BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika
orang dibingungkan oleh kehadiran hadis yang diragukan keorsinilannya, upaya-upaya
antisipatif pun mulai dilakukan. Para pakar hadis melakukan perjalanan panjang.
Observasi, penemuan metode, dan kaidah takhrij hadis mulai dirumuskan.
Hadis
merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Keberadaannya dalam
kerangka ajaran Islam merupakan penjelasan terhadap apa yang ada di dalam
al-Qur’an. Disamping itu, peranannya semakin penting jika didalam ayat-ayat
al-Qur’an tidak ditemukan suatu ketetapan, maka hadis dapat dijadikan dasar hukum
dalam dalil-dalil keagamaan. Dengan demikian kitab-kitab hadis menduduki posisi
penting dalam khazanah keilmuan Islam. Dengan dibukukan hadis-hadis Nabi
kedalam bentuk kitab, keberadaan hadis tidak sekedar terpelihara, tetapi umat
Islam juga semakin terbantu dalam mempelajari dan menelusurinya.
Makalah
ini menjelaskan tentang Takhrij al-Hadis secara Teoritis yang meliputi konsep, urgensi,
metode-metode, kelebihan/kekurangan masing-masing metode beserta contohnya
dengan cara konvensional.
Dengan mempelajari makalah ini, diharapkan
kita semakin memiliki wawasan yang luas tentang beragam ulum al-hadis sebagai
khazanah Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep takhrij al-Hadis?
2.
Apa urgensi mentakhrij Hadis?
3.
Bagaimana cara atau metode mentakhrij Hadis dengan cara
konvensional?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Takhrijul Hadis
Takhrij
menurut arti bahasa adalah:
اِجْتِمَاعُ اَمْرَيْنِ مُتَضَادَيْنِ فِى شَىْءٍ وَاحِدٍ
Artinya: “kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu
masalah”
Kata
takhrij adalah bentuk imbuhan dari kata khuruj. Kata yang
terakhir ini adalah bentuk derivatif dari kata kerja kharaja yang
berarti keluar (kharaja min makanih). Dari kata kharaja dapat
dibentuk kata akhraja, kharraja dan istakhraja. Kata akhraja berarti
mengeluarkan (abraza), kata kharraja mempunyai makna mendidik,
melatih member warna dengan dua warna atau lebih dan lain-lain, dan juga kata istakhraja
diartikan mengeluarkan.
Takhrij menurut istilah adalah,
اَلتَّخْرِيْجُ هُوَاَالدِّلاَ لَةُعَلَى مَوْضِعِ الْحَدِيْثِ فِى
مَصَادِرِهِ الأَصْلِيَّةِالَّتِيْ أَخْرَجَتْهُ سَنَدُهُ بِبَيَانِ مَرَتَبَتِهِ
عِنْدَالْحَاجَةِ
Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber
aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai dengan keperluan.
1.
Mengemukakan
hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para perawinya dalam sanad yang
telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh
2.
Ulama
mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau
kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para
gurunya, siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang
dijadikan sumber pengambilan.
3.
‘mengeluarkan’,
yaitu mengeluarkan hadis dari dalam skitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy
mengatakan dalam kitab Fathul Mughits sebagai berikut, “Takhrij adalah
seorang muhadis mengeluarkan hadis-hadis dari dalam ajza’, al-masikhat, atau
kitab-kitab lainnya. Kemudian, hadis tersebut disusun gurunya atau
teman-temannya dan sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada
pengarang atau penyusun kitab itu. ”
4.
Dalalah,
yaitu menunjukkan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadis
tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
5.
Menunjukkan
atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni kitab yang
didalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, lalu untuk
kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas sanad hadis tersebut.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud
takhrij dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka
takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab
koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam
sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan mata rantai sanad yang
bersangkutan.
B.
Urgensi Takhrijul Hadis
Ilmu
takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian
serius karena didalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber
hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya banya ditemukan kegunaan dan hasil
yang diperoleh, khusunya dalam menentukan kualitas sanad hadis.
Urgensi
takhrijul hadis adalah untuk mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan
lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut.
Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya
memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku sehingga hadis tersebut
menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Adapun
urgensi takhrij hadis ini antara lain:
1.
