Selasa, 24 Juli 2012

SEKOLAH EFEKTIF


            Dewasa ini boleh dikatakan bahwa masyarakat semakin merindukan keberadaan sekolah yang benar-benar memiliki kinerja tinggi, mampu mengembangkan kemampuan anak berprestasi tinggi dan berkepribadian baik, di dalamnya para guru dan pegawai bekerja dengan senang hati dan memiliki kepuasan kerja. Inikah sekolah yang di sebut efektif?
            Sekolah efektif atau sekolah unggulan (excellent School) berada dalam lapangan manajemen sekolah. Karakteristiknya menurut Edmonds (1979) (Beare, dkk, 1989) yaitu:
1.  Guru-guru memiliki kepemimpinan yang kuat. Kepala sekolah memberikan perhatian tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran.
2.      Guru-guru memiliki kondisi penghasilan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi murid.
3.  Atmosfir sekolah yang tidak rigid (kaku), sejuk tanpa tekanan dan kondusif dalam seluruh proses pengajaran atau suatu tatanan iklim yang nyaman.
4.    Sekolah memiliki pengertian yang luas tentang fokus pengajaran dan mengusahakan efektivitas sekolah dengan energy dan sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan pengajaran secara maksimal.
5.  Sekolah efektif menjamin kemajuan murid dimonitor secara periodik. Kepala sekolah dan guru-guru menyadari bahwa kemajuan prestasi pelajar berhubungan dengan tujuan pengajaran.
Sekolah dapat menjadi efektif dan sekaligus menjadi efisien. Sekolah efektif karena pencapaian hasil yang baik, sedangkan sekolah yang efisien ialah penggunaan sumber daya yang hemat. Untuk mengetahui indikator prestasi pelajar tentunya dilihat dari absensi (kehadiran), tingkah laku di sekolah, laporan kejahatan atau penyimpangan, dan hasil ujian Negara. Sekolah yang unggul tersebut adalah sekolah yang efektif dan efisien yang menjanjikan lulusan yang terbaik, keunggulannya secara kompetitif dan komparatif. Keunggulan kompetitif dimiliki antar lulusan sejenis dalam jurusan yang sama, sedangkan komparatif antar lulusan berbeda dari satu sekolah dengan sekolah lain.
Manajemen pengembangan mutu salah satu bidang manajemen peningkatan mutu sekolah dengan iklim yang baik juga harus dalam hal suasana kelas yang dikelola oleh guru dengan para murid, pendayagunaan sumber daya kelas, pemanfaatan alokasi waktu secara baik, dan keterlibatan guru secara baik dalam pelaksanaan dan pengembangan kurikulum.
Kepemimpinan yang efektif oleh kepala dijalankan dengan menetapkan kerjasama dengan para guru-guru dalam meningkatkan mutu pendidikan yang muaranya adalah lulusan yang berkualitas. Demikian pula para manajer atau kepala sekolah harus berfungsi sebagai bagian dari kerjasama dalam lembaga untuk menjamin perubahan dalam lingkungan pendidikan era kekinian.
Semakin terpenuhinya prinsip otonomi, transparansi dan akuntabilitas berjalan dengan baik maka pimpinan sekolah, guru-guru, karyawan dan pihak terkait dengan sekolah semakin kuat komitmennya menjalankan program perbaikan mutu sekolah. Dengan demikian sekolah efektif harus menampilkan, yang menurut Beach dan Reinhartz (2000:64) ciri-cirinya yaitu:
1.      Efektivitas didasarkan kepada ukuran keberhasilan belajar siswa (pengetahuan, keterampilan dan sikap).
