Senin, 18 Agustus 2014

NILAI-NILAI KEMERDEKAAN KINI DAN ESOK



Peristiwa yang memiliki nilai simbolik tinggi akan lebih mengandung makna dalam sejarah perjalanan suatu bangsa, apa lagi perjalanan sejarah dalam rangka merebut kemerdekaan perjuangan bangsa Indonesia.
Nilai, dalam KBBI (1994: 690) adalah harga (dalam arti taksiran harga). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi online kemerdekaan memiliki arti ke.mer.de.ka.an[n] keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dsb); kebebasan: Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kemerdekaan adalah harga dan kondisi dimana kita memiliki kebebasan atau kehendak bebas terhadap bentuk apapun yang mengekang diri kita. Tidak bergantung pada apapun atau siapapun. Pertanyaannya apakah hal tersebut mungkin?
Merdeka adalah sebuah kata yang sering kita dengar dan kita sebutkan, bahkan mungkin kita lafalkan, sering kita dengungkan dalam keseharian. Namun kata itu hanya sekedar kata tanpa makna. Pernahkah kita tahu apa itu Merdeka dalam arti yang sesungguhnya? Merdeka mungkin saja kita artikan berbeda-beda dalam kehidupan kita. Jadi ingat lagu sewaktu jaman dulu masih sekolah :
Tujuh belas Agustus tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka, nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka, sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap, setia, tetap setia, mempertahankan Indonesia
Kita tetap, setia, tetap setia, mempertahankan Indonesia
           
