Senin, 03 Mei 2010

Hak Kaum Miskin Atas Pendidikan Dan Peran Pendidikan Life Skill

Penghianatan terhadap Hak Asasi Manusia adalah keburukan nyata yang dialami oleh ribuan anak yang putus sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Ditengah kemegahan dan kemewahan sang penguasa.
Ditengah situasi ketidak berdayaan ekonomi masyarakat menengah kebawah, terdapat banyak warga negara yang belum dapat menikmati bangku sekolah. Pergeseran orientasi pelayanan publik, seperti : pendidikan semakin sulit diakses, terlebih ekspansi pasar demi kepentingan bisnis kian menyulitkan masyarakat. Sebenarnya hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, lebih berhubungan dengan kebijaksanaan pendidikan dari pemerintah manapun didunia ini ialah mensejahterakan rakyatnya, termasuk menyediakan peluang pendidikan secara luas dan merata, serta dapat diakses secara mudah oleh masyarakat apapun.
Mengacu UU HAM Nomer 39 Tahun 1999 Pasal 12, amanat konstitusi yang mengesahkan kehendak warga negara untuk mengenyam pendidikan. UU tersebut merupakan penjabaran dari pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 serta ketetapan MPR Nomor TAP VVII/MPR/1999. Diantara banyak muatan yang dijamin dalam UU HAM tersebut, terdapat pasal 12 (bagian BAB III tentang Hak Mengembangkan Diri, pasal 11-16) yang merupakan bagian dari hak asasi warga negara yang sampai saat ini masih menjadi buah bibir, dimana masih terdapat pengingkaran hak asasi tentang mereka yang tidak bisa menikmati pendidikan. Hakikatnya, kelahiran UU tersebut adalah manifestasi bahwa hak pendidikan telah melekat pada semua orang. Manusia dilahirkan dengan hak hidup dan hak lainnya yang melekat dalam dirinya.
Pendidikan diyakini sebagai mekanisme untuk melakukan mobilitas vertikal secara cepat. Karena itu, berbagai upaya yang mengarah pada peningkatan akses pendidikan bagi kaum miskin dilakukan banyak negara. Jika anda ingin memetik hasil setahun, maka tanamlah sayuran, jika anda ingin menuai hasil 10 tahun, tanamlah buah-buahan. Tapi bila ingin menikmati hasil 100 tahun, maka tanamlah manusia.
Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan dan kehidupan telah menyatu dalam sebuah kerangka filosofis, yakni proses bagaimana manusia mengenal diri dengan segenap potensi yang dimiliki dan memahami apa yang tengah dihadapinya dalam realitas kehidupan ini. Sadari bersama, tidak saja kualitas pendidikan yang harus diperhatikan oleh pemerintah tapi juga hak akses terhadap pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak hidup, seperti pekerjaan, kesehatan dan ketentraman.
UUD 1945 alinea ke empat berbunyi “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” mengamanatkan kepada pemerintah Negara Republik Indonesia untuk melayani dan membantu terselengaranya pendidikan Nasional . Begitu juga dengan pasal 31 ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan .
Dinamika kehidupan manusia terjadi karena dorongan kebutuhan hidup dan adanya pengembangan potensi akal pada manusia. Apapun bentuk dinamikanya, keinginan mayoritas manusia adalah terpenuhi semua kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan individual (sandang, pangan, papan) maupun kebutuhan kolektif masyarakat (pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Ini artinya, apabila kebutuhan dasar penghidupan tidak terpenuhi, maka akan banyak persoalan yang muncul. Seperti masalah pengangguran dan kemiskinan.
Angka pengangguran terbuka diIndonesia perAgustus 2008 mencapai 9,39 juta jiwa, sedangkan sekitar 30.6 juta orang oleh BPS dimasukan dalam kategori setengah menganggur, sedangkan angka kemiskinan masih berjumlah 34,96 juta orang (15,42 persen).
Dalam hal ini peran pendidikan life Skill Sebagai Pendekatan Pembelajaran sangatlah penting untuk menunjang kebutuhan primer maupun sekunder setiap manusia, sehingga pendidikan dilihat sebagai gerbang menuju keberhasilan.
Life Skill (Kecakapan Hidup)
Adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya. Macam-macam Life Skill diantaranya sbb :

1. Personal Skill
- Kesadaran sebagai makhluk Tuhan
- Kesadaran akan eksistensi diri
- Kesadaran akan potensi diri
2. Thinking Skill
- Kecakapan menggali dan mengolah informasi
- Kecakapan memecahkan masalah
- Kecakapan mengambil keputusan
3. Sosial Skill
- Kecakapan komunikasi lisan
- Kecakapan kumunikasi tulis
- Kecakapan bekerjasama
4. Vokational Skill (Kecakapan Kejuruan)
Terkait bidang pekerjaan tertentu diantaranya Sbb :
- Keterampilan
- Kesenian
- Komputer
Relevan kiranya merujuk pendapat Coomans, bahwa hak atas pendidikan adalah hak yang memberdayakan. Secara efektif, pendidikan akan memberi pengaruh langsung bagi penikmatan dan pemenuhan hak-hak lainnya. Baginya, pemenuhan terhadap pendidikan adalah pemenuhan bagi jati diri dan kemartabatan manusia. Pendidikan adalah pemenuhan bagi jati diri dan kemartabatan manusia . Amartya Seen mengumandangkan bahwa pendidikan adalah batu loncatan (steeping stones) untuk mengentas kemiskinan.