2.      Pembelajaran siswa menjadi tujuan utama atau fokus pengajaran
3.      Sikap dan perilaku guru beserta staf adalah komponen kuci sekolah efektif
4.      Sekolah menerima tanggung jawab terhadap penguatan prestasi akademik siswa dan mereka percaya bahwa hal itu dapat dicapai dari pelajaran.
5.      Sekolah sebagai organisasi harus teruji secara holistik, bukan terpecah atau menjadi bagian terpecah dari seluruh komponennya.
Iklim sekolah yang baik merupakan salah satu dari karakteristik sekolah yang efektif. Iklim sekolah yang baik tersebut adalah iklim atau suasana kondusif yang tercipta didalam sekolah akibat dari pengaruh perilaku komponen sekolah dalam interaksi belajar mengajar maupun manajerial.
Iklim sekolah yang diharapkan bersifat kondusif bagi sekolah yang efektif adalah bersifat terbuka, kekeluargaan, komunikatif, memiliki otonomi, aman, tentram, tertib aturan dan disiplin serta bekerja dengan tanggung jawab bersama.
Iklim sekolah yang baik dapat ditumbuh kembangkan melalui perubahan gaya manajeman dan kepemimpinan sekolah yang sangat ditentukan oleh kepala sekolah, dengan bekerjasama dalam semua pencapaian kinerja sekolah bersama para guru dan pegawai, orang tua siswa, komite sekolah yang berusaha menjadi efektif sesuai harapan masyarakat, maka perwujudan iklim yang baik dan kondusif bagi memenuhi karakteristik dan cita-cita sekolah efektif harus diperhatikan sejak sekolah bertekad menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Iklim sekolah yang baik merupakan salah satu dari karakteristik sekolah yang afektif. Iklim sekolah yang baik tersebut adalah iklim atau suasana kondusif yang tercipta di dalam sekolah akibat dari pengaruh perilaku komponen sekolah dalam interaksi belajar mengajar maupun manajerial.
Iklim sekolah yang diharapkan bersifat kondusif bagi sekolah yang ekfektif adalah bersifat terbuka, kekeluargaan, komunikatif, memiliki otonomi, aman, tentram, tertib aturan dan disiplin serta bekerja dengan tanggung jawab bersama.
Iklim sekolah yang baik dapat ditumbuh kembangkan melalui perubahan gaya manajemen dan kepemimpinan sekolah yang sangat ditentukan oleh kepala sekolah, dengan bekerjasama dalam semua pencapaian kinerja sekolah bersama para guru dan pegawai, orang tua siswa, komite sekolah dan para siswa itu sendiri. Karena itu, sekolah-sekolah yang berusaha menjadi efektif sesuai harapan masyarakat, maka perwujudan iklim yang baik dan kondusif bagi memenuhi karakteristik cita-cita sekolah efektif harus diperhatikan sejak sekolah bertekad menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Setiap sekolah yang sedang mengusahakan menjadi sekolah efektif, perlu memperhatikan dan mewujudkan hal-hal di atas, agar masyarakat benar-benar mendapatkan haknya untuk tidak sekedar mudah masuk ke sekolah tapi sekaligus dapat memilih sekolah efektif yang diharapkan. Semakin banyak sekolah berkualitas, efektif atau unggul, maka percepatan pengembangan SDM di daerah untuk kompotitif antar satu daerah dengan daerah lain dalam era otonomi dan globalisasi semakin terpenuhi dengan baik dan cepat.