Dapat
diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang menjadi topik
kajian.
2.
Dapat
diketahui kuat tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat. Sebaliknya,
tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan riwayat tidak bertambah.
3.
Dapat
ditemukan status hadis Shahih
li dzatih atau shahih
li ghairih, hasan li dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian akan dapat diketahui istilah hadis mutawatir,
masyhur, aziz, dan gharib-nya.
4.
Memberikan
kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadis
tersebut adalah makbul (dapat diterima). Sebaliknya, orang tidak akan
mengamalkannya apabila mengetahui hadis tersebut mardud (ditolak).
5.
Menguatkan
keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SAW yang
harus diikuti karena ada bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis
tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
C.
Metode-Metode Takhrijul Hadis Cara Konvensional
Secara
garis besar ada dua cara dalam melakukan takhrij al-hadis, yaitu pertama,
takhrij al-hadis dengan cara konvensional. Maksudnya adalah melakukan takhrij
al-hadis dengan menggunakan kitab-kitab hadis. Kedua, takhrij al-hadis dengan menggunakan perangkat komputer melalui
bantuan CD-ROM dengan program aplikasi takhrij hadis. Dalam makalah ini penulis akan mencoba
menjelaskan cara melakukan takhrij al-hadis beserta contoh-contohnya dengan
cara konvensional.
Setidaknya
ada lima metode yang dapat dipergunakan dalam kegiatan takhrij al-hadis secara
konvensional. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri,
meski tujuan akhir takhrij dengan metode-metode itu tetap sama, yaitu
menentukan letak suatu hadis dan menentukan kualitas hadis tersebut. Kelima
metode itu adalah:
1.
Melalui pengetahuan tentang nama sahabat yang meriwayatkan.
Metode takhrij al-Hadis melalui pengetahuan tentang nama sahabat
perawi hadis. Diantara kitab-kitab hadis sumber, banyak yang ditulis dengan
mengikuti system pengelompokan hadis atas dasar nama sahabat yang
meriwayatkannya. Mentakhrij hadis dengan kitab-kitab semacam ini mutlak
diperlukan pengetahuan tentang nama sahabat perawi hadis itu. Ada tiga macam
referensi yang dapat digunakan dalam
menggunakan metode ini, yaitu:
a.
Kitab-kitab
al-musnad
Kitab musnad adalah kitab yang
disusun pengarangnya berdasar nama-nama sahabat atau kitab yang menghimpun
hadis-hadis sahabat.
Kitab musnad merupakan kitab-kitab hadis yang disusun berdasar urutan nama-nama
rawi pertama dengan mengumpulkan hadis-hadis yang diriwayatkan satu kelompok. Kitab
hadis yang menganut sitematika penyusunan diantaranya yang mendasarkan pada
urutan al-fabetis, tetapi ada pula yang mendasarkan pada keutamaan, senioritas,
kabilah, atau wilayah. Diantara kitab-kitab musnad adalah:
1)
Musnad
Abi Bakr Abd Allah Ibn al-Zubair al-Humaidy (w. 219 H).
2)
Musnad
Ahmad ibn HAnbal (w. 241 H)
3)
Musnad
Abi Ishaq Ibrahim Ibn Nashr.
4)
Musnad
Abi Dawud Sulaiman ibn Dawud at-Thayalisiy (w. 204 H).
5)
Musnad
Asad ibn Musa al-Umawy.
6)
Musnad
Abi Khaitsamah Zubair ibn Harb, dsb.
b.
Kitab-kitab
al-mu’jam
Kitab mujam adalah kitab hadis yang
disusun berdasarkan nama-nama (musnad) sahabat, guru-gurunya, negaranya
atau yang lainnya berdasarkan urutan alfabetis. Diantara kitab mujam yang
disusun berdasarkan nama sahabat ialah:
1)
Al-Mujam
al-Kabir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn
Ahmad al-Tabarani (w. 360 H).
2)
Al-Mujam
al-Ausat karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn
Ahmad al-Tabarani (w. 360 H).
3)
Al-Mujam
al-Sagir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn
Ahmad al-Tabarani (w. 360 H).
4)
Mujam
al-Sahabah karya Ahmad ibn
Ali ibn Lafie al-Hamdani (w. 398 H).
