikat tersebut yang akhirnya dikenal dengan istilah tujuan organisasi.
3. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi memilki makna yang luas. Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai organisasi akan berprilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya .
Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Ia mengutip dari bukunya Mc Namara yang mengemukakan bahwa dilihat dari sisi in-put, budaya organisasi mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out-put, berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya. Budaya organisasi sebagai sistem, banyak terdapat dalam organisasi pendidikan.
3.1. Karakteristik Budaya Organisasi
Dalam Sulistyorini, Fred Luthan menjelaskan enam karakteristik penting dari budaya organisasi, yaitu:
a. Observed behavioral reguralities, yaitu keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati.
b. Norms, yaitu berbagai standar perilaku yang ada, termasuk didalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus di lakukan.
c. Dominant values, yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi.
d. Philosophy, yaitu adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan.
e. Rules, yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi.
f. Organization climate, merupakan perasaan keseluruhan yang tergambarkan dan disampaikan melalui kondisi dan tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.
3.2. Fungsi Budaya Organisasi
Anthony dan Govindarajan (1998), ada empat fungsi budaya organisasi:
1. Memberikan suatu identitas organisasinal kepada para angota organisasi
2. Memfasilitasi atau memudahkan komitmen kolektif
3. Meningkatkan stabilitas sistem sosial dan
4. Membentuk prilaku dengan membantu anggota-anggota organisasi memilki sense terhadap sekitarnya.
Dalam hal ini, budaya memiliki sejumlah fungsi di dalam organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. Kedua, budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat dalam bertindak. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
4. Terbentuknya Budaya Organisasi
Budaya organisasi tidak muncul begitu saja, namun bila sudah muncul maka budaya tersebut sukar untuk dipadamkan, artinya akan melekat dalam perilaku organisasi tersebut. Kebiasaan, tradisi dan cara-cara umum yang dilakukan sebelumnya dan tingkat keberhasilan yang diperoleh dengan usaha keras tersebut, ini membimbing ke sumber paling akhir dari budaya suatu organisasi. Karena disadari bahwa budaya organisasi menyangkut nilai-nilai yang dipahami dan dianut bersama dalam suatu organisasi. Nilai tersebut dapat terbentuk melalui beberapa cara antara lain: pimpinan, pendiri/ pemilik dan interaksi antar individu dalam organisasi.
Organisasi terbentuk akibat dari peran serta subjek dan objek budaya, dalam arti perlu campur tangan dari pelaku-pelaku budaya, sehingga terbentuk dan mempunyai karakteristik budaya sendiri (BO). BO digunakan sebagai alat organisasi dalam menjalankan visi dan misinya dengan lingkungannya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya ini akn terjadi atau akan muncul Budaya Sebagai Infut (BSI), proses interaksi budaya dan Budaya Sebagai Output (BSO).
5. Budaya Organisasi Dalam Sekolah (Madrasah)
Perubahan aspek-aspek dan tingkat administrasi serta suatu peningkatan kemampuan teknik-teknik manajerial pendidikan itu membutuhlkan dukungan budaya organisasi. Dalam hubungan itu, budaya organisasi kreativogenik (Supriadi dalam Idochi, 2004)perlu dikembangkan guna mendukung desentralisasi pendidikan ditingkat satuan pendidikan.
Deskripsi pekerjaan:
1. Kepala Sekolah:
- Menjalankan supervisi umum sekolah, mengkoordiansi pekerjaan para wakil KEPSEK,
- Menilai efektivitas seluruh organisasi,
- menetapkan kebijaksanaan, prosedur dan hal-hal lain yang tidak ditugaskan secara khusus kepada suatu unit-bagian,
- Menciptaakan kelompok-kelompok kerja untuk menelaah dan menyarankan perbaikan-perbaikan dalam program dan pelayanan-pelayanan,
- Menyampaikan usul, pertanyaan tentang kebijaksanaan dan laporan tentang jalannya sekolah kepada atasan.