Kamis, 12 Juli 2012

LANDASAN ORANG UNTUK MARAH DAN BERSIKAP EMOSIONAL

Secara umum, ada beberapa dalih yang biasanya menjadi landasan orang untuk marah dan bersikap emosional yang tidak terkendali yaitu:

A.    Budaya atau latar belakang suku bangsa
B.     Gender (jenis kelamin)
C.     Harga diri
D.    Definisi kemenangan
Saya akan mencoba membahas satu demi satu dalih yang biasa menjadi alasan bagi seseorang untuk bertindak secara emosional lewat kemarahan yang tidak terkendali.
A.    Budaya atau latar belakang suku bangsa
Ada ungkapan suku bangsa tertentu atau budaya tertentu identik dengan sifat pemarah atau temperamental. Entah sejak kapan dan dari mana ungkapan itu berasal, yang pasi ungkapan tersebut telah menjadi brend  image bagi mereka yang berasal dari suku bangsa atau budaya tertentu.
Patut kita sadari, suku bangsa dan budaya adalah hasil cipta dan kereasi serta pemikiran umat manusia. Artinya kita manusia mempunyai kehendak bebas yang akan membawa pada tindakan, sifat, kreasi, dan prestasi tertentu dalam perjalanan kehidupan. Kehendak bebas temasuk bebas dalam memilih apa yang kita yakini dan apa yang akan kita jalani.
Disisi lain kita juga perlu menyadari bahwa yang namanya budaya tidak tercipta dalam semalam. Ia lahir dari sebuah proses waktu yang panjang sehingga mereka yang berbeda dalam komunitas budaya tersebut akan terpengaruh hingga ke pikiran bawah sadar.
Memang ada banyak sekali nilai-nilai luhur dalam kebudayaan yang dapat membawa kita masuk ke damaian dan keberhasilan hidup yang sekarang banyak diajarkan dalam berbagai teori motivasi. Namun, di sisi lain, ada juga nilai-nilai yang bermuara pada kemarahan, tindakan emosional hingga tindakan penghancuran, misalnya perang suku yang berujung kematian yang di dasari oleh niat untuk mempertahankan harga diri. Secara rasional, kita seharusnya dapat berfikir, apa keuntungan tindakan seperti ini. Seandainya saja, orang-orang yang bertikai mau berpikir secara rasional tentu efek-efek negatif kemarahan dapat diminimalisir bahkan ditiadakan.
B.     Gender (Jenis Kelamin)
Dalam kehidupan nyata, perbedaan jenis kelamin terkadang membuat orang berbeda dalam menyikapi hal-hal yang terjadi, termasuk dalam mengendalikan amarah. Kita semua tahu bahwa pria cendrung lebih mengendalikan amarah. Kita semua tahu bahwa pria cendrung lebih mengendalikan logika. Sebaiknya, wanita cendrung lebih  mengendalikan perasaan sehingga terkadang memberikan efek bias terhadap kebenaran yang sesungguhnya.
Mana yang yang lebih baik menurut pembaca? Jawabannya adalah tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang lebih buruk. Logika dan perasaan harus berperan secara bersamaan dan saling melengkapi. Pria sering kali di identitikan dengan pribadi yang kuat, tegas dan pantang menangis. Pandangan seperti ini secara tidak sadar telah memengaruhi sikap dan perilaku pria pada umumnya. Umumnya, para prialah yang mendominasi berbagai pertikaian dan perselisihan di dunia ini dan pandangan tadi kemudian membuat pria kerap bertindak tidak terkendali karena ingin terlihat kuat, tegar dan pantang menangis.
Kita sering melakukan tindakan emosional yang mengatasnamakan “saya pria, saya harus menang dan tidak boleh diremehkan!” dan akhirnya tindakan kita lebih banyak membawa kita pada penyesalan yang menyakitkan dan membuat diri kita malu dikemudian hari. Sebetulnya, ketika semuanya itu terjadi, semuanya akan kalah dan tidak akan mendapatkan apa-apa, seperti pepatah yang kita dengar “menang jadi arang kalah jadi abu”
Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada alas an karena kita pria atau wanita, kita harus bertindak secara emosional yang membabi buta dan berujung pada kemarahan dan akan berumuara pada penyesalan. Kita dapat membuat pilihan dan Tuhan telah menciptakan kita dengan begitu luar biasa dengan kemampuan menimbang dan mempu menilai apakah suatu tindakan itu baik atau buruk, berguna atau tidak berguna.
C.     Harga Diri
Harga diri merupakan kecendrungan seseorang dalam memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap, mampu dan memiliki keunggulan dan kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup yang mendasar. Dalam bukunya “manage your mind for success” Adi Gunawan mengatakan bahwa harga diri seseorang akan menentukan semangat, antusiasme dan motivasi diri. Harga diri adalah salah satu penentu prestasi dan keberhasilan. Singkatnya, harga diri menjadi kekuatan yang sangat luar biasa alam menjalani dan memperjuangkan kesuksesan hidup seseorang. Harga diri diibaratkan bensin yang siap mengobarkan semangat hidup seseorang, namun disisi lain harga diri juga dapat menjadi air yang memadamkan langkah perjuangan seseorang dalam meraih sukses. Hal ini bisa terjadi karena persepsi yang keliru dalam menetapkan harga diri. Buktinya, harga diri kerap menjadi landasan utama seseorang untuk melakukan tindakan emosional. Misalnya ketika sedang marah, ada orang yang berujar, “enak saja aku mengalah. Dimana harga diri ku? aku akan beri ia pelajaran setimpal perbuatannya pada ku!” hal seperti ini patut disayangkan sebab orang tersebut tidak mengetahui dengan benar apa arti harga diri yang sesungguhnya. Ia berfikir harga diri akan didapatkan jika orang lain mau mengakui dan memahami dirinya. Akibatnya, ia cendrung melakukan pemaksaan kepada orang lain agar mau mengakui dirinya. Hal ini akan semakin diperparah lagi jika ia mengalami berbagai bentuk tekanan dari lingkungan.
Ada suatu analogi menarik bila kita melihat sebuah batu besar disebuah sungai. Batu itu perlahan-lahan akan terkikis dan mengecil bahkan sampai hancur lebur karena arus air melewatinya secara terus menerus. Artinya ketika akan mengaktualisasikan harga diri kepada orang lain, kita tidak perlu melakukan tindakan emosional yang tidak terkendali. Pengakuan harus di perjuangkan bukan dipaksakan, karena orang yang kita paksa untuk mengakui lewat tindakan yang cendrung emosional itu menghendakinya. Pengakuan harga diri bisa juga kita dapatkan dari hasil dan prestasi kerja keras kita. Ingat kita tidak mungkin membuat semua orang senang kepada kita. Dan, sebaliknya, tidak semua orang dapat membuat kita menjadi senang dan setuju kepada meraka.