Mari kita cari tahu apa sebenarnya arti kata merdeka itu dari beberapa contoh realita lapisan masyarakat yang ada disekitar kita. Semakin penting suatu peristiwa, maka akan semakin tinggi pula nilai simbolik yang terkandung di dalamnya.  Pada jaman perjuangan kata Merdeka begitu dielu-elukan dan didambakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan bangsa kita. Merdeka pada masa itu adalah dalam arti terlepas dari belenggu cengkeraman penjajah. Melepaskan diri dari penjajahan. Menjadi sebuah Negara yang mandiri dan berdaulat. Pada masa itu merdeka adalah kata yang sangat sakral dan penuh makna. Merdeka adalah sebuah cita-cita yang luhur. Merdeka adalah sebuah tujuan hidup. Bahkan pendahulu kita mempunyai semboyan yang sangat popular di kalangan masyarakat kita yaitu : Merdeka ataoe Mati. Kata Merdeka disepadankan dan dipertaruhkan dengan nyawa.
            Pada jaman sekarang, pada masa kita kini, pada era globalisasi, apakah kata merdeka masih mempunyai nilai yang sama dengan jaman perjuangan dahulu yaitu disepadankan dengan nyawa kita sebagai taruhannya? Apakah kita masih memperjuangkan kata merdeka dalam kehidupan kita sehari-hari? Apakah masih penting sebuah kata Merdeka tertanam dan didengungkan di benak kita? Untuk apa kemerdekaan itu sesungguhnya? Bagi siapa kemerdekaan itu diperuntukkan? Siapakah yang berhak untuk Merdeka? Dan masih banyak pertanyaan yang berkaitan dengan kata Merdeka lainnya.
Namun dalam usia yang sudah sedemikian “sepuh” bangsa Indonesia disadari atau tidak, masih terus saja berada dalam situasi “pasang surut”, bahkan aneka problematika bangsa justru menjadi faktor penghambat utama kelancaran proses dalam mengisi nilai-nilai kemerdekaan, seperti problematika pengangguran, angka kemiskinan masih meningkat meski klaim pemerintah menurun. TKI yang katanya pahlawan devisa masih menjadi barang komoditas eksploitasi. Biaya pendidikan semakin mahal, penguasaan asing atas SDA semakin mencengangkan. Kondisi ini semakin memprihatinkan, ketika kita sadari ternyata Indonesia tampil menjadi juara impor untuk keperluan barang-barang pokok: beras, jagung, gula, kedelai dan buah-buahan. Sementara itu praktik-praktik KKN terus “menjamur”, menjadi budaya bagi pejabat publik di berbagai instansi pemerintah dan sudah menjadi rahasia umum yang semakin menggelikan untuk disaksikan: Institusi DPR terindikasi sebagai industri mafia (anggaran, legislasi, pengawasan). Bahkan praktik-praktik KKN telah menjadi identitas dari bangsa besar bernama Indonesia. Problematika persoalan bangsa semakin diperparah dengan aksi-aksi terorisme, bagai komoditas politik yang asyik dilakoni oleh kelompok-kelompok tertentu. Di lain pihak, aparat penegak hukum masih tunggang langgang mendiskreditkan hukum dan keadilan masyarakat: Sungguh “jauh panggang dari api”. Praktik-praktik kekuasaan yang dipaparkan ini, sejatinya merupakan bentuk kolonialisme gaya baru berjubah demokrasi.
Perjuangan mengisi kemerdekaan macam apa yang dapat kita harapkan, bila perilaku para elite dan pemimpin negeri tanpa landasan moralitas dan  tak sensitif terhadap aneka problematika yang menghimpit rakyat kecil dari hari ke hari. Perjuangan kemerdekaan adalah perjuangan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai dasar perjuangan berperan sebagai pemicu membangkitkan semangat bangsa dalam upaya pengimplementasian pelaksanaan pembangunan di segala bidang.
Dalam upaya mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, banyak cara yang agar tercipta kehidupan masyarakat yang adil dan makmur merata secara material dan spiritual itu terwujud, diantaranya sbb:
1.      Nilai Persatuan dan Kesatuan. Nilai persatuan dan kesatuan bangsa ini sangat penting untuk mempertahankan keutuhan bangsa agar tidak tercerai-berai. Apabila Negara kita tidak utuh, maka dapat dipecah-belah sehingga mudah dihancurkan dan dikuasai bangsa lain.
2.      Nilai Rela Berkorban. Nilai rela berkorban sangat diperlukan, baik pada masa perjuangan maupun pada masa sekarang. Nilai rela berkorban itu menjadi semakin lebih bermakna apabila teraplikasi dalam bentuk perbuatan.
3.      Nilai Kemanusiaan. Nilai kemanusiaan sangat penting dalam upaya mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Nilai kemanusiaan digunakan untuk memperkuat kepribadian bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan hidup dalam berbagai bidang kehidupan. Nilai kemanusiaan itu merupakan pengalaman dari nilai yang tercantum dalam pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
4.      Nilai Musyawarah Mufakat. Nilai musyawarah dan mufakat sudah menjadi sifat bangsa Indonesia sejak masa lampau didalam mengambil suatu keputusan, agar dapat saling menghormati pendapat masing-masing orang, sehingga dapat terhindar dari perrselisihan dan pertikaian antarsesama, baik dalam bentuk kecil maupun besar.
5.      Nilai Kerja Sama. Nilai kerja sama sangat dibutuhkan dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan yang digunakan untuk menjalin kerja sama antar sesama golongan atau kelompok di masyarakat. Terjalinnya kerja sama yang di segala bidang kehidupan dapat mencerminkan eratnya hubungan masyarakat dalam mencapai cita-cita bangsa.
6.      Nilai Saling Menghargai. Nilai menghargai ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan saling menghargai perbedaan yang dimiliki masing-masing warga Negara Idonesia.
7.      Nilai Cinta Tanah Air dan Bangsa. Adanya rasa cinta dari setiap warga negara terhadap negara Indonesia, maka setiap warga negara wajib membangun negaranya untuk mencapai tingkat kemajuan dan peningkatan kesejahteraan kehidupan masyarakat.
            Dengan demikian, melalui peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke-69 tahun dapat kiranya dijadikan sebagai momentum untuk melakukan refleksi nasional: Memaknai kembali nilai-nilai yang terkandung dalam spirit kemerdekaan untuk mewujudkan suatu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.  Semoga.

