Rabu, 19 Juli 2017

Masa Orientasi Siswa (MOS) dan Orientasi Pengenalan Kampus (OSPEK) Berbasis Humanis Religius

       Ibarat seorang ibu yang sedang mengandung, tentu perlu mempersiapkan kelahiran anaknya dengan sebaik-baiknya. Begitu juga degan sebuah sekolah/kampus yang akan menyambut kedatangan siswa/mahasiswa baru, supaya peserta didik baru itu bisa masuk sekolah/kampus dengan gembira, optimis, tahu tentang apa yang harus dilakukan, tahu dan mau menjalankan proses belajar dan menerima kebijakan sekolah/kampus. Singkatnya peserta didik memiliki orientasi yang jelas tentang sekolah/kampus yang ia pilih. Untuk mencapai tujuan itu maka dilaksanakanlah Masa Orientasi Siswa (MOS)/Orientasi Pengenalan Kampus (OSPEK). Tujuannya adalah untuk mengenalkan siswa/mahasiswa baru dengan kondisi sekolah/kampus, setiap kegiatan yang ada di MOS/OSPEK diarahkan ke sana. Peran MOS/OSPEK sebagai pintu masuk di sebuah sekolah/kampus, maka MOS/OSPEK memiliki arti yang sangat penting. Mengingat langkan awal yang baik merupakan awal yang baik pula untuk kesuksesan di masa yang akan datang.
     Namun sungguh ironis jika kita membicarakan MOS/OSPEK pada saat ini. Entah berrmula sejak kapan? sampai kapan keadaan seperti ini akan berjalan? Bagaimana tidak? MOS/OSPEK yang tujuannya sebagai wahana mengenalkan para siswa dengan lingkungan baru, telah menjadi suatu ajang/lahan balas dendam. “Kalo aku dulu begini, maka mereka juga harus begini”!. Ungkapan itulah yang sering muncul.
       Seorang pakar konseling menulis sebuah puisi tentang pendidikan seseorang sekitar 62 tahun yang lalu. Jika kita lihat tulisan Darothy Law Nolte mungkin kita berfikir ternyata ini semua sudah terjadi jauh sebelum abad ke-20. Mungkinkah MOS/OSPEK yang kita lakukan tanpa kekerasan? Hal ini menjadi masalah krusial yang selalu menjadi perdebatan hangat setiap mahasiswa. Mungkinkah hal yang “pernah” kita rasakan berubah menjadi sebuah acara yang lebih “santun” dan juga “mencerdaskan” tanpa harus melakukan kekerasan? Mungkinkah?

Masa Orientasi Siswa (MOS) dan Orientasi Pengenalan Kampus (OSPEK) Berbasis Humanis Religius

      Hendaknya MOS/OSPEK benar-benar menjadi masa membentuk karakter individu (Akhlak) yang terintegrasi sejalan dengan visi dan misi lembaga pendidikan. Ini bisa dilakukan mulai dengan latihan dan penanaman sikap disiplin diri, tanggung jawab, mengenali potensi diri dan menemukan motivasi diri dalam belajar, melatih kepekaan agama dan sosial. Jenis kegiatannya bisa berfariasi sesuai dengan kebutuhan sekolah.

     Penamanan disiplin diri dilatih melalui ketetapan waktu. Pengenalan tata tertib sekolah/kampus untuk memberi gambaran yang jelas terhadap apa yang bisa dilakukan dan dikembangkan di lembaga pendidikan dan apa yang mestinya dihindari. Di samping itu juga ditanamkan sikap tanggung jawab terhadap konsekwensi dari apa yang dilakukannya, maka kalau ada peserta didik yang melanggar kesepakatan diberi sanksi. Penjelasan tentang kurikulum pendidikan juga harus dilakukan, agar peserta didik tahu apa yang harus dipelajari selama belajar di sekolah. P
eserta didik diajak untuk mengenali kemampuan dan mengembangkan diri diri khusunya dalam membongkar konsep-konsep negatif dan diganti dengan konsep dan pikiran yang positif tentang diri dan orang lain yang meliputi hablum min Allah, hablum min an-Nash wa hablum min 'alam.

      Menyadari kekuatan dan pikiran manusia dalam memotivasi untuk mencapai apa yang dipirkan. Peserta didik dilatih utuntuk selalu menggunakan bahasa yang positif tentang dirinya dan orang lain. Siswa diajak untuk menenal kemampuan otak kiri dan otak kanan dan mengembangkan otak kanan sehingga berimbang. Untuk memotivasi siswa dan menanamkan rasa kebanggaan terhadap sekolah yang telah dipilihnya, bisa dilakukan dengan mrndatangkan kaka kelas atau alumni yang berprestasi baik di bidang akademik ataupun non akademik, untuk mensaringkan pengalaman perjuangan mereka, sehingga mendorong mereka untuk lebih berprestasi untuk masa depan. Akhirnya peserta didik diajak untuk memikirkan orang lain yang kekurangan dan membangun solidaritas dengan mereka dalam bingkai TawasuthTawazun,  Ta’adul,  dan Tasamuh.

   Yakinlah bahwa angin perubahan sudah bertiup kencang, dan kita semua bisa menjadikan segalanya lebih baik.

Jika seseorang dibesarkan dengan celaan, la belajar memaki.

Jika seseorang dibesarkan dengan permusuhan, la belajar berkelahi.

Jika seseorang dibesarkan dengan ketakutan, la belajar gelisah.

Jika seseorang dibesarkan dengan rasa iba, la belajar menyesali diri.

Jika seseorang dibesarkan dengan cemoohan, la belajar rendah diri.

Jika seseorang dibesarkan dengan lri hati,la belajar kedengkian.

Jika seseorang dibesarkan dengan dipermalukan, la belajar merasa bersalah.

Jika seseorang dibesarkan dengan dorongan, la belajar percaya diri.

Jika seseorang dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri.

Jika seseorang dibesarkan dengan pujian, la belajar menghargai.

Jika seseorang dibesarkan dengan penerimaan, la belajar mencintai.

Jika seseorang dibesarkan dengan dukungan, la belajar menyenangi diri.

Jika seseorang dibesarkan dengan pengakuan, Ia belajar mengenali tujuan,

Jika seseorang dibesarkan dengan berbagi, la belajar kedermawanan.

Jika seseoreng dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, Ia belajar kebenaran dan keadilan.

Jika seseorang dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan.

Jika seseorang dibesarkan dengan ketenteraman, la belaiarberdamai dengan pikiran.

dan Jika seseorang dibesarkan dengan persahabatan, Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis pendapat atau kritik dan saran Anda...
Terimakasih