Senin, 29 Maret 2010

PEMUKULAN DALAM PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN
Sesuai dengan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjelaskan , bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dalam Al Qur ‘an surat At Tahrim ayat 6 Allah berfirman :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada para orang tua supaya menjaga dan mendidik anak – anaknya, agar terhindar dari segala hal yang merusak diri nya, yang menyebabkan lemah fisik maupun mentalnya bahkan yang paling berat menjadi beban masyarakat. Ini artinya Islam sangat menekankan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Saat ini memang telah banyak penyelenggaraan pendidikan dimana – mana serta merata kesemua wilayah mulai dari perkotaan sampai ke pedesaan. Tetapi tidak dapat di pungkiri, didalam dunia pendidikan terjadi kekerasan yang kekerasan tersebut merupakan bagian dari model atau metode pengajaran seperti memukul pakai rotan dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya tentang boleh tidak nya model atau metode pengajaran dengan kekerasan, sedikit akan diuraikan dalam makalah ini.




PEMBAHASAN
Pemukulan dalam Pembelajaran Perspektif Islam
Sebagai agama yang ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, Islam telah mengatur pula masalah pendidikan. Ini tercermin dalam firman Allah SWT surat At Tahrim ayat 6 dan As Syu ’ara ayat 214

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (At Tahrim : 6)
Artinya : Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (As Syu ’ara :214)
Ayat – ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada para orang tua supaya menjaga dan mendidik anak – anaknya, agar terhindar dari segala hal yang merusak diri nya, yang menyebabkan lemah fisik maupun mentalnya bahkan yang paling berat menjadi beban masyarakat. Ini artinya Islam sangat menekankan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi teladan, apa dan bagaimana memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak. Karenanya, adalah sebuah kemestian, seseorang yang menghendaki pendidikan anaknya membuahkan hasil terbaik untuk meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا .
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Bagi seorang muslim wajib hukumnya meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, termasuk dalam masalah pendidikan. Islam tidak akan menolerir model-model pendidikan yang meracuni anak didik dengan nilai-nilai kesyirikan, kekufuran, kerusakan akhlak seta kekerasan dalam mendidik.
Bagaimana model pendidikan yang diterapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Yang utama sekali ditanamkan adalah menyangkut masalah tauhid, mengenyahkan kesyirikan. Tauhid menjadi awal dan dasar bagi pendidikan. Diungkapkan Ibnul Qayyim rahimahullahu, anak-anak yang telah mencapai kemampuan berbicara, ajarilah mereka (dengan menalqinkan) kalimat La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah. Jadikanlah apa yang diperdengarkan kepada mereka adalah tentang pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala (ma’rifatullah) dan mentauhidkan-Nya. Didik juga anak-anak bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa bersama mereka, di mana saja mereka berada. (Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud, hal. 389).
Segaris dengan hal di atas, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu pun menekankan pula, bahkan mewajibkan, untuk setiap muslim membekali diri dengan ilmu yang terkait dengan pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan oleh Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah, pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala meliputi perkara keberadaan-Nya, rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma wa shifat-Nya. (Ithaful ‘Uqul bi Syarhi Ats-Tsalatsatil Ushul, hal. 8)
Kenalkanlah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada anak-anak semenjak dini. Kenalkan melalui metode yang bersifat praktis dan mudah dipahami anak-anak. Satu di antara metode itu adalah dengan tanya jawab bukan dengan cara kekerasan.
Pendidikan anak lainnya yang ditekankan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membaguskan semangat anak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Anak dihasung untuk senantiasa melatih diri beribadah. Hingga pada masanya, anak tumbuh dewasa, dirinya telah memiliki kesadaran tinggi dalam menunaikan kewajiban ibadah. Di antara perintah yang mengharuskan anak dididik untuk menunaikan yang wajib, seperti hadits dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anak kalian menunaikan shalat kala mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) kala usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Sunan Abi Dawud no. 495. Asy-Syaikh Al-Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits ini hasan shahih).
Yang dimaksud menyuruh anak-anak, meliputi anak laki-laki dan perempuan. Mereka hendaknya dididik bisa menegakkan shalat dengan memahami syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Jika hingga usia sepuluh tahun tak juga mau menegakkan shalat, maka pukullah dengan pukulan yang tidak keras dan tidak meninggalkan bekas, serta tidak diperkenankan memukul wajah. (Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, 2/114).
Dan dari hadits tersebut terlihat jelas bagaiman tahapan dan cara seorang orang tua dalam memberikan pukulan dalam hal pembelajaran sholat. Orang tua tidak serta merta langsung memukul anak melainkan menyuruh dulu pada usia 7 tahun, dan baru memukul bila usia sudah sepuluh tahun itu pun ada cara dan bagian tertentu yang di pukul tidak sewenang – wenang. Karena islam sangat menganjurkan untuk menyayangi dan mendidik anak.
Untuk mengarahkan anak tekun dalam beribadah memerlukan pola yang mendukung ke arah hal tersebut. Seperti, diperlukan keteladanan dari orangtua dan orang-orang di sekitar anak. Perilaku orangtua yang ‘berbicara’ itu lebih ampuh dari lisan yang berbicara. Anak akan melakukan proses imitasi (meniru) dari apa yang diperbuat orangtuanya.
Pendukung lainnya yang diperlukan agar anak tekun beribadah adalah mengondisikan lingkungan atau suasana ke arah hal itu. Manakala tiba waktu shalat, maka seluruh anggota keluarga menyiapkan diri untuk shalat. Tak ada satu orang pun yang masih santai dan tidak menghiraukan seruan untuk shalat. Kalau ada anggota keluarga yang tidak bisa memenuhi segera seruan tersebut atau berhalangan, maka hal itu harus dijelaskan kepada anak. Sehingga anak memahami sebagai hal yang dimaklumi secara syar’i. Pendukung lainnya, seperti pemberian hadiah manakala mau beribadah secara tekun, memberikan sanksi atau hukuman yang mendidik dan menimbulkan efek jera bagi anak yang malas beribadah, menghilangkan hal-hal yang jadi penyebab anak malas ibadah, dan lain-lain.
Orangtua atau pendidik yang baik, akan senantiasa memerhatikan masalah interaksi dan komunikasi antara orangtua dan anaknya. Mendidik bukan semata mentransfer ilmu kepada anak. Lebih dari itu, bagaimana anak tersebut mengamalkan ilmunya secara benar dan berkesinambungan. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara orangtua, anak, dan pendidik, di suatu lembaga pendidikan mutlak diperlukan. Karena anaknya sudah di pesantren, lantas orangtua tidak mau peduli kepada anaknya. Tak pernah berkomunikasi dan berinteraksi dengan sang anak. Ini adalah sikap tidak tepat. Begitu pula lembaga pendidikan di mana sang anak menimba ilmu, bisa menjadi jembatan komunikasi antara orangtua dan anak. Ini semua sebagai upaya menyongsong pendidikan anak yang lebih baik.
Hikmah yang bisa dipetik dari perintah mendidik anak untuk shalat sejak usia tujuh tahun dan apabila sudah usia sepuluh tahun di pukul apabila meninggalkan sholat yaitu adanya penanaman ilmu tentang shalat itu sendiri, adanya proses pelatihan dan pengondisian yang terus-menerus sehingga ritual shalat menjadi proses ibadah yang melekat kokoh pada anak. Begitu pula aspek pengamalan dalam masalah birrul walidain, selain penanaman ilmu, perlu proses melatih, mengondisikan, mendekatkan, dan mengikatkan suasana emosional anak dengan orangtuanya. Kepedulian, perhatian dan kasih sayang orangtua kepada anak merupakan nutrisi bagi ‘kesehatan’ jiwa anak. Sehingga diharapkan anak mengalami tumbuh kembang jiwa ke arah yang lebih baik. Lebih stabil secara emosional. Matang dalam bersikap dan dewasa dalam menghadapi masalah. Tidak reaksioner, meletup-letup dan kekanak-kanakan sehingga memperkeruh masalah yang ada.