2. Wakil Kepala Sekolah (Kurikulum dan Guru):
- Memimpin studi tentang pengajaran secara kontinyu,
- mengatur program penataran bagi guru-guru,
- melakukan supervisi pengembangan kurikulum dengan bantuan komisi kurikulum,
- mengawasi supervisi dan evaluasi para guru oleh ketua bidang studi
- mengarahkan penyusunan lain; menyarankan buku-buku pelajaran,
- memeriksa metode-metode dan maslah-masalah belajar bersama-sama dengan guru-guru dan personel bimbingan,
- membuat saran tentang perubahan-perubahan pokok dalam program pengajaran kepada kepala sekolah,
- bekerjasama dengan pejabat yang bertanggungjawab tentang murid menyusun mata-mata pelajaran yang akan disediakan dan jadwal induk.
3. Wakil Kepala Sekolah (Murid)
- Mengurus program pelayanan murid yang lengkap yaang meliputi pelayanan pelayanan kesehatan, keamanan, bimbingan, testing dan pekerjaan sosial,
- Bekerja dngan kepala bimbingan dalam mengatur dan melaksanakn program bimbingan dan penyuluhan
- Mengatur penerimaan murid, pengembangan pelaporan dan tindak lanjut,
- mengurus pengembangan jadwal induk, prosedur penjadwalan dan penempatan murid-murid dikelas-kelas.
- Dengan bekerjasama dengan pejabat yang bertanggung jawab tentang personel mengajar, mengatur pekerjaan guru dan conselor yang bertalian denga kesejahteraan murid, mengatur program penataran personel bimbingan,
- Berkonsultasi dengan kepala bimbingan tentang segala aspek kebijaksanaan yang bertalian dengan murid.
4. Wakil Kepala Sekolah (TU)
- Memelihara dan mengawasi penggunaan bangunan, tanah dan barang-barang milik sekolah
- Memelihara catatan dan membuat laporan tentang semua hal mengenai ketata usahaan sekolah sesuai dengan kebijaksanaan kantor pusat
- Memperoleh dan mengusulkan pengangkatan personel non akademis dan mengatur pekerjaan mereka.
- Berkonsultasi denga pejabat sekolah lainnyatentang penggunaan dan pemeliharaan kantor-kantor dan ruangan-ruangan kelas.
- Mengizinkan penggunaan ruangan oleh orang luar
- Melakukan pembukuan keuangan dan menetapkan prosedur yang bertalian dengan semua dana kegiatan murid.
- Menerima, menyimpan dan membagikan buku, perbekalan dan bahan.
- Menyerahkan tenaga ahli dalam pembelian, pengawasan dan penggunaan harta benda, penyusunan anggaran belanja Dll.
Lembaga pendidikan yang mempunyai ciri khas Islam, yang biasa disebut dengan madrasah mempunyai peran penting dalam proses pembentukan kepribadian anak didik. Karena harapan orang tua, anaknya mempunyai 2 kemampuan dan pengetahuan sekaligus, yaitu pengetahuan IMTAQ dan pengetahuan IPTEK. Oleh karena itu, jika para pendidik benar-benar memahami harapan tersebut maka prospek lembaga pendidikan Islam sangatlah cerah.
Penampilan sekolah Islam (Madrasah) harus berperan kreatif dan aktif untuk mengembangkan kebudayaan yang menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya. Karena itu kepala sekolah Islam harus dapat menciptakan suasana yang islami, aman, tentram, damai dan sejahtera agar semua program dapat berjalan lancar. Kepemimpinan pendidikan Islam, disamping menjelaskan dimana kepemimpinan dan prosesnya berada dan berperan hendaknya mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri khusus kepemimpinan islam yang bersifat mendidik, membimbing dan tidak memaksa atau menekan dalam bentuk apapun.
