Kita tahu bahwa al-Qur’an, sebagai pedoman paripurna
bagi manusia, memuat banyak sekali hal yang utama. Di antaranya adalah kisah
teladan orang-orang terdahulu. Dari sekian banyak kisah teladan, sebagian
besarnya adalah kisah para nabi. Namun, pernahkah kita memperhatikan, ternyata
kebanyakan kisah tersebut bukanlah saat para nabi telah menua, melainkan saat
mereka masih muda.
Misalnya, kisah Ibrahim muda, yang mengajak kaumnya
berlogika menemukan Tuhan Yang Maha Esa. Kisah Yahya muda, yang semenjak kecil
telah dikaruniai hikmah dan kebijaksanaan. Kisah Nabi Yusuf yang menjadi
pejuang kebenaran semenjak mudanya. Kisah Ismail muda, yang begitu hebat
meyakini perintah Allah dan taat kepada ketentuan-Nya. Kisah para pemuda
Ashabul Kahfi, legenda remaja yang mempertahankan aqidah tauhid dan masih
banyak lagi kisah para pemuda lainnya.
Ini menjadi bukti bahwa masa muda merupakan masa
vital dan produktif untuk berkarya. Pelajar adalah bagian dari proses
produktif pada masa muda. Semangat pelajar adalah semangat para pemuda. Jiwa
pelajar adalah jiwa para pemuda. Dan, darah para pelajar juga menjadi darah
para pemuda. Oleh karena itu, menjadi keniscayaan bagi para pelajar agar meneladani
kisah para pemuda yang diabadikan oleh al-Qur’an.
Dari sisi kuantitas, jumlah pelajar dan kaum muda
sangat besar. Bahkan Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi;
jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk
usia nonproduktif. Pelajar menjadi penyumbang jumlah penduduk produktif
tersebut.
Menyadari potensi besar yang dimiliki oleh kaum
muda, Sang Proklamator, Bung Karno, pernah berorasi dengan lantang, “Beri aku
seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh
pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Kata-kata yang tidak kalah lantang juga digemakan
oleh Syaikh Mushthofa al-Ghulaiyaini, seorang ulama besar dari Beirut Lebanon.
Dalam karya visionernya yang berjudul ‘Izhatun Nasyi’in ( عِظَةُ
النَّاشِئِين ),
beliau berkarta:
إِنَّ فِى يَدِكُمْ أَمْرَ الأُمَّةِ, وَفِى
إِقْدَامِكُمْ حَيَاتَهَا,
فَأَقْدِمُوْا
إِقْدَامَ الأَسَدِ الْبَاسِلِ وَانْهَضُوْا نُهُوْضَ الرَّوَايَا, تَحْتَ
ذَاتِ الصَّلاصِلِ تَحْيَ بِكُمُ الأُمَّةُ
“Di tanganmulah,
wahai generasi muda, segala urusan bangsa. Dalam langkahmu tertanggung masa
depan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, melangkahlah kalian bagaikan seekor
harimau yang gagah berani, yang tidak pernah mundur setapak pun. Bangkitlah
laksana para pemegang panji perang, yang berangkat menuju medan juang dengan
penuh tanggung jawab. Dengan usaha dan hasil karyamu, bangsa kalian akan hidup
bahagia.”
Namun ironisnya, saat ini pelajar di Indonesia
dihadapkan pada banyak permasalahan. Di antaranya adalah masalah ketidakjujuran
akademik, pergaulan yang kelewat batas hingga meledakkan angka kehamilan di
luar nikah, kenakalan yang berujung pada tindakan kriminal, penyalahgunaan
narkoba, dan lain-lain.
Permasalahan ini tidak hanya terjadi di kota-kota
besar, tetapi sudah mewabah secara sistemik hingga ke pelosok desa. Oleh karena
itu, perlu ada usaha sungguh-sungguh yang dilakukan secara sistemik dan
melibatkan seluruh pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Setidaknya ada empat usaha nyata untuk mengembangkan
kualitas kaum muda.
Pertama, mematangkan
spiritualitas kaum muda. Pemuda dengan spiritualitas yang baik tidak akan
pernah membiarkan dirinya terkontaminasi oleh hal-hal buruk, seperti narkoba,
pergaulan bebas, serta tindakan anarkis dan tak bermoral yang mengganggu
stabilitas sosial.
Di sisi lain, spiritualitas memberi kekuatan kepada
seseorang sehingga ia akan tunduk, patuh, dan takut, hanya kepada Allah Ta’ala.
Adanya pejabat yang melakukan korupsi dan penyalahgunaan jabatan adalah bukti
lemahnya spiritualitas mereka. Andai spiritualitas mereka kokoh dan mendalam,
tentu mereka akan takut dan tunduk hanya kepada Allah. Jika nafsu membujuk agar
mencuri, seketika dia takut kepada Allah. Saat nafsu mendorong untuk melakukan
korupsi, dia pun akan malu karena dilihat oleh Allah.
Inilah yang oleh para ulama disebut dengan muraqabah
(merasa selalu diawasi oleh Allah). Jika muraqabah ini tertanam kuat
dalam jiwa setiap pelajar dan kaum muda, niscaya kelak mereka akan tumbuh
menjadi pemimpin-pemimpin yang amanah.
Usaha kedua, memotivasi pelajar
agar tidak berhenti mencari ilmu.
Tidak ada manusia yang tinggi derajatnya dan mampu
mengubah dunia tanpa dibekali dengan ilmu. Demikian pula tidak ada pemimpin
hebat yang tidak dipondasi dengan ilmu. Tidak mengherankan jika wahyu yang
diterima pertama kali oleh Nabi Muhammad Saw adalah perintah untuk berilmu.