Minggu, 24 Juni 2012

LIMA CARA ALLAH MENYATAKAN TUJUAN HIDUP

1. Allah menyatakan tujuan hidup melalui sebuah peristiwa 
Cara menemuan hidup seseorang ditunjukkan dengan peristiwa yang di alaminya sendiri ataupun peristiwa yang dia lihat, perhatikan atau amati. Dan kemudian, melalui peristiwa itulah pada akhirnya ia menemukan panggian di hatinya untuk melakukan sesuatu agar menjadi jawaban atas peristiwa itu. Penemuan tujuan hidup ini pun dapat diperoleh karena adanya informasi tentang sebuah peristiwa sejarah, berita, ataupun kisah hidup dari tokoh-tokoh yang dia kagumi yang begitu menginspirasi kehidupannya.
 2. Allah menyatakan tujuan hidup melalui perjalanan hidup selangkah demi selangkah 
Cara ini diawali dari perjalanan hidup yang dilalui setahap demi setahap yang akhirnya tanpa sadar mengarahkan hidup seseorang pada sebuah panggilan yang spesifik. Setiap pengalaman yang dialaminya di waktu-waktu sebelumnyaterlihat seperti rangkaian sistematis yang sebenarnya merupakan pengalaman yang memperlengkap dirinya untuk melakukan apa yang menjadi panggilan hidupnya.
3. Allah menyatakan tujuan hidup melalui kesadaran yang bertumbuh seiring berjalannya waktu. 
Seiring bertumbuhnya kedewasaan seseorang, Tuhan mulai mengarahkannya pada kesadaran untuk berbuat sesuai yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
4. Allah menyatakan tujuan hidup melalui konfirmasi dari seseorang yang dipandang berotoritas secara rohani. 
Cara ini mungkin lebih melibatkan pihak lain yang meneguhkan apa yang menjadi arah hidup kita, mungkin karena kita tidak terlalu menyadari atau tidak terlalu jelas gambaran hidup kita itu. Pihak lain itu bukanlah orang sembarangan yang tidak memiliki kridibelitas tertentu yang layak dipertanggungjawabkan. Mereka bukanlah sebagai penentu tetapi pihak yang menegaskan.
5. Allah menyampaikan tujuan hidup kita melalui hubungan pribadi kita dengan Tuhan 
Cara penemuan arti hidup atau tujuan hidup seseorang melalui hubungan yang di bangunnya dengan sang pemilik kehidupan itu sendiri. Cara ini lebih mengacu pada inspirasi yang diperoleh karena proses perenungan.