Rabu, 30 Juli 2014

KEMBALI KE FITRI



Kehidupan masyarakat dunia dewasa ini diliputi problema kemiskinan dan kesenjangan sosial yang amat mencolok. Solidaritas yang diajarkan Islam merupakan modal sosial yang efektif dan praktis untuk menimbun jurang yang memisahkan antara golongan kaya dan berpunya (the have) dengan golongan miskin dan tidak berpunya (the have not) yang dalam sejarah dunia selalu menjadi salah satu sumber pertentangan bahkan peperangan.
Meski Ramadhan telah berlalu, akan tetapi nilai-nilai ibadah puasa sebagai pendidikan (tarbiyah) Ilahi kepada hamba-Nya harus terpatri dan memberi dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini kita merasakan kuatnya arus kehidupan yang mengutamakan materi. Masing-masing orang sibuk mengejar kekayaan dan kedudukan. Manusia tidak lagi dihargai karena ketinggian akhlak, kedalaman ilmu dan keluhuran budi pekertinya, tapi dari kekayaan, jabatan dan keturunannya. Pengaruh materialisme yang mengepung kita dari segenap penjuru hanya dapat ditanggulangi dengan keteguhan iman yang terbentuk melalui pendidikan puasa.
Rekonstruksi Mental dan Revitalisasi Moral. Dengan semangat Idul Fitri sebagai rekonstruksi mental dan revitalisasi moral, marilah kita kembali kepada fitrah (kesucian asal kita, kesucian fitrah yang hanif), yang dengan tulus mencari dan mengikuti kebaikan dan kebenaran. Mari tanamkan takwa dalam diri kita, yang berarti menyadari kehadiran Allah SWT dan pengawasan-Nya dalam segala kegiatan kita. Mari kita lawan godaan setan yang selalu mendorong nafsu serakah dan ketidak-pedulian terhadap sesama.
Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah, sebagia mana Rasulullah SAW
bersabda:
Seorang  bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Lalu dia berkata; Bacalah oleh kalian firman Allah yg berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah itulah agama yang lurus.' (QS. Ar Ruum (30): 30). [HR. Muslim No.4804].
Fitrah berasal dari akar kata bahasa Arab yang berarti membuka atau menguak. Fitrah sendiri mempunyai makna asal kejadian, keadaan yang suci dan kembali ke asal. Dalam Islam terdapat konsep bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah dalam hal ini berarti bayi dilahirkan dalam keadaan suci, tidak memiliki dosa apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, mempunyai makna ia mencari kesucian dan keyakinannya yang asli, sebagaimana pada saat ia dilahirkan. Dengan demikian Agama Islam sesuai dengan fitrah manusia. Ini dibuktikan dalam moral Islam yang bertumpu pada kepercayaan  “ Tauhid” dalam hidup dan kehidupan manusia, dalam wujud dan bentuk bidup dan kehidupan yang semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam arti yang luas dan penuh, seperti makna pengertian ibadah dalam islam, “ibadah adalah Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan yang di izinkan-Nya. Ibadah dibagi kedalam dua bagian, yaitu:  Pertama, Ibadah khusus (makhdah) ialah apa yang telah ditetapkan Allah  perinciannya, tingkah dan tatacaranya tertentu. Contoh shalat, zakat, puasa, haji. Kedua, Ibadah umum (ghairo makhdah)  ialah segala amalan yamg di izinkan oleh Allah SWT. termasuk segala  aktivitas manusia mengandung unsur ibadah, bila diniatkan dengan ikhlas karena Allah SWT.
Hal ini tercermin dalam hidup kita,pada saat hendak melaksanakan shalat.”Sesungguhnya shalatku ,ibadahku,hidupku,dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.Tiada sekutu bagiNya,dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri kepada Allah”.Q.S.Al An’am [06]: 162-163.