Pemukulan dalam Pembelajaran Perspektif HAM
Untuk mewujudkan dan memajukan kehidupan suatu bangsa dan negara maka harus di adakan suatu proses pendidikan atau proses belajar. Tapi ironisnya kita di suguhi sebuah kondisi yang menunjukan lemahnya dunia pandidikan itu sendiri. Tidak sederhana memang untuk mewujudkan pendidikan yang ideal atau lebih maju dari sekarang. Dan itu menjadi tanggung jawab semua pihak tidak terkecuali pemerintah
UUD 45 mengamanatkan kepada negara untuk menjamin pendidikan warganya bahkan secara spesifik pasal 31 ayat 1 dan 2 menyebutkan hak warga negara memperoleh pandidikan dan pembiayaan pendidikan. Di samping itu, bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan bermutu, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan bermutu untuk semua.
Dan juga sesuai dengan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjelaskan , bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu untuk semua, tidak lah mudah dan itu menjadi tanggung jawab semua pihak khususnya dunia pendidikan itu sendiri.
Tetapi dalam dunia pendidikan sedikit tercoreng oleh seseorang guru atau oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab yang melakukan kekerasan berupa pemukulan dalam kegiatan belajar mengajar khususnya dilingkungan sekolah. Kekerasan disini yang di maksud, kekerasan yang sudah kelewat batas dan menjurus ketindakan kriminal. Tindakan tersebut tidak mencerminkan sikap kearifan seorang guru dalam memberikan sifat teladan bagi siswa dan bertentangan dengan amanat undang – undang nomor 23 tahun 2002. Memang guru juga manusia yang punya akal dan pikiran untuk berpikir serta mempunyai kesabaran dalam menghadapi suatu masalah. Dan tidak menutup pula bahwa pemukulan yang di lakukan oleh seorang guru di akibatkan oleh ulah siswa itu sendiri.
Kalau melihat fenomena model pembelajaran dengan cara pemukulan yang terjadi di lingkungan pendidikan baik formal maupun non formal ( pesantren dan sebagainya ) maka kita harus melihat dulu kebelakang tentang model dan sistem pembelajaran yang di lakukan oleh lembaga pendidikan tersebut. Memang ada suatu lembaga tertentu yang model pembelajaranya dengan pemukulan. Tetapi pemukulan disini sekedarnya saja yang bertujuan meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan menghilangkan sifat kemalasan bagi siswa itu sendiri.
Misal, dalam dunia pendidikan pesantren apabila seorang santri tidak mengerjakan suatu tugas dari ustadnya maka ia di pukul pakai rotan. Pemukulanya pun sekedarnya saja dan biasanya hanya bagian tangan atau kaki yang di pukul bukan bagian wajah. Karena Islam sangat melarang memukul bagian wajah. Pemukulan pada kaki atau tangan ini boleh – boleh saja selagi tidak berakibat fatal pada fisik atau keterlaluan yang bisa menjurus ketindakan kriminal. Apabila sudah ketindakan kriminal maka tidak boleh dan harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Karena negara melindungi akan hak asasi manusia sepenuhnya dan kita berada di negara hukum.
Tapi sebaliknya kalau melihat bentuk pemukulan dalam pembelajaran yang marak terjadi di lembaga pendidikan yang mana bentuk pemukulanya ke wajah atau bagian yang fital seperti perut yang berupa hantaman sudah bisa di kategorikan tindakan kriminal dan melanggar akan hak asasi manusia terutama anak didik untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Maka pelakunya harus diproses secara hukum. Disamping itu pemukulan semacam itu ( pemukulan di wajah dan perut ) bertentangan dengan amanat undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang penjaminan mutu pendidikan dan perlindungan anak. Untuk menanggulangi perbuatan tersebut supaya tidak lebih keterlaluan dan meluas maka pemerintah dan DepDik Nas harus bertindak tegas pada oknum yang melakukannya.

