Kehidupan masyarakat dunia dewasa ini
diliputi problema kemiskinan dan kesenjangan sosial yang amat mencolok.
Solidaritas yang diajarkan Islam merupakan modal sosial yang efektif dan
praktis untuk menimbun jurang yang memisahkan antara golongan kaya dan berpunya
(the have) dengan golongan miskin dan
tidak berpunya (the have not) yang
dalam sejarah dunia selalu menjadi salah satu sumber pertentangan bahkan
peperangan.
Meski Ramadhan telah berlalu, akan
tetapi nilai-nilai ibadah puasa sebagai pendidikan (tarbiyah) Ilahi kepada hamba-Nya harus terpatri dan memberi dalam
kehidupan sehari-hari. Dewasa ini kita merasakan kuatnya arus kehidupan yang
mengutamakan materi. Masing-masing orang sibuk mengejar kekayaan dan kedudukan.
Manusia tidak lagi dihargai karena ketinggian akhlak, kedalaman ilmu dan
keluhuran budi pekertinya, tapi dari kekayaan, jabatan dan keturunannya.
Pengaruh materialisme yang mengepung kita dari segenap penjuru hanya dapat
ditanggulangi dengan keteguhan iman yang terbentuk melalui pendidikan puasa.
Rekonstruksi Mental dan Revitalisasi Moral.
Dengan semangat Idul Fitri sebagai rekonstruksi mental dan revitalisasi moral,
marilah kita kembali kepada fitrah (kesucian asal kita, kesucian fitrah yang
hanif), yang dengan tulus mencari dan mengikuti kebaikan dan kebenaran. Mari
tanamkan takwa dalam diri kita, yang berarti menyadari kehadiran Allah SWT dan
pengawasan-Nya dalam segala kegiatan kita. Mari kita lawan godaan setan yang
selalu mendorong nafsu serakah dan ketidak-pedulian terhadap sesama.
Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan
fitrah, sebagia mana Rasulullah SAW
bersabda: Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Lalu dia berkata; Bacalah oleh kalian firman Allah yg berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah itulah agama yang lurus.' (QS. Ar Ruum (30): 30). [HR. Muslim No.4804].
bersabda: Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Lalu dia berkata; Bacalah oleh kalian firman Allah yg berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah itulah agama yang lurus.' (QS. Ar Ruum (30): 30). [HR. Muslim No.4804].
Fitrah berasal dari akar kata bahasa Arab
yang berarti membuka atau menguak. Fitrah sendiri mempunyai makna asal
kejadian, keadaan yang suci dan kembali ke asal. Dalam Islam
terdapat konsep bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah
dalam hal ini berarti bayi dilahirkan dalam keadaan suci, tidak memiliki dosa
apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, mempunyai makna ia mencari
kesucian dan keyakinannya yang asli, sebagaimana pada saat ia dilahirkan.
Dengan demikian Agama Islam sesuai dengan fitrah manusia. Ini dibuktikan dalam moral Islam
yang bertumpu pada kepercayaan “ Tauhid” dalam hidup dan kehidupan
manusia, dalam wujud dan bentuk bidup dan kehidupan yang semata-mata untuk
beribadah kepada Allah SWT. Dalam arti yang luas dan penuh, seperti makna
pengertian ibadah dalam islam, “ibadah adalah Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala
perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan yang di izinkan-Nya.
Ibadah dibagi kedalam dua bagian, yaitu: Pertama,
Ibadah khusus (makhdah) ialah apa
yang telah ditetapkan Allah perinciannya, tingkah dan tatacaranya
tertentu. Contoh shalat, zakat, puasa, haji. Kedua, Ibadah umum (ghairo
makhdah) ialah segala amalan yamg di izinkan oleh Allah SWT. termasuk
segala aktivitas manusia mengandung unsur ibadah, bila diniatkan dengan
ikhlas karena Allah SWT.
Hal
ini tercermin dalam hidup kita,pada saat hendak melaksanakan
shalat.”Sesungguhnya shalatku ,ibadahku,hidupku,dan matiku hanya untuk Allah,
Tuhan semesta alam.Tiada sekutu bagiNya,dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri kepada
Allah”.Q.S.Al An’am [06]: 162-163.
