Secara umum, ada beberapa dalih yang biasanya
menjadi landasan orang untuk marah dan bersikap emosional yang tidak terkendali
yaitu:
A. Budaya
atau latar belakang suku bangsa
B. Gender
(jenis kelamin)
C. Harga
diri
D. Definisi
kemenangan
Saya akan mencoba
membahas satu demi satu dalih yang biasa menjadi alasan bagi seseorang untuk
bertindak secara emosional lewat kemarahan yang tidak terkendali.
A. Budaya
atau latar belakang suku bangsa
Ada ungkapan suku
bangsa tertentu atau budaya tertentu identik dengan sifat pemarah atau
temperamental. Entah sejak kapan dan dari mana ungkapan itu berasal, yang pasi
ungkapan tersebut telah menjadi brend
image bagi mereka yang berasal dari suku bangsa atau budaya
tertentu.
Patut kita sadari, suku
bangsa dan budaya adalah hasil cipta dan kereasi serta pemikiran umat manusia.
Artinya kita manusia mempunyai kehendak bebas yang akan membawa pada tindakan,
sifat, kreasi, dan prestasi tertentu dalam perjalanan kehidupan. Kehendak bebas
temasuk bebas dalam memilih apa yang kita yakini dan apa yang akan kita jalani.
Disisi lain kita juga
perlu menyadari bahwa yang namanya budaya tidak tercipta dalam semalam. Ia
lahir dari sebuah proses waktu yang panjang sehingga mereka yang berbeda dalam
komunitas budaya tersebut akan terpengaruh hingga ke pikiran bawah sadar.
Memang ada banyak
sekali nilai-nilai luhur dalam kebudayaan yang dapat membawa kita masuk ke
damaian dan keberhasilan hidup yang sekarang banyak diajarkan dalam berbagai
teori motivasi. Namun, di sisi lain, ada juga nilai-nilai yang bermuara pada
kemarahan, tindakan emosional hingga tindakan penghancuran, misalnya perang
suku yang berujung kematian yang di dasari oleh niat untuk mempertahankan harga
diri. Secara rasional, kita seharusnya dapat berfikir, apa keuntungan tindakan
seperti ini. Seandainya saja, orang-orang yang bertikai mau berpikir secara
rasional tentu efek-efek negatif kemarahan dapat diminimalisir bahkan
ditiadakan.
B. Gender
(Jenis Kelamin)
Dalam kehidupan nyata,
perbedaan jenis kelamin terkadang membuat orang berbeda dalam menyikapi hal-hal
yang terjadi, termasuk dalam mengendalikan amarah. Kita semua tahu bahwa pria
cendrung lebih mengendalikan amarah. Kita semua tahu bahwa pria cendrung lebih
mengendalikan logika. Sebaiknya, wanita cendrung lebih mengendalikan perasaan sehingga terkadang
memberikan efek bias terhadap kebenaran yang sesungguhnya.
Mana yang yang lebih
baik menurut pembaca? Jawabannya adalah tidak ada yang lebih baik dan tidak ada
yang lebih buruk. Logika dan perasaan harus berperan secara bersamaan dan
saling melengkapi. Pria sering kali di identitikan dengan pribadi yang kuat,
tegas dan pantang menangis. Pandangan seperti ini secara tidak sadar telah
memengaruhi sikap dan perilaku pria pada umumnya. Umumnya, para prialah yang
mendominasi berbagai pertikaian dan perselisihan di dunia ini dan pandangan
tadi kemudian membuat pria kerap bertindak tidak terkendali karena ingin
terlihat kuat, tegar dan pantang menangis.
Kita sering melakukan
tindakan emosional yang mengatasnamakan “saya pria, saya harus menang dan tidak
boleh diremehkan!” dan akhirnya tindakan kita lebih banyak membawa kita pada
penyesalan yang menyakitkan dan membuat diri kita malu dikemudian hari.
Sebetulnya, ketika semuanya itu terjadi, semuanya akan kalah dan tidak akan
mendapatkan apa-apa, seperti pepatah yang kita dengar “menang jadi arang
kalah jadi abu”
Sekali lagi saya
tegaskan, tidak ada alas an karena kita pria atau wanita, kita harus bertindak
secara emosional yang membabi buta dan berujung pada kemarahan dan akan
berumuara pada penyesalan. Kita dapat membuat pilihan dan Tuhan telah
menciptakan kita dengan begitu luar biasa dengan kemampuan menimbang dan mempu
menilai apakah suatu tindakan itu baik atau buruk, berguna atau tidak berguna.
C. Harga
Diri
Harga diri merupakan
kecendrungan seseorang dalam memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap,
mampu dan memiliki keunggulan dan kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan
hidup yang mendasar. Dalam bukunya “manage your mind for success” Adi
Gunawan mengatakan bahwa harga diri seseorang akan menentukan semangat,
antusiasme dan motivasi diri. Harga diri adalah salah satu penentu prestasi dan
keberhasilan. Singkatnya, harga diri menjadi kekuatan yang sangat luar biasa
alam menjalani dan memperjuangkan kesuksesan hidup seseorang. Harga diri
diibaratkan bensin yang siap mengobarkan semangat hidup seseorang, namun disisi
lain harga diri juga dapat menjadi air yang memadamkan langkah perjuangan
seseorang dalam meraih sukses. Hal ini bisa terjadi karena persepsi yang keliru
dalam menetapkan harga diri. Buktinya, harga diri kerap menjadi landasan utama
seseorang untuk melakukan tindakan emosional. Misalnya ketika sedang marah, ada
orang yang berujar, “enak saja aku mengalah. Dimana harga diri ku? aku akan beri
ia pelajaran setimpal perbuatannya pada ku!” hal seperti ini patut disayangkan
sebab orang tersebut tidak mengetahui dengan benar apa arti harga diri yang
sesungguhnya. Ia berfikir harga diri akan didapatkan jika orang lain mau
mengakui dan memahami dirinya. Akibatnya, ia cendrung melakukan pemaksaan
kepada orang lain agar mau mengakui dirinya. Hal ini akan semakin diperparah
lagi jika ia mengalami berbagai bentuk tekanan dari lingkungan.
Ada suatu analogi
menarik bila kita melihat sebuah batu besar disebuah sungai. Batu itu
perlahan-lahan akan terkikis dan mengecil bahkan sampai hancur lebur karena
arus air melewatinya secara terus menerus. Artinya ketika akan
mengaktualisasikan harga diri kepada orang lain, kita tidak perlu melakukan
tindakan emosional yang tidak terkendali. Pengakuan harus di perjuangkan bukan
dipaksakan, karena orang yang kita paksa untuk mengakui lewat tindakan yang
cendrung emosional itu menghendakinya. Pengakuan harga diri bisa juga kita
dapatkan dari hasil dan prestasi kerja keras kita. Ingat kita tidak mungkin
membuat semua orang senang kepada kita. Dan, sebaliknya, tidak semua orang
dapat membuat kita menjadi senang dan setuju kepada meraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis pendapat atau kritik dan saran Anda...
Terimakasih