Jumat, 01 Juni 2012

ASPEK-ASPEK KEMANUSIAAN

Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Biasanya para ilmuan melihat manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani, yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah aspek kerohaniannya. Manusia akan menjadi sungguh-sungguh manusia kalau ia mengembangkan nilai-nilai rohani (nilai-nilai budaya), yang meliputi: nilai pengetahuan, keagamaan, kesenian, ekonomi, kemasyarakatan dan politik. Howard Gardner (1983) menelaah manusia dari sudut kehidupan mentalnya khususnya aktivitas intelegensia (kecerdasan). Menurut dia, paling tidak manusia memiliki 7 macam kecerdasan yaitu: 1. Kecerdasan matematis/logis: yaitu kemampuan penalaran ilmiah, penalaran induktif/deduktif, berhitung/angka dan pola-pola abstrak. 2. Kecerdasan verbal/bahasa: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kata/bahasa tertulis maupun lisan. (sebagai materi pelajaran di sekolah berhubungan dengan kecerdasan ini). 3. Kecerdasan interpersonal: yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan keterampilan berelasi dengan orang lain, berkomunikasi antar pribadi. 4. Kecerdasan fisik/gerak/badan: yaitu gerakan mengatur gerakan badan, memahami sesuatu berdasar gerakan. 5. Kecerdasan musikal/ritme: yaitu kemampuan penalaran berdasarkan pola nada atau ritme. Kepekaan akan suatu nada atau ritme. 6. Kecerdasan visual/ruang/spasial: yaitu kemampuan yang mengandalkan penglihatan dan kemampuan membanyangkan obyek. Kemampuan menciptakan gambaran mental. 7. Kecerdasan intrapersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran kebatinannya seperti refleksi diri, kesadaran akan hal-hal rohani. Kecerdasan inter dan intra personal ini. Selanjutnya oleh Diniel Goleman (1995) disebut dengan kecerdasan emosional. Ternyata pula bahwa sebagian besar kegiatan kecerdasan logis matematis dan kecerdasan verbal bahasa dilakukan dibelahan otak kiri. Sedangkan kegiatan kecerdasan lainnya dilakukan pada otak kanan (intrapersonal, interpersonal, visual-ruang, gerak-badan, dan musik-ritme). Penting pula dengan demikian bahwa nilai akademik dan tingkah laku dibedakan. Hukuman akademik dan hukuman “kepribadian” dipisahkan. Saying bahwa hanya kecerdaasan logis-matematis dan verbal-bahasa yang dikembangkan di sekolah, sedangkan yang lainnya hanya sedikit sekali. Hal ini tentu merugikan siswa sebab tidak semua bakat dan kemampuannya diekspolarasi dan dikembangkan, dan juga fatal bagi sebagian siswa yang memiliki kelebihan kecerdasan di otak kanan. Betapa pentingnya didalam dunia pendidikan kita mengusahakan proses pembelajaran dan pendidikan yang mengembangkan aktivitas baik otak kanan maupun otak kiri, yang mengembangkan semua aspek kemanusian perseorangan. Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidaktahuan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan Sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan oleh rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis dan manusiawi.

Rabu, 16 Mei 2012

KEDUDUKAN PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM

Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam adalah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Penghargaan sangat menghargai ilmu pengetahuan, perlu untuk dicermati tulisan Asma Hasan Fahmi (1979) a. Tinta ulama lebih berharga daripada darah syuhada. b. Orang yang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadah, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan sholat, bahkan melebihi seseorang yang berperang di jalan Allah. c. Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak diisi kecuali oleh seseorang yang alim lainnya. Ada penyebab khusus mengapa orang Islam amat menghargai guru, yaitu pandangan bahwa ilmu pengetahuan itu semuanya bersumber dari Tuhan. Firman Allah: Tidak ada pengetahun yang kami miliki Kecuali yang engkau ajarkan kepada kami (Al-Ayat) Ilmu datang dari Tuhan, guru pertama adalah Tuhan. Pandangan yang menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang islam bahwa ilmu tidak terpisah dari guru, maka kedudukan guru amat tinggi dalam islam. Al-Ghazali dalam Ihya’Ulumuddin,sebagaimana dikutip al-Abrasyi mengatakan:”Seseorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu. Dialah yang berkerja di bidang pendidikan. Sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya ini.” Penyair Syauki telah mengakui pula nilai seseorang guru dengan kata-katanya, yang terjemahannya sbb: Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir merupakan seseorang rasul (utusan). Di dalam proses pendidikan yang berencana atau formal, proses ini mempunyai batas-batas kejelasan antara pendidik dengan anak didik. Karena pendidik itu sebagai warasatul ambiya’, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: a. Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu diajarkan. Kedudukannya sebagai pendidik mengharuskan dia mempelajari atau mendapatkan Informasi tentang materi yang akan diajarkan. b. Harus mengerti secara keseluruhan bahan yang perlu diberikan kepada anak didiknya. c. Harus mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan dan menghubungkan dengan konteks komponen-komponen yang lain secara keseluruhan. Islam sudah memberikan pola tentang bagaimana way of thingking dan way of live yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi. d. Harus mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat. e. Harus dapat mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilakukan. f. Harus dapat memberikan hadiah (tabsyir/reward) dan hukuman (tandzir/punnishment) sesuai dengan usaha dan daya capai anak didik di dalam proses belajar. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 119: Sesungguhnya kami Telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.