PENUTUP
Sebagai agama yang ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, Islam telah mengatur pula masalah pendidikan. Allah menyerukan kepada para orang tua supaya menjaga dan mendidik anak – anaknya, agar terhindar dari segala hal yang merusak diri nya. Islam sangat menekankan pendidikan.
Anak hendaknya dididik agar bisa menegakkan shalat dengan memahami syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Jika hingga usia sepuluh tahun tak juga mau menegakkan shalat, maka pukullah dengan pukulan yang tidak keras dan tidak meninggalkan bekas, serta tidak diperkenankan memukul wajah. Orang tua tidak serta merta langsung memukul anak sewenang – wenangnya.
Hikmah yang bisa dipetik dari perintah mendidik anak untuk shalat yaitu adanya penanaman ilmu tentang shalat itu sendiri, adanya proses pelatihan dan pengondisian yang terus-menerus sehingga ritual shalat menjadi proses ibadah yang melekat kokoh pada anak.
UUD 45 mengamanatkan kepada negara untuk menjamin pendidikan warganya. Sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan bermutu untuk semua dan juga sesuai dengan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak .
Model pembelajaran dengan cara pemukulan yang terjadi di lingkungan pendidikan harus dilihat dulu kebelakang tentang model dan sistem pembelajaran lembaga pendidikan tersebut. Memang ada suatu lembaga tertentu yang model pembelajaranya dengan pemukulan tetapi pemukulan disini sekedarnya.
Pemukulan dalam pembelajaran yang mengenai ke wajah atau bagian yang fital seperti perut yang berupa hantaman sudah bisa di kategorikan tindakan kriminal dan melanggar akan hak asasi manusia serta bertentangan dengan amanat undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dan undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang penjaminan mutu pendidikan dan perlindungan anak.

REFRENSI
Edukasi, Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan : Volume 5, Nomor 1, Januari-Maret 2007, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007
Edukasi, Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan : Volume 5, Nomor 2, April-Juni 2007, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007
Edukasi, Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan : Volume 5, Nomor 3, Juli-September 2007, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia, 1997

Senin, 15 Maret 2010

METODE PENELITIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Selain mempunyai objek tersendiri, psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri, juga mempunyai metode untuk mendafatkan fakta, kesimpulan, dugaan, hipotesis, teori dan dalil-dalil baru untuk memajukan, mengembangkan atau mengadakan pengujian dan pembuktian. Pekerjaan ilmiah dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kesangsian, memperoleh kebenaran dan ketetapan dalam memahami dan meramalkan tingkah laku individu khususnya dalam dunia kependidikan.
Dengan metode-metode ilmiah, kita berusaha menetapkan validasi atau derajat ketepatan peryataan, hipotesis, teori ataupun dali-dalil mengenai tingkah laku manusia melalui penilaian bukti-bukti yang objektif.