Bila direnungkan dengan mata batin yang mendalam, kemudian dipakai daya nalar dengan pikiran yang tajam, akan disadari betapa kehadiran manusia di muka bumi ini bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan merupakan kreasi terindah dari Al Khalik. Manusia dilahirkan sebagai khalifah, yang harus mampu mengubah dunia menjadi “Alam abdiyah yang terang benderang” karena peran manusia sebagai rahmatan lil ’ alamin. Konsekuensi logisnya bahwa kehadiran manusia dimuka bumi harus memberi manfaat bagi lingkungan, menjadi regulator, memberi kesejukan dan menyejukan arah kehidupan yang terang benderang (Q.S. Al Ahzab [3]: 46).
Tidak ada amal yang patut diacungi jempol di dunia, selain sikap tanggap dan cepat bertindak di saat orang lain memerlukan pertolongan. Tidak ada pekerjaan yang bisa menyelamatkan dan dibanggakan di akhirat kecuali pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas. Responsif adalah ciri khas dari akhlak Rasulullah. Keteladanan dan langsung turun kebawah adalah kepribadian Rasullulah. Pepatah menyatakan: Lisanul haali afshahu min lisaanil maqaal (berbuat nyata lebih membekas di hati daripada kata -kata). Beliau sangat tegas terhadap penyimpangan, tetapi disampaikan dengan santun dan dengan tutur kata yang lemah lembut. Beliau penuh kasih sayang terhadap sesama, memberikan pujian kepada orang yang berprestasi dan berbuat baik, mencela orang yang berbuat aib dan merusak tatanan.
Allah SWT menciptakan langit dan bumi bukan tanpa maksud (iradah). Diciptakan bumi dan isinya untuk manusia. Bagaimana manusia mampu mengelola dan mendapatkan manfaat, di situlah letaknya tantangan bagi manusia. Ketika seseorang mampu menyelesaikan tantangan dan merobah sesuatu menjadi lebih baik serta melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan umat manusia, maka dialah yang layak mendapatkan penilaian terbaik dari Allah sebagaimana dalam Q.S.Al Kahfi, 18: 7, yang artinya: “Sesungguhnya  Kami  telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya. Kami menguji mereka, siapakah yang terbaik diantara mereka (perbuatannya).”
Sebagai pemakmur, manusia dalam melaksanakan tugasnya, perlu pengenalan dan penguasaan ilmu pengetahuan berupa : Pertama, mengenal bumi yang menjadi lingkungan wilayah yuridisnya. Kedua, mengenal dan menggali rahasia-rahasia alam dan hukum yang ada di balik alam (takdir) dan hokum Allah yang tersembunyi (sunatullah), dan Ketiga, menjaga dan memelihara bumi dari kerusakan termasuk pencemaran lingkungan. Mandat sebagai khalifah , manusia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup di muka bumi. Oleh karena itu setiap manusia agar tidak kehilangan jati dirinya wajib menyingsingkan lengan untuk mengelola, memakmurkan bumi sekaligus melestarikannya. Firman Allah dalam Q.S. Hud [11]: 61 ”… Dia telah mencitakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya. Karena itu mohonlah ampunannya, kemudian bertobatlah kepadaNya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatNya) lagi memperkenankan (do’a hambaNya).
Kembali ke fitrah sebagai insan yang bertauhid, isi ajaran agama Islam mendorong dan membangkitkan semangat inovatif bagi pemeluknya. Mengubah yang statis menjadi dinamis, terus bergerak maju memberantas kebodohan dan mengikis keterbelakangan. Karena itu seorang muslim yang berhasil dan sukses bukanlah mereka yang sanggup memikul tanggung jawab kepada keluarga semata. Muslim yang sukses adalah orang yang hidupnya produktif, mampu menggerakan lingkungan tempat tinggalnya untuk maju, dan keberadaannya bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan (rahmatan lil ‘ alamin).