Sabtu, 07 April 2012

ETOS KERJA ISLAMI

Etos kerja islami adalah watak/ karakter dan kebiasaan kerja orang Islam yang terpancar dari akidah Islamiyah yang berkenaan dengan kerja sebagai sikap mendasar dalam dirinya. Etos kerja seseorang terbentuk oleh adanya motivasi yang terpancar dari sikap hidupnya yang mendasar terhadap kerja. Sikap itu mungkin berasal dari akal dan atau pandangan hidup/nilai-nilai yang terkait tanpa harus terkait dengan Iman atau ajaran agama. Khusus bagi orang yang beretos kerja Islami, etos kerjanya berdasarkan dari sistem keimanan/aqidah Islam berkenaan dengan kerja yang didasarkan dari ajaran wahyu bekerjasama dengan akal. Sistem keimanan itu menjadi sumber motivasi bagi terbentuknya etos kerja Islami sebagai agama amal atau agama kerja.
Bahwasanya untuk mendekatkan diri serta memperoleh ridho Allah, seorang hamba harus melakukan amal sholeh yang dikerjakan dengan ikhlas hanya karna Dia, yakni dengan memurnikan tauhid, sesuai dengan Q.S. al-kahfi [18]: 110
…             
“…barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Adapun ciri-ciri orang yang beretos kerja Islami tinggi adalah sebagai berikut:
1. Aktif, suka bekerja keras, bersemangat dan hemat
2. Tekun, professional, Efisien, kreatif, jujur, disiplin dan bertanggung jawab
3. Mandiri, rasional serta mempunyai visi jauh kedepan
4. Percaya diri namun mudah bekerjasama dengan orang lain
5. Sederhana, tabah, dan ulet serta sehat jasmani dan rohani
Jadi secara lahiriyah serupa dengan ciri-ciri orang beretos kerja tinggi pada umumnya. Sejarah telah membuktikan bahwasanya akidah Islam berpotensi besar untuk menjadi sumber motivasi yang mampu merubah serta membangun sikap hidup mendasar, karakter, serta kebiasaan perilaku manuisa dalam arti amat positif. Nabi Muhammad SAW memiliki STAF yakni Sidik, Tabligh, Amanah dan Fathanah. Akidah yang berhasil ditanamkan Nabi SAW kepada para pengikutnya ketika beliau menjadi rasul terbukti telah menimbulkan kemajuan (termasuk etos kerja Islami) yang luar biasa pada sejumlah besar dari mereka: orang-orang muhajirin dan orang-orang anshor, bahkan orang-orang yang sebelumnya termasuk “komunitas jahiliyah”. Pada etos kerja ini secara dinamis selalu mendapat pengaruh dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, sesuai kodrat manusia selaku makhluk yang saling berpengaruh (psikofisik) yang tidak kebal dari berbagai rangsang, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, terbentuknya etos kerja Islami melibatkan banyak faktor dan tidak hanya terbentuk secara murni oleh satu atau dua faktor tertentu.