PEMBAHASAN

Di dalam kepustakaan, istilah metode mempunyai pengertian yang sama dengan prosedur, tata cara, alat, dan teknik. Pada makalah ini, pengertian metode atau prosedur lebih menekankan pada usaha untuk mendapatkan, mengembangkan, atau menguji pembuktian atau teori, hipotesis atau dugaan. Sedangkan tata cara, alat atau teknik lebih menekankan pada usaha untuk mendapatkan, atau membuktikan fakta atau data. Teknik lebih operasioanal, sedangkan metode lebih bersifat teoritis. Dengan demikian, teknik atau tata cara merupakan bagian dari metode.
Metode, seperti yang penyusun uraikan pada bagian makalah ini, dapat dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan. Dalam psikologi pendidikan metode-metode tertentu dipakai untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Metodelogi penelitian yang sesuai perspektif Islam, ilmu pengetahuan dapat dipandang sebagai gabungan antara pembacaan dari ayat qauliyah (berasal dari Al-Quran dan Hadist) dan ayat Kauniyah (berasal dari pembacaan alam semesta). Dengan demikian, pendekatan metodologis tafsir Al-Quran dan Hadist serta ilmu pengetahuan moderen pada umumnya. Metode tafsir merupakan upaya untuk membaca ayat qauliyah (landasan berfikir yang dipergunakan adalah Al-Quran dan Hadist), sementara metodelogi ilmu pengetahuan moderen merupakan upaya untuk membaca ayat kauniyah (membaca alam semesta untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih dalam).
Perlu dijelaskan disini bahwa setiap situasi dalam psikologi pendidikan membutuhkan pendekatan dengan cara tertentu sesuai dengan sifat dan hakikat dari pada situasi itu. Situasi yang berbeda membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Maka dari itu para ahli psikologi pendidikan dalam menjalankan tugasnya tidak selalu mempergunakan satu macam metode, tetapi mempergunakan dua macam metode atau lebih.
A.Macam-Macam Metode Penelitian Dalam Pendidikan
Pada umumnya para ahli psikologis pendidikan melakukan riset psikologis dibidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti :
1. Eksperimen
2. Kuesioner
3. Studi kasus
4. Penyelidikan Klinis
5. Observasi Naturalistik

1. Metode Eksperimen
Metode ini dapat dilaksanakan dilaboratorium atau lapangan. Dalam mempelajari suatu aktifitas atau proses tingkah laku, ekspeerimen merupakan suatu metode yang ideal untuk mendapatkan hubungan antar fakta. Bila kita membawa suatu masalah (problem) untuk mencari jawabannya, melalui kondisi tertentuyang diciptakan, berarti kita mengadakan eksperimen.
Pada dasarnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan eksperimenter (penelitian yang bereksperimen) didalam sebuah raboratorium atau ruangan tertentu lainnya. Teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan data yang akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata siswa ketika sedang membaca. Selain itu eksperimen dapat pula untuk mengukur kecepatan bereaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu. Alat utama yang paling sering dipakai dalam eksperimen pada jurusan psikologi pendidikan atau fakultas psikologi di universitas-universitas terkemuka adalah computer dengan pelbagai programnya seperti program cognitive psychology test.
Metode eksperimen sering digunakan dalam penelitian psikologi pendidikan dengan tujuan untuk menguji keabsahan dan kecermatan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari hasil temuan penelitian dengan metode lain. Contoh : apabila kesimpulan yang ditarik dari sebuah penelitian dengan metode observasi misalnya, menimbulkan keraguan atau masalah baru, maka dilakukan percobaan atau eksperimen.
Dalam penelitin eksperimental objek yang akan diteliti dibagi kedalam dua kelompok, yakni : kelompok percobaan (Eksperimental group), kelompok pembanding (control group). Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang yang tingkah lakunya diteliti dengan perlakuan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan dihimpun. Kelompok pembanding juga terdiri atas objek yang jumlah dan karakteristiknya sama dengan kelompok percobaan, tetapi tingkah lakunya tidak diteliti dalam arti tidak diberi perlakuan (treatment) seperti yang diberi kelompok percobaan. Setelah eksperimen usai, data dari kelompok pembanding, lalu dianalisis, ditafsirkan, dan disimpulakan dengan teknik statistik tertentu.