5)
Mujam
al-Sahabah karya Abu Yala
Ahmad ibn Ali al-Mausili (w. 308 H).
c.
Kitab-kitab
al-athraf/ Atraf
Kata
Atraf adalah bentuk jamak dari kata: Tarf. Kata Tarful hadis
berarti bagian dari matan hadis yang dapat menunjukkan keseluruhannya.
1)
Athraf
as-Shahihain karangan Abu
Mas’ud Ibrahim ibn Muhammad al-Dimasyqiy (w. 401 H).
2)
Al-Asyraf
‘ala Ma’rifati al-Asyraf karangan al-h’afidh
Abu Qasim ‘All ibn Hasan yang dikenal dengan Ibn ‘Asakir al-Dimasyqy (w.
671 H).
3)
Tuhfat
al-Asyraf bi Ma’rifati al-Asyraf
atau Athraf al-Kittub as Sittah karangan Abu al-Hajjaj Yususf Abd
al-Rahman al-Mizsy (w. 742 H).
Kelebihan-kelebihan
metode ini:
1)
Dapat
diketahui dengan cepat semua hadis yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu
dengan sanad dan matannya secara lengkap.
2)
Diketemukan
banyak jalan untuk matan yang sama.
3)
Memudahkan
untuk menghapal dan mengingat hadis tertentu yang diriwayatkan oleh sahabat
tertentu
Kekurangan-kekurangan metode ini:
1)
Untuk
menemukan hadis tertentu yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu membutuhkan
waktu yang relatif lama, sebab pada umumnya sahabat tidak hanya meriwayatkan
satu dua hadis saja.
2)
Metode
ini tidak bisa digunakan jika nama sahabat yang meriwayatkannya tidak
diketahui.
2.
Mengetahui tentang lafal pertama hadis.
Metode takhrij melalui pengetahuan tentang lafal pertama hadis.
Teknik ini dipakai apabila permulaan lafal hadis dapat diketahui dengan cepat. Tanpa
mengetahui lafal pertama hadis yang dimaksud teknik ini sama sekali tidak dapat digunakan. Jenis-jenis kitab yang
dapat digunakan dengan metode ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a.
Kitab-kitab
hadis yang popular di masyarakat, seperti kitab at-Tazkirah fi al-Ahaditz
al-Musytahirah karangan Badruddin Muhammad ibn Abd Allah as-Zarkasyi. Kitab
jenis ini tentu saja terbatas hadis-hadisnya karena dikhususkan pada
hadis-hadis yang populer dimasyarakat.
b.
Kitab-kitab
hadis yang hadis-hadisnya disusun secara alfabetis. Kitab jenis ini yang paling
banyak beredar adalah karangan Suyuthy (w. 911 H), yang berjudul al-Jami’ash-Shagir
min Ahadis al-Basyir an-Nazir.
c.
Kunci-kunci
dan indeks yang dibuat untuk kitab-kitab tertentu. Beberapa ulama telah membuat
kunci-kunci daftar atau indeks bagi kitab-kitab hadis tertentu dengan tujuan
mempermudah mencari hadis tertentu dalam kitab tersebut.
a.
Untuk
Shahih al-Bakhari, yaitu Hady al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari.
b.
Untuk
Sahih Muslim, yaitu mujam al-Alfaz wa la Siyyama al-Garib minha.
c.
Untuk
al-Muwatta’, yaitu Miftah al-Muwatta.
d.
Untuk
Sunan Ibn Majah, yaitu Miftah Sunan Ibn Majah, dsb.
Kelebihan dan kekurangan metode ini adalah dengan metode ini
kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan hadis-hadis yang dimaksud, sebab
dengan mengetahui satu lafal saja kita dapat menelusuri hadis pada sumber
aslinya, tetapi jika terjadi perbedaan lafal pertama meski hanya sedikit saja,
akan berakibat sulit menemukan hadis.
3.
Mengetahui tentang salah satu lafal hadis (dalam tulisan ini akan
dibahas lebih rinci).
Dengan mengetahui sebagian lafal hadis, baik di awal, tengah maupun
akhir matannya, kitab-kitab yang diperlukan atau referensi yang paling
representative untuk metode ini yaitu kitab karya Arnold John Wensinck dengan
judul al-Mu jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nawawi, dengan
penerjemah Muhammad Fuad Abd al-Baqi. Kitab ini merupakan kitab kamus dari 9
kitab hadis, yakni sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan
al-Tirmizi, Sunan al-Nasai,Sunan Ibn Majah, Sunan al-Darimi, al-Muwatta Imam
Malik, dan Musnad Ahmad ibn Hambal.