Minggu, 04 Maret 2012

KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Kerja merupakan kodrat hidup manusia sekaligus cara memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kerja juga menjadi jalan utama mendekatkan diri kepada Tuhan. Kedudukannya dalam Islam amat tinggi, yakni menempati peringkat kedua setelah iman. Kerja juga dapat menghapus dosa. Jadi jika setiap kerja yang mendapat ridha Allah, mestinya diposisikan sebagai ibadah dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kaakteristik sikap hidup mulia dan muslimah. Islam memandang amat tinggi terhadap usaha dan kerja yang halal dalam rangka memperoleh rizki atau harta yang digunakan untuk amal kebaikan. Menurut Isa Abduh, al-Fanjary dan Rauf Syalabiy, bahwa Islam betul-betul agama amal yang menetapkan para pemeluknya harus beretos kerja tinggi. Bani Sadr mengatakan bahwa hubungan Al-Khaliq (pencipta) dengan makhluk (ciptaan-nya) adalah berdasarkan atas kerja. Demikian juga dalam hubungan antara manusia dengan alam.
Manusia diperintahkan untuk merenovasi nasib dan prospeknya dengan jalan bekerja dan berusaha dan menilainya sebagai salah satu macam ibadah yang berpahala di hadirat Allah itu tidak menentukan macam kerja dan usaha yang dinyatakan lebih utama dari yang lain. Usaha dan kerja apa saja selagi halal adalah baik dan terhormat. Islam telah memberikan pedoman umum tentang kerja yang menjadi dasar moralitas mereka yang bekerja. Islam tidak melarang pengikut-pengikut untuk bekerja mencari rizki yang sebanyak-banyaknya, tetapi Islam memberikan kepada mereka suatu garis pemisah yang tidak boleh dilanggar. Garis pemisah antara yang diperbolehkan dengan yang tidak diperbolehkan dilanggar. Garis pemisah antara yang diperbolehkan dengan yang tidak diperbolehkan didasarkan atas dua prinsip, yaitu halal dan kemaslahatan umum (Muhammad Yusuf Qardhawi, hal. 196).
Berpijak pada kewajiban kerja tersebut, maka kerja menjadi sangat esensial bagi kehidupan manusia di muka bumi. Jati diri manusia sebagai khalifah fil-ardhi akan memperoleh makna, bukan sekedar legitimasi formal, apabila ia mau berkreasi, mengingat cara inilah yang dipandang terhormat dalam rangka manusia memenuhi kebutuhan hidupnya secara pribadi dan secara komunal “memanusiakan manusia”. Dengan sendirinya Islam tidak memberikan penilaian positif terhadap perilaku manusia yang enggan bekerja, malas berkreasi dan jumud, tidak inovasi, tidak trampil, termasuk manusai yang sukanya mengeksploitasi orang lain. Perilaku eksploitasi ini secara sistemik ataukah tidak cendrung pada peraktek dehumanisasi secara total, setidak-tidaknya mengalami kehilangan harga diri selaku manusia.
Dengan kata lain,menunjukkan bahwa bekerja merupakan basis nilai hidup. Kualitas dan kuantitas moral dan ibadah manusia ikut ditentukan oleh modus operandi pekerjaannya, cara dan akibat yang ditimbulkannya. Makin banyak dan diversifiktif pekerjaan yang di gelutinya, maka akan banyak muncul penilaian, penghargaan, dan dampak dilahirkannya. Dengan bekerja dan berusaha, manusia akan memperoleh nilai dalam kehidupannya. Demikaian ini berarti bahwa apa yang diaktifitaskannya sepanjang hidup merupakan manifestasi eksistensi kemanusiaannya.
Wujud penghargaan yang wajib diberikan kepada pekerja sesuai dengan tuntunan Islam adalah berupa upah dari majikan (perusahaan) setelah menjalankan aktivitas kerjanya, sedangkan perusahaan menerima upah dari majikan (perusahaan) setelah menjalankan aktifits kerjanya, sedangkan perusahaan menerima kualitas sumber daya kerjanya dari pekerja demi kelancaran dan kualitas produktivitas serta peningkatan usaha-usahanya. Pekerja hadir dalam komunitas perusahaan untuk ikut “memperkaya”, meningratkan, atau meng-elit-sosial-ekonomi-kan majikan, sedangkan majikan dituntut kompetensi dan kepeduliannya untuk memperbaiki atau menginovasi kondisi dan kelayakan (kesejahteraan) hidup pekerja.