2. Metode Kuesioner
Metode kuesioner (questionnaire) lazim disebut sebagai surat menyurat (mail survey). Kuesioner disebut “mail survey” karena pelaksanaan penyebaran dan pengembaliannya sering dikirim ke dan dari responden melalui jasa pos.
Seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba (Try Out), caranya sejumlah kuesioner dibagi-bagikan kepada sejumlah orang tertentu yang memiliki karakteristik sama dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya, untuk memastikan apakah pertayaan-pertayaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan untuk dijawab, dan untuk memperoleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi penyempurnaan kuesioner tersebut. Contoh data yang dapat dihimpun dengan cara penyebaran adalah sebagai berikut :
a.Karakteristik pribadi siswa sepertu jenis kelamin, usia dan seterusnya tapi tidak termasuk nama.
b.Latar belakang siswa, seperti latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, Dsb.
c.Perhatkan siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
d.Faktor-faktor pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu.
e.Aplikasi (penerapan) mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari-hari siswa (seperti shalat dalam pelajaran Agama).
f.Pengaruh aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perikehidupan siswa.
3. Metode Studi Kasus
Study kasus (case study) ialah sebuah metode penelitian yang digunkan untuk memperoleh gambaran yang rinci mengenai aspek-aspek psikologi seorang siswa atau sekelompok siswa tertentu. Intrumen atau alat pengumpulan data (APD) yang digunakan dalam study kasus bias bermacam-macam terutama yang dapat mengungkapkan variabel yang sukar ditentukan dalam satuan jumlah tertentu (Tardif 1977)
Karena kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari hasil study kasus biasanya sulit dijadikan tolak ukur yang berlaku umum (digeneralisaikan), study terebut sering diikuti dengan investigasi dan survey lain yang berskala lebih besar. Tetapi, dalam hal subyek yang diteliti, study kasus relative sama dengan metode penyelidikan klinis yakni hanya terdiri atas seorang individu atau kelompok kecil individu.
4. Metode Penyelidikan Klinis
Pada mulanya, metode penyelidikan klinis atau sebut saja metode klinis (clinical method) hanya digunakan oleh para ahli psikologi klinis atau psikiater. Dalam metode ini terdapat prosedur diagnosis dan penggolongan penyakit klainan jiwa serta cara-cara memberi perlakuan pemulihan (psicological treatment) terhadap klainan jiwa tersebut.
Jean Pieget adalah yang mula-mula memanfaatkan metode penyelidikan klinis tersebut untuk kepentingan pendidikan. Pieget telah sering menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan cara yang unik yakni interaksi semu alamiah, (quasi-natural) antara peneliti dengan anak yang diteliti (Reber,1988).
Dalam hal pelaksanaan penggunaannya, peneliti menyediakan benda-benda dalam memberi tugas-tugas serta pertayaan tertentu yang boleh diselesaikan oleh anak secara bebas menurut persepsi dan kehendaknya.
Metode penyelidikdan klinis pada umumnya hanya diberlakukan untuk menyelidiki anak atau siswa yang mengalami penyimpangan psikologis tak terkecuali penyimpangan perilaku (maladaptive behavior / misbehavior ). Oleh karenanya, penggunaan sarana dan cara yang dikaitkan dengan metode tersebut selalu memperhatikan batas-batas kesanggupan siswa.
Sasaran yang akan dicapai oleh penelitian dengan penggunaan dengan metode klinis terutama untuk memastikan sebab-sebab timbulnya ketidak normalan perilaku seorang siswa atau sekelompok kecil siswa..
5. Metode Observasi Naturalistik
Metode observasi naturalistik (naturalistic observation) adalah sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada diluar objek yang diteliti atau ia tidak menempatkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masalah sikologis yang tidak dapat dieksperimenkan, terutama karena alasan etika, norma sosial, agama dan prikemanusiaan. Pada permasalahan demikian, para ahli hanya mampu mengadakan pengamatan (observasi) serta mencatat kejadian-kejadian untuk dianalisis, diteliti dan dicari kesimpulannya.
Dalam metode observasi tidak hanya berarti melihat dan memandang saja, tetapi mengamati secara teliti, slektif dan sistematis, sehingga semua aspek yang berperan dalam situasi tingkah laku dapat dicatat, dianalisis dan dihubungkan secara tepat untuk dijadikan suatu persyaratan, penilaian, kesimpulan, dugaan atau hipotesis.
Metode observasi naturalistik digunakan oleh psikolg sosial untuk meneliti peranan kepemimpinan dalam dalam sebuah masyarakat atau untuk meneliti sekelompok orang yang memerlukan terapi (perawatan dan pemulihan) yang bersifat kemasyarakatan. Selanjutnya metode ini juga digunakan oleh para psikolog perkembangan, para psikolog kognitif, dan para psikolog pendidikan.
Dalam hal penggunaannya bagi kepentingan penelitian psikologi pendidikan, seorang peneliti atau guru yang menjadi asistennya dapart mengaplikasikan metode observasi ilmiah itu lewat kegiatan pengajaran atau belajar-mengajar dalam kelas–kelas regurer, yakni kelas tetap dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara khusus. Selama proses belajar-mengajar berlangsung, jenis perilaku siswa yang diteliti (misalnya kecepatan membaca) dicatat dalam lembar format observasi yang khusus dirancang sesuai dengan data dan informasi yang akan dihimpun.

B.Manfaat Metode Penelitian Dalam Psikologi Pendidikan
Dalam dunia pendidikan pendidik dan peserta didik, mempunyai peran penting dalam upaya keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Begitu pula metode penelitian dalam psikologi pendidikan mempunyai pengaruh terhadap proses pembelajaran, khususnya interaksi antara guru dan murid yang baik, akan tercipta suasana belajar mengajar yang tentram dan nyaman.
Ada beberapa manfaat dari metode penelitian dalam dunia pendidikan yang dapat diambil dari keterangan diatas, yakni dengan adanya metode penelitian terhadap peserta didik (siswa- siswi), peserta didik (Guru) dapat mengetahui berbagai karekter sifat dan watak kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik, dengan mengetahui berbagai macam karakter yang dimiliki pesrta didik, Guru dapat memahami potensi dan gejala-gejala yang tengah dihadapi oleh peserta didik pada saat proses pembelajaran sekaligus dapat mengarahkannya ke hal-hal yang dapat membawa siswa kearah pembelajaran yang menyenangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