Untuk Musnad Ahmad (حم) hanya
disebutkan juz serta halamannya; Sahih Muslim (م) dan al-Muwatta (ط) nama bab dan nomor
urut hadis, sedangkan Sahih al-Bukhari (خ), Sunan Abi Dawud (د), Sunan
al-Tirmizi (ت), Sunan al-Nasai (ن) serta Sunan Ibn Majah (جه), Sunan
al-Darimi (دى) disebutkan nama bab serta nomor urut babnya.
Kelebihan
metode ini:
a.
Memungkinkan
pencarian hadis melalui kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis.
b.
Mempercepat
pencarian hadis, karena kitab takhrij ini menunjuk kepada kitab-kitab
induk dengan menunjukkan kitab, nomor bab, atau nomor hadis, nomor juz, dan
bahkan nomor halaman.
Kekurangan metode ini:
a.
Adanya
keharusan memiliki kemampuan bahasa arab dan perangkat ilmu yang memadai, sebab
metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata kuncinya kepada kata
dasarnya.
b.
Hanya
merujuk kepada Sembilan kitab tertentu, sehingga bila lafaz hadis yang
diketahui tidak diambil dari kitab-kitab tersebut maka hadis tersebut tidak
ditemukan.
c.
Metode
ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahui perawi
yang menerima hadis dari Nabi kita harus kembali kepada kitab aslinya.
4.
Mengetahui tentang tema hadis.
Takhrij melalui
pengetahuan tentang tema hadis. Teknik ini akan mudah digunakan oleh orang
sudah bisaa dan ahli dalam hadis karena yang dituntut dalam teknik ini adalah kemampuan menentukan tema atau salah
satu tema dari suatu hadis. Dalam mentakhrij dengan metode ini
diperlukan kitab-kitab hadis yang tersusun berdasar pada bab-bab dan topik-topik.
Kitab ini banyak sekali dan dapat dibagi tiga kelompok:
a.
Kitab-kitab
yang berisi seluruh tema agama, yaitu kitab-kitab al-Jawawi’ berikut
dengan mustakhraj dan mustadraknya, al-majani’,al-zawaid, dan
secara khusus kitab Miftah Kunuz as-Sunah.
b.
Kitab-kitab
yang berisi sebagian banyak tema-tema agama, yaitu kitab-kitab sunan,
mushannaf, muwathta’, dan mustakhraj atas sunan.
c.
Kitab-kitab
yang berisi satu aspek saja dari tema agama, yaitu kitab-kitab yang khusus
tentang hukum saja,
tentang mengangkat tangan saja, dan lain-lain. Kitab-kitab ini bisaanya
merupakan kitab-kitab juzu’, targhib dan tarhib, ahkam, zuhud,
fadha’il, adab, dan akhlaq dan tema-tema khusus lainnya.
Kelebihan
metode ini:
a.
Dapat
ditemukan banyak hadis dalam satu tema tertentu terkumpul pada satu tempat.
b.
Metode
ini mendidik ketajaman pemahaman hadis kepada peneliti. Dengan menggunakan
metode ini beberapa kali seorang peneliti akan memiliki tambahan pengetahuan
tentang fiqh al-hadis.
c.
Metode
ini tidak memerlukan pengetahuan di luar hadis, seperti keabsahan lafal
pertama, pengetahuan bahasa arab dan perubahan-perubahannya, dan pengenal
perawi pertama.
Kekurangan-kekurangannya:
a.
Terkadang
hadis sulit disimpulkan oleh peneliti sehingga tidak dapat menentukan temannya.
Akibatnya ia tidak mungkin memfungsikan metode ini.
b.
Terkadang
pemahaman peneliti tidak sama dengan pemahaman penyusun kitab. Akibatnya ialah
penyusun kitab meletakan hadis pada posisi yang tidak diduga oleh peneliti
tersebut.
5.
Melalui pengetahuan tentang sifat khusus (karakteristik) sanad atau
matan hadis.