Iqra’, bacalah! Membaca
berarti meluaskan cakrawala, meluaskan pengetahuan, serta meluaskan hati dan
pikiran untuk mengenal Tuhan melalui keagungan-keagungan-Nya. Spirit Iqra’ inilah
yang harus terus digelorakan di dalam jiwa pelajar dan kaum muda.
Sayangnya, semangat belajar kaum muda belum
sepenuhnya sesuai harapan. Masih banyak pelajar yang semangat belajarnya hanya
berorientasi pada angka-angka di dalam raport atau di atas selembar ijazah.
Padahal, hakikat ilmu bukanlah pada angka-angka tersebut, melainkan pada apa
yang terserap dan tertanam di dalam hati lalu terejawantahkan dalam perilaku
dan kepribadian sehari-hari. Itulah hakikat ilmu yang sebenarnya.
Apa jadinya jika generasi muda ogah-ogahan mencari
ilmu? Pastilah sekian tahun ke depan nasib bangsa tersebut akan tersisih dari
percaturan dunia. Hampa dari prestasi dan sepi dari kemajuan. Bahkan, tidak
mustahil bangsa tersebut akan lenyap dan tenggelam.
Di sinilah produktivitas generasi muda hari ini
benar-benar ditantang. Kreativitas dan kematangan jiwa mereka benar-benar
diharapkan. Apa yang mereka lakukan hari ini adalah cerminan bangsa di masa
depan. “شُبَّانُ الْيَوْمِ رِجَالُ
الْغَدِ (syubbanul
yaum rijalul ghad), pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan,”
demikian kata pepatah Arab.
Sebagai calon pemimpin masa depan, sudah selayaknya
kaum muda tidak henti-hentinya membekali diri dengan ilmu. Amirul mukminin Umar
bin Khattab pernah berkata:
تَفَقَّهُوْا قَبْلَ أَنْ تَسُوْدُوْا
“Belajarlah
kalian sehingga berilmu sebelum kalian menjadi pemimpin.”
Bahkan, secara lebih tegas lagi Imam Syafi’i
berkata melalui bait-bait syairnya:
وَمَنْ
فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ ** فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعاً
لِوَفَاتِهِ
وَذَاتُ
الْفَتَى وَاللَّهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى** إِذَا لَمْ يَكُوْنَا
لَا اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ
“Barangsiapa menyia-nyiakan waktu menuntut ilmu di masa mudanya,
maka bertakbirlah empat kali atas kematiannya.”
“Demi Allah, hakikat seorang pemuda terletak dalam ilmu dan
ketakwaannya. Bila keduanya tidak ada maka keberadaan sang pemuda dianggap
tiada.”
Mereka yang tidak memiliki ilmu laksana orang yang
telah mati. Raga mereka memang hidup, namun hati dan pikiran mereka telah
dijemput maut. Karena itulah mereka layak dishalatkan dengan bertakbir empat
kali.
Usaha yang ketiga, menanamkan
keluhuran akhlak.
Masa muda adalah masa yang penuh dengan godaan untuk
memperturutkan hawa nafsu. Dalam kondisi seperti itu, peluang terjerumus ke dalam
keburukan dan kesesatan sangatlah besar. Oleh karena itu, dibutuhkan pondasi
moral yang benar-benar andal, atau akhlak yang benar-benar kuat.
Bukankah di antara misi utama Rasulullah Saw adalah
untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak? Beliau bersabda:
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
“Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Syauqi Beik, seorang penulis dan penyair ternama
berkebangsaan Mesir, pernah berkata dalam syairnya:
إِنَّمَا
الأُمَمُ الأَخْلاَقُ مَا بَقِيَتْ ¤ فَإِنْ هُمُ ذَهَبَتْ أَخْلاَقُهُمْ
ذَهَبُوْا
“Sesungguhnya kejayaan suatu bangsa terletak pada
akhlak manusianya. Jika mereka telah kehilangan akhlaknya maka hancurlah
bangsanya.”
Usaha keempat, membekali
pelajar dengan aneka keterampilan dan keahlian.
Modernisasi menjadi tantangan yang tidak terelakkan.
Para pelajar dan kaum muda harus berani berkompetisi dengan bangsa lain agar
tidak tertinggal. Oleh karena itu, selain membekali diri dengan spiritualitas,
ilmu, dan akhlak, mereka juga harus membekali diri dengan aneka keahlian dan
keterampilan, yang sering disebut pula dengan istilah life skills (kecakapan
hidup).
Tentang profesionalitas ini, Rasulullah Saw telah
bersabda:
إِنّ
اللَّهَ تَعَالى يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila
bekerja ia mengerjakannya secara profesional.”
(HR. Thabrani dan al-Baihaqi)
Oleh karena itu, para pelajar dan kaum muda tidak
boleh putus harapan. Tidak boleh menjadi pemuda yang mudah frustasi dan
pesimistis. Karena, dalam jiwa pemuda terdapat jantung yang terus berdetak
kencang. Ada darah yang mengalir deras dengan dada yang terus berkobar. Ada
semangat yang terpendam seperti api dalam sekam. Terus membara sampai batu bata
menjadi merah dan mengokohkan bangunan-bangunan megah, simbol kemajuan.
Sebagai kalimat pungkasan dari khutbah pertama ini,
marilah kita resapi pesan Nabi berikut ini.
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ:
شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ
فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah
lima perkara sebelum datang lima perkara; yakni masa mudamu sebelum datang masa
tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum
waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. al-Hakim)
Semoga Allah memberi kekuatan dan kemudahan kepada
kita dalam mewarisi tongkat kepemimpinan para tetua sehingga menjadikan bangsa
ini bermartabat dan berjaya. Aamiin ya Rabbal ‘alamin..
*Isi materi yang disampaikan dalam Khutbah Jum'at