Rabu, 30 Juli 2014

KEMBALI KE FITRI



Kehidupan masyarakat dunia dewasa ini diliputi problema kemiskinan dan kesenjangan sosial yang amat mencolok. Solidaritas yang diajarkan Islam merupakan modal sosial yang efektif dan praktis untuk menimbun jurang yang memisahkan antara golongan kaya dan berpunya (the have) dengan golongan miskin dan tidak berpunya (the have not) yang dalam sejarah dunia selalu menjadi salah satu sumber pertentangan bahkan peperangan.
Meski Ramadhan telah berlalu, akan tetapi nilai-nilai ibadah puasa sebagai pendidikan (tarbiyah) Ilahi kepada hamba-Nya harus terpatri dan memberi dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini kita merasakan kuatnya arus kehidupan yang mengutamakan materi. Masing-masing orang sibuk mengejar kekayaan dan kedudukan. Manusia tidak lagi dihargai karena ketinggian akhlak, kedalaman ilmu dan keluhuran budi pekertinya, tapi dari kekayaan, jabatan dan keturunannya. Pengaruh materialisme yang mengepung kita dari segenap penjuru hanya dapat ditanggulangi dengan keteguhan iman yang terbentuk melalui pendidikan puasa.
Rekonstruksi Mental dan Revitalisasi Moral. Dengan semangat Idul Fitri sebagai rekonstruksi mental dan revitalisasi moral, marilah kita kembali kepada fitrah (kesucian asal kita, kesucian fitrah yang hanif), yang dengan tulus mencari dan mengikuti kebaikan dan kebenaran. Mari tanamkan takwa dalam diri kita, yang berarti menyadari kehadiran Allah SWT dan pengawasan-Nya dalam segala kegiatan kita. Mari kita lawan godaan setan yang selalu mendorong nafsu serakah dan ketidak-pedulian terhadap sesama.
Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah, sebagia mana Rasulullah SAW
bersabda:
Seorang  bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Lalu dia berkata; Bacalah oleh kalian firman Allah yg berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah itulah agama yang lurus.' (QS. Ar Ruum (30): 30). [HR. Muslim No.4804].
Fitrah berasal dari akar kata bahasa Arab yang berarti membuka atau menguak. Fitrah sendiri mempunyai makna asal kejadian, keadaan yang suci dan kembali ke asal. Dalam Islam terdapat konsep bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah dalam hal ini berarti bayi dilahirkan dalam keadaan suci, tidak memiliki dosa apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, mempunyai makna ia mencari kesucian dan keyakinannya yang asli, sebagaimana pada saat ia dilahirkan. Dengan demikian Agama Islam sesuai dengan fitrah manusia. Ini dibuktikan dalam moral Islam yang bertumpu pada kepercayaan  “ Tauhid” dalam hidup dan kehidupan manusia, dalam wujud dan bentuk bidup dan kehidupan yang semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam arti yang luas dan penuh, seperti makna pengertian ibadah dalam islam, “ibadah adalah Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan yang di izinkan-Nya. Ibadah dibagi kedalam dua bagian, yaitu:  Pertama, Ibadah khusus (makhdah) ialah apa yang telah ditetapkan Allah  perinciannya, tingkah dan tatacaranya tertentu. Contoh shalat, zakat, puasa, haji. Kedua, Ibadah umum (ghairo makhdah)  ialah segala amalan yamg di izinkan oleh Allah SWT. termasuk segala  aktivitas manusia mengandung unsur ibadah, bila diniatkan dengan ikhlas karena Allah SWT.
Hal ini tercermin dalam hidup kita,pada saat hendak melaksanakan shalat.”Sesungguhnya shalatku ,ibadahku,hidupku,dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.Tiada sekutu bagiNya,dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri kepada Allah”.Q.S.Al An’am [06]: 162-163.
Bila direnungkan dengan mata batin yang mendalam, kemudian dipakai daya nalar dengan pikiran yang tajam, akan disadari betapa kehadiran manusia di muka bumi ini bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan merupakan kreasi terindah dari Al Khalik. Manusia dilahirkan sebagai khalifah, yang harus mampu mengubah dunia menjadi “Alam abdiyah yang terang benderang” karena peran manusia sebagai rahmatan lil ’ alamin. Konsekuensi logisnya bahwa kehadiran manusia dimuka bumi harus memberi manfaat bagi lingkungan, menjadi regulator, memberi kesejukan dan menyejukan arah kehidupan yang terang benderang (Q.S. Al Ahzab [3]: 46).
Tidak ada amal yang patut diacungi jempol di dunia, selain sikap tanggap dan cepat bertindak di saat orang lain memerlukan pertolongan. Tidak ada pekerjaan yang bisa menyelamatkan dan dibanggakan di akhirat kecuali pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas. Responsif adalah ciri khas dari akhlak Rasulullah. Keteladanan dan langsung turun kebawah adalah kepribadian Rasullulah. Pepatah menyatakan: Lisanul haali afshahu min lisaanil maqaal (berbuat nyata lebih membekas di hati daripada kata -kata). Beliau sangat tegas terhadap penyimpangan, tetapi disampaikan dengan santun dan dengan tutur kata yang lemah lembut. Beliau penuh kasih sayang terhadap sesama, memberikan pujian kepada orang yang berprestasi dan berbuat baik, mencela orang yang berbuat aib dan merusak tatanan.
Allah SWT menciptakan langit dan bumi bukan tanpa maksud (iradah). Diciptakan bumi dan isinya untuk manusia. Bagaimana manusia mampu mengelola dan mendapatkan manfaat, di situlah letaknya tantangan bagi manusia. Ketika seseorang mampu menyelesaikan tantangan dan merobah sesuatu menjadi lebih baik serta melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan umat manusia, maka dialah yang layak mendapatkan penilaian terbaik dari Allah sebagaimana dalam Q.S.Al Kahfi, 18: 7, yang artinya: “Sesungguhnya  Kami  telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya. Kami menguji mereka, siapakah yang terbaik diantara mereka (perbuatannya).”
Sebagai pemakmur, manusia dalam melaksanakan tugasnya, perlu pengenalan dan penguasaan ilmu pengetahuan berupa : Pertama, mengenal bumi yang menjadi lingkungan wilayah yuridisnya. Kedua, mengenal dan menggali rahasia-rahasia alam dan hukum yang ada di balik alam (takdir) dan hokum Allah yang tersembunyi (sunatullah), dan Ketiga, menjaga dan memelihara bumi dari kerusakan termasuk pencemaran lingkungan. Mandat sebagai khalifah , manusia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup di muka bumi. Oleh karena itu setiap manusia agar tidak kehilangan jati dirinya wajib menyingsingkan lengan untuk mengelola, memakmurkan bumi sekaligus melestarikannya. Firman Allah dalam Q.S. Hud [11]: 61 ”… Dia telah mencitakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya. Karena itu mohonlah ampunannya, kemudian bertobatlah kepadaNya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatNya) lagi memperkenankan (do’a hambaNya).
Kembali ke fitrah sebagai insan yang bertauhid, isi ajaran agama Islam mendorong dan membangkitkan semangat inovatif bagi pemeluknya. Mengubah yang statis menjadi dinamis, terus bergerak maju memberantas kebodohan dan mengikis keterbelakangan. Karena itu seorang muslim yang berhasil dan sukses bukanlah mereka yang sanggup memikul tanggung jawab kepada keluarga semata. Muslim yang sukses adalah orang yang hidupnya produktif, mampu menggerakan lingkungan tempat tinggalnya untuk maju, dan keberadaannya bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan (rahmatan lil ‘ alamin).