KESIMPULAN
Metode mempunyai pengertian yang sama dengan prosedur, tata cara, alat, dan teknik. Metode lebih menekankanp ada usaha untuk mendapatkan, mengembangkan, atau menguji pembuktian atau teori, hipotesis atau dugaan. Sedangkan tata cara, alat atau teknik lebih menekankan pada usaha untuk mendapatkan, atau membuktikan fakta atau data.
Pekerjaan ilmiah dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kesangsian, memperoleh kesangsian, memperoleh kebenaran dan ketetapan dalam memahami dan meramalkan tingkah laku individu. Dengan metode ilmiah, kita berusaha menetapkan validasi atau derajat ketepatan peryataan, hipotesis, teori ataupun dalil mengenai tingkah laku manusia melalui penilaian bukti-bukti objektif.
Pada umumnya para ahli psikologis pendidikan melakukan riset psikologis dibidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapametode penelitian tertentu seperti :
1. Eksperimen
2. Kuesioner
3. Studi kasus
4. Penyelidikan Klinis
5. Observasi Naturalistik
Beberapa manfaat dari metode penelitian dalam dunia pendidikan yang dapat diambil dari keterangan diatas, yakni dengan adanya metode penelitian terhadap peserta didik (siswa- siswi), peserta didik (Guru) dapat mengetahui berbagai karekter sifat dan watak kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik. Guru dapat mengetahui sekaligus mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik.

Rabu, 24 Februari 2010

filsafat Aksiologi

Aksiologi
Aksiologi adalah studi filosofis tentang hakikat nilai atau studi yang menyangkut segala yang bernilai.
· Makna Nilai
Hidup bermakna gerak, manusia bertindak, berlaku dan berbuat. Dibelakang tiap tindakan dan laku perbuatan selalu ada motif. Manusia bertindak, karena ada sesuatu yang ingin dicapainya. Kalau yang ditujunya itu tercapai, puasla dia. Kepuasan terjadi, kalu sesuatu di pandang berharga tercapai. Tiap yang dipandang berharga mengandung nilai. Maka manusia dalam tindakan dan laku perbuatan digerakan oleh nilai-nilai.
Soal Nilai adalah soal filsafat, dibelakang tindakan individu dan masyarakat adalah soal nilai.Jelaslah pula, bahwa dibelakang tindakan dan laku perbuatan yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari selalu kita bertemu dengan filsafat. Tindakan atau barang menjadi menjadi berharga, kalu ia dipandang bernilai, kalau nilai itu terujud, yaitu tindakan itu terjadi atau barang itu diperdapaf, puaslah kita.
Nilai itu ideal, bersifat ide. Karena itu ia abstrak, tidak dapat disentuh oleh panca indra, yang dapat di tangkap adalah barang atau laku perbuatan yang mengandung nilai itu, karena itu nilai bukan soal benar atau salah, tetapi soal dikehendaki atau tidak, disenangi atau tidak. Kalau ada nilai kebudayaan, tentu ada nilai agama. Kebudayaan itu sendiri adalah perujudan nilai-nilai. Dipandang dari cirri-ciri agama langit Islam adalah agama langit. Dipandang dari pemikiran kebudayaan, kebudayaan Islam merupakan lanjutan dari agama. Dengan demikian Islam itu adalah agama dan kebudayaan. Kaum intelegensia Islam mendakwakan, bahwaq kitab sucinya bertahan otentik semenjak diturunkan, dan menentang orang yang meragukan untuk memberikan bukti tentang sebaliknya. Quran menggariskan tata nilai. Tata nilai itu adalah universal. Karena ditentukan oleh kekuasaan yang mutlak. Tuhan menggantungkan tata nilai itu bagi hambanya. Selama hamba-hambanya itu ada dan dimananpun adanya serta bilapun adanya, berlakulah tata nilai tersebut bagi mereka. Dengan demikian tata nilai itu mengatasi ruang dan waktu. Karena itulah bersifat Universal.
· Letak Nilai
Suatu barang bernilai, kalau ia berharga bagi kita, bagi orang lain yang tidak menghargainya ia tidak bernilai. Mas berharga bagi kita, tidak bernilai bagi orang Dayak. Sebungkah garam lebih berharga bagi mereka dari pada sebungkah mas. Tinta berharga bagi juru tulis, tidak bernilai bagi petani. Pupuk lebih berharga bagi petani, tidak bernilai bagi juru tulis.
Nilai timbul dalam hubungan antara subyek dan objek. Islam mengajarkan dua pokok hubungan yaitu :
- Hubungan antara manusia dan Tuhan
- Hubungan antara manusia dan manusia.
Seperti yang disuruh oleh Al-Qur’an Surat Ali Imran : 112
“ ditimpa kepada mereka kehinaan (hilang kekuasaan) dimana saja mereka berada, kecuali mereka yang menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia”.
Objek pertama adalah Tuhan dan objek kedua manusia sendiri. Dengan demikian nilai yang pertama timbul dalam berhubungan dengan Khalik dan kedua dengan sesama manusia, termasuk diri sendiri. Hubungan pertama membentuk system ibadat, yang kedua mu’amalat yang kita sebut social, yang isinya kebudayaan. Segala yang berhubungan dengan Tuhan yang diatur oleh ibadat mengandung nilai utama. Segala yang berhubungan dengan manusia, yang diatur oleh kebudayaan (social, ekonomi, politik, ilmu, seni, teknik, Filsafat) mengandung nilai yang kedua.
Sasaran agama adalah akhirat. Sasaran kebudayaan : dunia, kedua-duanya mengandung nilai : akhirat nilai utama, dunia nilai kedua. Yang utama mengendalikan yang kedua. Akhirat sebagai ujung mengendalikan dunia sebagai pangkal kehidupan, nilai baik dan buruk didunia mengarah kepada ketentuan nilai diakhirat.
· Alat Nilai
Alat kebenaran adalah budi dengan kerjanya berpikir, akan tetapi alat untuk menilai bukanlah budi, tetapi hati yang merasa. Apakah sesuatu bernilai atau tidak, perasaanlah yang memutuskan. Perasaan itu kerja atau aktifitas hati, Islam menyebut hati Qalbu. Baik dan buruk adalah putusan hati. Yang baik itu belum tentu benar atau yang benar itu belum tentu baik. Sekalipun ang ideal adalah manakala yang baik itu sekalian juga benar.
Sasaran hati adalah alam ideal, Aktivitas atau kerjanya disebut oleh umum yakni merasa. Perasaan membentuk penghayatan. Hukum rasa ialah untuk membentuk nilai-nilai positif, tapi belum tersusun dan belum dikenal umum seperti logika. Berpikir dengan hati dengan berfangkal dari subjek, disebut berfikir subjektif.
Sistem untuk hati ialah pendidikan, yang menerangi hati adalah agama, cahaya yang dipancarkan itu mempengaruhi penghayatan. Suatu Hadis memperingatkan betapa pentingnya peranan Hati (Qolbu) pada diri manusia :
“ Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, bila ia baik, baiklah organ badan seluruhnya dan bila ia rusak, binasalah organ badan seluruhnya, ketahuilah bahwa itulah hati (Qolbu)”
Jelaslah betapa besarnya peranan Qolbu itu. Dialah yang menggerakan budi bekerja. Dialah tenaga yang menggerakan kehidupan batin spiritual. Bersama-sama dengan budi ia membentuk cara merasa dan cara berpikir.