B.Permasalahan
Manusia yang berbudaya mensyaratkan danya tiga wujud, dimana kesatuan antara ide, aktifitas dan hasil karya merupakan hasil kebudayaan yang otentik. Selanjutnya pandangan tentang binatang berbudaya merupakan anggapan yang salah, karena binatang tidak mempunyai konsep ide dan hasil karya, namun hanya mempunyai aktifita. Meskipun sampai sekarang terdapat menyerupai manusia, maka itulah hasil dari budaya manusia itu sendiri.
Permaslahannya adalah Budaya organisasi di Lembaga Pendidikan Islam nampak atau tidak nampak dan Apakah Budaya organisasi sengaja dibentuk atau ada dengan sendirinya?
Menurut Malik Fajar dalam Marno, menyatakan bahwa problem madrasah terbagi menjadi 2 yaitu problem internal kelembagaan dan parental choice of educations. Pertama, masalah tersebut adalah sistem kependidikan, kualitas dan kuantitas guru, kurikulum serta sarana fisik serta fasilitas. Kedua, adalah pandangan umum tentang tuntutan masyarakat akan pendidikan, yaitu masyarakat akhir-akhir ini memandang bahwa pendidikan sebagai bentuk investasi, baik modal maupun manusia dalam konteks meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang mempunyai daya produktif.
C. Solusi
Budaya dalam suatu organisasi atau budaya organisasi bisa dirasakan keberadaannya dan nampak melalui prilaku anggota karyawan (Tenaga Pendidik dan tenaga kependidikan) dalam organisasi (sekolah) itu sendiri. Budaya organisasi dibentuk melalui proses pembentukan.
1. Kebudayaan mengandung suatu pola, cara-cara berfikir, berfrilaku, merasa, menanggapi dan menuntun para anggota dalam organisasi. Sehingga, budaya organisasi akan berpengaruh juga terhadap efektif atau tidaknya suatu organisasi.
2. Budaya organisasi merupakan bagain dari lingkungan belajar yang akan mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku seseorang, sebab dalam melaksanakan tugas sekolah seorang siswa akan selalu berinteraksi dengan lingkungan belajarnya. Sederhananya adalah budaya organisasi sebagai keadaan sosial dan budaya sekolah yang mempengaruhi tingkah laku orang di dalamnya. Iklim sekolah sebagai suasana sekolah yang baik di mana keadaan sekitar dirasakan tenteram, mesra, riang dengan pembelajaran yang lancar. Selain berdampak positif pada pencapaian hasil akademik siswa. Dari sinilah kemudian budaya organisasi mempunyai peran penting dalam pembelajaran, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
3. Dalam Sulistyorini, Fred Luthan menjelaskan enam karakteristik penting dari budaya organisasi, yaitu:
- Observed behavioral reguralities, yaitu keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati.
- Norms, yaitu berbagai standar perilaku yang ada, termasuk didalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus di lakukan.
- Dominant values, yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi.
- Philosophy, yaitu adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan.
- Rules, yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi.
- Organization climate, merupakan perasaan keseluruhan yang tergambarkan dan disampaikan melalui kondisi dan tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.
Perilaku organisasi pada hakikatnya mendasarkan pada ilmu perilaku yang dikembangkan denganpusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Kerangka dasar bidang pengetahuan ini harus didukung paling sedikit dua komponen yakni individu-individu yang berprilaku dan organisasi formal sebagai wadah. Perilaku organisasi pendidikan, menurut teori sistem sosial merupakan sebuh fungsi antara tuntutan-tuntutan perangkat organisasi dengan kebutuhan-kebutuhan individu dalam organisasi . Perubahan aspek-aspek dan tingkat administrasi serta suatu peningkatan kemampuan teknik manajerial pendidikan itu membutuhkan dukungan budaya organisasi. Dalam hubungan ini, budaya organisasi kreativogenik (Supriadi dalam Idochi, 2004) perlu dikembangkan guna mendukung desentralisasi pendidikan ditingkat satuan pendidikan.