Senin, 02 Juni 2014

MILAD KE-XII IKATAN KELUARGA MAHASISWA BEKASI YOGYAKARTA



Ulang tahun merupakan sesuatu yang sangat istimewa bagi seseorang namun lebih istimewa apa bila Ulang tahun tersebut merupakan organisasi mahasiswa. Bertambahnya usia membawa sebuah kedewasaan dan kematangan. Pengembangan diri yang terjadi serta pengalaman yang dibuat menjadi sebuah cerminan agar menapaki jalan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Pergantian generasipun terus berputar menyambung sebuah keutuhan dari perjalanan menuju sebuah titik akhir yang tak teraba.
Ulang tahun Ikatan Keluarga Mahasiswa Bekasi Yogyakarta yang ke-12 ini mengusung tema “MENUJU IKAMASI LEBIH BAIK UNTUK HARI INI HARI ESOK DAN SELAMANYA” tempat  penyelenggaraan di Auditorium Balai Kota Yogyakarta pada hari sabtu tanggal 21 Juni 2014 pada Pukul 20.00-23.00 WIB dengan menghadirkan Pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi, alumni IKMASI dan dihadiri pula oleh organisasi mahasiswa daerah yang terdapat di Yogyakarta diantaranya organisasi daerah yang berada di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, NTT, Ambon, dsb.
Acara di kemas dengan suatu kegiatan yang bersifat santai namun penuh dengan nilai-nilai pendidikan. Semua itu terlihat dari perpaduan kegiatan yang tidak hanya bersifat jasmani, namun juga ada beberapa kegiatan yang bersifat rohani. Seperti pentas seni yang ditampilkan oleh para mahasiswa perwakilan dari tiap daerah menjadi hiburan yang seru seperti musikalisasi puisi, hip hop khas Cirebon dan lenong Bekasi. Semua tamu undanganpun hanyut oleh atmotsfir emosi yang disuguhkan oleh penampilan-penampilan tersebut. Ucapan ulang tahun yang diberikan oleh masing -masing organisasi mahasiswa daerah menambah kemeriahan menyambut ulang tahun Ikatan Keluarga Mahasiswa Bekasi Yogyakarta yang ke-12.
Ikatan Keluarga Mahasiswa Bekasi Yogyakarta kini telah berusia 12 tahun, diusia ‘remaja’ ini pengurus, anggota dan alumni terus berupaya menjadikan organisasi ini sebagai ‘rumah’ untuk berkumpul, belajar bersama, mematangkan diri untuk bekal hidup bermasyarakat kelak dikemudian hari hingga bermuara pada jargon Solid Diperantauan Berkarya Demi Bekasi, upaya-upaya tersebut akan tercapai apabila didukung oleh Pemerintah Kota dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi.

Sabtu, 03 Mei 2014

HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH KRITIS TERHADAP PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI)



Kecenderungan orang memandang bahwa hukuman adalah hukuman fisik, menjadikan hukuman itu keras dan kaku. Pada gilirannya terjadi tindak kekerasan di mana-mana, tanpa terkecuali.
Fenomena kekerasan dalam dunia pendidikan Indonesia sampai detik ini masih menggejala dan menjadi budaya subur yang tidak kunjung lapuk dimakan zaman, baik dalam bentuk mikro maupun makro. Pendidikan bukan hanya sebagai wahana pencetak manusia-manusia yang “berilmu mempuni”, akan tetapi lebih dari itu pendidikan mengemban tugas yang amat mulia yaitu mencetak manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, terlebih lagi pendidikan Islam yang memploklamirkan tujuan untuk membentuk insan al-kamil.
Dari pembahasan bab demi bab sebelumnya beserta analisisnya, maka dapat disimpulkan bahwa Imam al-Ghazali memberikan perhatian terhadap proses dan metodologi pendidikan, khususnya terkait dengan penanaman dan pembiasaan moral dan karakter terhadap anak dalam hal ini, menunjukkan tentang pentingnya penggunaan metode  hukuman.
Gagasan al-Ghazali dalam menjalankan hukuman terhadap peserta didik yang berperilaku amoral harus dengan ketentuan sebagai berikut: hukuman adalah cara yang paling terakhir; memberikan kesempatan untuk bertaobat dari perbuatan yang telah dilakukan anak, jika si anak dalam melakukan itu untuk yang pertama kalinya; hukuman harus dilandasi dengan kasih sayang dan tidak berlaku keras atau kasar; menyesuaikan dengan latar belakang dan kondisi peserta didik; dan diberlakukan karena kesalahan yang telah dilakukan oleh anak didik, bukan karena alasan-alasan yang lain. Menurut al-Ghazali hukuman psikis lebih baik dari pada hukuman fisik.