Metode kelima dalam menelusuri hadis ialah dengan mengamati secara
mendalam sanad dan matan hadis, yaitu dengan melihat petunjuk dari sanad, matan
atau sanad dan matn-nya secara bersamaan. Petunjuk dari matn, misalnya ada
kerusakan makna hadis, menyelisihi al-Qur’an ataupun petunjuk bahwa hadis itu
palus ataupun yang lainnya. Adapun kitab-kitab yang bisa menjadi rujukan
adalah:
a.
Al-Maudu
at al-Sugra, karya Ali
al-Qari (w. 1014 H).
b.
Tanzih
al-Syariah al-Marfuah an al-Ahadis al-Syaniah al-Mauduah, karya al-Kinani (w.963 H)
Petunjuk yang lain dari matn yaitu bila diketahui matn hadis
tersebut merupakan hadis qudsi. Kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam hal ini
adalah:
a.
Misykah
al-Anwar, karya Muhy al-Din Muhammad ibn Ali
ibn Arabi al-Khatimi (w. 638 H).
b.
Al-Ittihafat
al-Saniyyah bi al-Ahadis al-Qudsiyyah, karya
Abd al-Rauf al-Munawi (w. 1031 H).
Petunjuk dari sanad, misalnya sanad yang rawinya meriwayatkan hadis
dari anaknya. Kitab yang menjadi rujukan misalnya Riwayah al-Aba ‘an al-Aba karya
Abu Bakr Ahmad ibn Ali al-Bagdadi. Keadaan sanad hadis yang musalsal
dengan kitab rujukan al-Musalsalah al-Kubra karya al-Suyuti, ataupun
keadaan sanadnya yang mursal dengan kitab rujukan al-Marasil karya
Abu Dawud al-Sijistani dan karya al-Razi.
Petunjuk dari sanad dan matan secara bersamaan. Kitab yang bisa
dijadikan rujukan adalah:
a.
Ilal
al-Hadis karya Ibn Abi Hatim al-Razi.
b.
Al-Asma
al-Mubhamah fi al-Anba al-Muhkamah, karya
al-Khatib al-Baghdadi.
c.
Al-Mustafad
min Mubhamat al-Matn wa al-Isnad, karya
Abu Zurah Ahmad ibn Abd al-Rahim al-Iraqi.
Kelebihan dari metode ini adalah pada umumnya kitab-kitab hadis
yang dapat dijadikan rujukan dengan metode ini memuat penjelasan-penjelasan
tambahan dari penyusunnya. Adapun bahwa kekurangan dari metode ini memerlukan
pengetahuan yang mendalam tentang keadaan sanad dan matan hadis yang di takhrij,
disamping itu kitab-kitab rujukan metode ini pada umumnya memuat hadis yang
jumlahnya sangat terbatas.
D.
Contoh Takhrijul Hadis
Contoh I: hadis
tentang “syafaat nabi saw bagi orang yang berdosa besar”, bunyi teks hadisnya
adalah:
قاَلَ رَسُوْ لُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِمِنْ أُمَّتِي
“Rasulullah bersabda: syafaatku bagi orang-orang yang berdosa
besar dari umatku”.
Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadi, hadis di atas
bersumber dari:
1.
Al-Tirmizi,
kitab Sifah al-Qiyamah wa al-Raqaiq wa al-Wara an Rasulillah, no hadis.
2360 dan 2359:
حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ
أُمَّتِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا
الْوَجْهِ وَفِي الْبَاب عَنْ جَابِ
Telah menceritakan
kepada kami Al-Abbas Al-Ambari telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq dari
Ma’mar dari Tsabit dari Anas berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Syafaatku untuk
pemilik dosa-dosa besar dari ummatku”. Berkata Abu Isa, hadis ini hasan shahih
gharib melalui sanad ini dan dalam hal ini ada hadis serupa dari Jabir.
(HR.
Al-Tarmizi: No. 2360).