Bila
direnungkan dengan mata batin yang mendalam, kemudian dipakai daya nalar dengan
pikiran yang tajam, akan disadari betapa kehadiran manusia di muka bumi ini
bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan merupakan kreasi terindah dari Al Khalik. Manusia dilahirkan sebagai
khalifah, yang harus mampu mengubah dunia menjadi “Alam abdiyah yang terang
benderang” karena peran manusia sebagai rahmatan
lil ’ alamin. Konsekuensi logisnya bahwa kehadiran manusia dimuka bumi
harus memberi manfaat bagi lingkungan, menjadi regulator, memberi kesejukan dan
menyejukan arah kehidupan yang terang benderang (Q.S. Al Ahzab [3]: 46).
Tidak
ada amal yang patut diacungi jempol di dunia, selain sikap tanggap dan cepat
bertindak di saat orang lain memerlukan pertolongan. Tidak ada pekerjaan yang
bisa menyelamatkan dan dibanggakan di akhirat kecuali pekerjaan yang dilakukan
dengan ikhlas. Responsif adalah ciri khas dari akhlak Rasulullah. Keteladanan
dan langsung turun kebawah adalah kepribadian Rasullulah. Pepatah menyatakan: Lisanul
haali afshahu min lisaanil maqaal (berbuat nyata lebih membekas di hati
daripada kata -kata). Beliau sangat tegas terhadap penyimpangan, tetapi
disampaikan dengan santun dan dengan tutur kata yang lemah lembut. Beliau penuh
kasih sayang terhadap sesama, memberikan pujian kepada orang yang berprestasi
dan berbuat baik, mencela orang yang berbuat aib dan merusak tatanan.
Allah
SWT menciptakan langit dan bumi bukan tanpa maksud (iradah). Diciptakan
bumi dan isinya untuk manusia. Bagaimana manusia mampu mengelola dan
mendapatkan manfaat, di situlah letaknya tantangan bagi manusia. Ketika
seseorang mampu menyelesaikan tantangan dan merobah sesuatu menjadi lebih baik
serta melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan umat manusia, maka dialah yang
layak mendapatkan penilaian terbaik dari Allah sebagaimana dalam Q.S.Al Kahfi,
18: 7, yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa
yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya. Kami menguji mereka, siapakah yang
terbaik diantara mereka (perbuatannya).”
Sebagai
pemakmur, manusia dalam melaksanakan tugasnya, perlu pengenalan dan penguasaan
ilmu pengetahuan berupa : Pertama, mengenal
bumi yang menjadi lingkungan wilayah yuridisnya. Kedua, mengenal dan menggali rahasia-rahasia alam dan hukum yang
ada di balik alam (takdir) dan hokum Allah yang tersembunyi (sunatullah),
dan Ketiga, menjaga dan memelihara
bumi dari kerusakan termasuk pencemaran lingkungan. Mandat sebagai khalifah , manusia
bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup di muka bumi. Oleh karena itu
setiap manusia agar tidak kehilangan jati dirinya wajib menyingsingkan lengan
untuk mengelola, memakmurkan bumi sekaligus melestarikannya. Firman Allah dalam
Q.S. Hud [11]: 61 ”… Dia telah mencitakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya. Karena itu mohonlah ampunannya, kemudian
bertobatlah kepadaNya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatNya) lagi memperkenankan
(do’a hambaNya).
Kembali
ke fitrah sebagai insan yang bertauhid, isi ajaran agama Islam mendorong dan
membangkitkan semangat inovatif bagi pemeluknya. Mengubah yang statis menjadi
dinamis, terus bergerak maju memberantas kebodohan dan mengikis
keterbelakangan. Karena itu seorang muslim yang berhasil dan sukses bukanlah
mereka yang sanggup memikul tanggung jawab kepada keluarga semata. Muslim yang
sukses adalah orang yang hidupnya produktif, mampu menggerakan lingkungan
tempat tinggalnya untuk maju, dan keberadaannya bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan
(rahmatan lil ‘ alamin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis pendapat atau kritik dan saran Anda...
Terimakasih