Minggu, 31 Januari 2010

PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN
Dengan memberikan warna kedinamisan dan kemajuan pada Ilmu pendidikan dan upaya pengembnagan, maka secara implicit terkandung harapan agar pendidikan dapat terhindar dari hal-hal yang konservatif atau statis. Terhadap hal-hal yang baru seyogyanya dikenai tinjauan yang kritis terlebih dahulu sebelum diadaptasikan .Semoga dengan cara dibawah ini sedikit banyak dapat dijadikan adanya kedinamisan
1.Dasar dan Fungsi
Sifat Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar filsafat pendidikan perlu diperhatikan nilai-nilai dasarnya. Terutama bila jika ditinjau dari nilai dan norma budaya. Demokrasi perlu ditamilkan dan diinkorporasikan kedalam pendidikan serta kebihinekatunggalikaan sosio-budaya sehingga harus diusahakan pemikiran konseptual yang dapat mencegah pemikiran yang menjurus kepada homogenitas.
2.Objek
Perluasan wawasan perlu dilakukan terhadap objek pormal. Kedinamisan wawasan perlu dikembangkan agar menjadi substansi perspektif yang luas dan integrative, misalnya demokrasi dan kebihinekatunggalikaan.
Sebagai kelanjutan pemikiran dan telaah yang lazim dewasa ini, yaitu pemikiran yang berfokus pada analisis individual, perlu diimbangi dengan analisis makro. Pendidikan hendaknya menjadi bagian dari supra system yang ada.
3.Sistematika
Gejala manusiawi perlu dikembangkan dengan antisifasi perkembangan sosio-budaya masa depan. Yang perlu mensyaratkan adalah manusia.
Konsep tentang manusia yang berdasarkan Pancasila perlu dimutakhirkan. Manusia dapat berkembang karena relasi. Hal ini perlu ditingkatkan dengan member perhatian khusus pada globalisasi. Perlu pengembangan komponen kepribadian dan kemampuan, serta dimensi dalam konteks sosio-budaya yang berkembang.
4.Prospek
Dengan masalah dan argumentasi yang dipaparkan, diharapkan merupakan sumbangan bagi peningkatan konsep-konsep yang ada. Hal ini perlu dikembangkan untuk mencegah kemerosotan dan dapat menormalkan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pendidikan. Selain itu diharapkan memotifasi agar menemukan pemikiran-pemikiran baru dengan aktualisasi yang baru.

Selasa, 19 Januari 2010

Jika engkau mencintai seseorang, tempatkanlah pada tempatnya. Jangan taruh dihati.

Jika engkau mencintai sesuatu juga tempatkanlah pada tempatnya, jangan taruh dihati.

Sebab jika engkau menyimpan semuanya didalam hatimu
kecintaanmu pada seseorang dan sesuatu didalam hati agar kamu tidak sakit hati.

Jika engkau ingin mencintai maka tempatkanlah DIA dihatimu.

Jika engkau menginginkan cinta maka carilah DIA dalam hatimu.

Sebab jika engkau menyimpan cinta Tuhanmu didalam hatimu maka engkau akan selamat dan bahagia.

Karena Cinta adalah milik Tuhan.

Dan Hakekat cinta yang sebenarnya adalah TUHAN.