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ
أُمَّتِي
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ فَقَالَ لِي جَابِرٌ يَا مُحَمَّدُ مَنْ
لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِ الْكَبَائِرِ فَمَا لَهُ وَلِلشَّفَاعَةِ قَالَ أَبُو
عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ يُسْتَغْرَبُ مِنْ
حَدِيثِ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Abu
Daud Ath Thayalisi dari Muhammad bin Tsabit Al-Bunani dari Ja’far bin Muhammad
dari Bapaknya dari Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “syafaatku
untuk ummat ku yang berbuat dosa-dosa besar”. Muhammad bin Ali berkata:
kemudian Jabir berkata kepadaku: wahai Muhammad yang tidak melakukan dosa besar
tidak lagi membutuhkan syafaat Abu Isa Berkata, hadis ini hasan gahrib dari
jalur sanad ini dan dianggap gharib dari hadis Ja’far bin Muhammad. (HR.
Al-Tarmizi: No. 2359).
2.
Ibn
Majah, kitab al-Zuhd, no. hadis 3112
حدثنا عبد الرحمن بن إبراهيم الدمشقي . ثنا الوليد بن
مسلم . ثنا زهير بن محمد عن جعفر بن محمد عن أبيه عن جابر قال سمعت رسول الله صلى
الله عليه و سلم يقول ( إن شفاعتي يوءم القيامة لأهل الكبائر من أمتي ) . قال الشيخ الألباني :
صح
Abdul Rahman bin Ibrahim
Damaskus. Sunan Walid bin Muslim.
Tna Zuhair
bin Mohammed
Jaafar bin
Muhammad dari
ayahnya dari Jabir
berkata: mendengar Rasulullah
dan saw
mengatakan: sesungguhnya
syafa’atku pada hari kiamat adalah untuk para pelaku dosa besar dari ummat ku. Syaikh al-Albani
mengatakan: Hadis
ini Shahih
3.
Abu Dawud,
kitab al-Sunnah, no. hadis 4739.
حدثنا سليمان بن حرب ثنا بسطام بن حريث عن أشعث الحداني عن أنس بن
مالك : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال " شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي
" .قال الشيخ الألباني : صحيح
Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah menceritakan kepada
kami Bastham bin Huraits dari Asy’ats Al Huddani dari Anas bin Malik dari Nabi
SAW, beliau bersabda: “syafaatku berlaku” untuk pelaku dosa besar dari ummat
ku. Berkata Syaikh Al-Bani, hadis ini shahih.
4.
Ahmad
ibn hanbal, bab Baqi Musnad al-Muksiri, no. hadis 13245.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا سليمان بن حرب ثنا بسطام بن حريث عن
أشعث
الحراني عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :
شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيحTelah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, telah menceritakan kepada kami Bistham bin Huraits, dari Asy'asy Al-Harrani, dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Syafaatku adalah untuk pelaku dosa besar dari umatku". Syaikh Arna’oot mengatakan hadis ini sanadnya Shahih.
Contoh
II: Hadis tentang menuntut ilmu.
عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله ص س. طلب العلم فريضة على كل مسلم
وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب (رواه ابن ماجه)
Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadi, hadis di atas
bersumber dari:
1.
Kitab
Ibnu Majah, Juz 1, halaman. 260
2.
Kitab
At-Thobari, Juz 1 halaman 12, Juz 5 halaman 41, Juz 64 halaman 5, Juz 13
halaman 6.
3.
Kitab
Abu Hanifah, Juz 3, halaman. 454
4.
Shahih
Tarhib wa Tarhib, Juz. 1, halaman. 13.
BAB III
KESIMPULAN
Penggunaan istilah takhrij dalam bidang ilmu hadis mengalami
perkembangan dengan pengertian yang berbeda-beda. Pengertian takhrij yang
menjadi bahasan tulisan ini adalah menunjukkan letak suatu hadis dalam
sumber-sumber asli.
Ada lima metode takhrij: pertama, melalui pengetahuan tentang
nama sahabat yang meriwayatkan. Kedua, mengetahui tentang lafal pertama
hadis. Ketiga, melalui pengetahuan tentang salah satu lafal hadis. Keempat,
mengetahui tentang tema hadis. Kelima, melalui pengetahuan tentang
sifat khusus (karakteristik) sanad atau matan hadis.
Dengan demikian melalui kegiatan takhrij al-hadis peneliti atau
guru pendidikan agama Islam dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadis
dan juga dapat mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matn hadis
sebagai media pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar di ruang
kelas.
Catatan: Referensi ada pada penulis.
Catatan: Referensi ada pada penulis.