Kamis, 24 Oktober 2013

MEMBACA

Membaca adalah melihat dan memahami suatu informasi yang berupa simbol-simbol yang membentuk kata-kata yang diinformasikan dari penulis kepada pembaca. Sedangkan arti yang sederhana, membaca adalah memahami pola-pola bahasa gambaran tertulisnya. Ada beberapa maksud dari membaca, diantaranya yaitu membaca bertujuan utama untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan, menemukan ide/gagasan utama, apabila membaca dengan pemahaman sepenuhnya.
Ada beberapa jenis membaca, yaitu membaca nyaring, membaca dalam  hati, membaca telaah isi (memelaah isi secara mendalam). Di dalam membaca terdapat dua aspek  yang sangat penting yaitu: keterampilan yang bersifat  mekanis  yang dapat dianggap berada pada urutan yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah. Keterampilan bersifat pemahaman yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi.
Keterampilan membaca merupakan sesuatu yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian ketrampilan-ketrampilan yang lebih. Untuk meningkatkan ketrampilan ini membutuhkan kosakata, pemahaman strukur kata, ungkapan, pepatah, peribahasa, dll.
Dalam kondisi dan situasi tertentu pengajaran  membaca dapat dilakukan dengan langkah-langkah yang sederhana yaitu menginstruksi siswa untuk membaca, mempelajari dan mengucapkan apa yang telah diingat, langkah berikutnya guru menyusun kata-kata serta struktur-struktur yang telah diingat tadi menjadi bahan dialog atau paragraf, untuk langkah ketiga seorang pendidik juga harus menyesuaikan pilihan kata yang akan digunakan dan disesuaikan dengan konteks umur pembaca, karena pemilihan kata juga mempengaruhi proses membaca, langkah yang keempat yaitu dengan cara penyederhanaan bahan-bahan bacaan yang diharapkan pembaca mampu memahaminya dengan baik dan tidak terlalu berat dibaca oleh para pelajar. Untuk tahap yang terakhir ialah tidak dibatasinya bahan bacaan yang disediakan untuk pembaca tetapi juga harus memperhatikan kemampuan masing-masing para pembaca, ada yang mampu mengerti semua bahan bacaan tetapi ada juga yang terbatas kemampuannya dalam bahasa aslinya saja.

Senin, 30 September 2013

DEFINISI ILMU FENGETAHUAN

Bila ada istilah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela maka ilmu juga bisa diatikan sebagai penerang dunia. Karena hidup tanpa ilmu maka kita akan hidup dalam sebuah kegelapan yang tanpa  berujung. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu mencari dan memperdalam ilmu supaya kita bisa mengikuti perkembangan zaman tanpa dihantui rasa ketakutan karena kedangkalan ilmu yang kita miliki.
Pada umumnya, pembahasan tentang epistemologi (teori pengetahuan) dimulai dengan penjelasan tentang definisi “sains” yang biasanya dibedakan dengan pengetahuan (knowledge). Tidak pernah jelas, apakah sains (science) itu sama atau berbeda dengan ilmu (‘ilm). Istilah ilmu (pengetahuan) terkadang sama dengan sains, tetapi kadang justru disamakan pula dengan knowledge atau “pengetahuan”. Istilah ilmu (pengetahuan) juga terkadang dipakai untuk merujuk sains yang dibedakan dengan pengetahuan (knowledge).
Oleh karena itu, kiranya perlu kita menguraikan terlebih dahulu definisi dari pada sains (sains) dan ilmu (‘ilm). Menurut Webster’s New World Dictionary. Kata science berasal dari kata latin, scire. Yang artinya mengetahui, secara bahasa, science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan dengan intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini kemudian mengalami perkembangan dan perubahan pemaknaan sehingga berarti “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi kajian dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menentukan sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.
Dengan demikian, telah terjadi pergeseran makna sains dari “pengetahuan” menjadi “pengetahuan yang sistematis berdasarkan observasi indrawi”. Trend ini kemudian mengarah pada pembatasan lingkup sains hanya pada dunia fisik. Hal ini dapat dari definisi lain yang kemudian diberikan oleh kamus tersebut pada science sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik”.
Selanjutnya, kita bandingkan dengan pengertian ilmu (‘ilm). Ilmu berasal dari bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu (pengetahuan) dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya. Lebih lanjut Ibnu Hazm mendefinisikan bahwa ilmu adalah “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.
Pengertian ilmu sebagaimana adanya mengisyaratkan bahwa ilmu tidak begitu saja sama dengan pengetahuan biasa karena pengetahuan biasa bisa saja tidak sebagaimana adanya, tetapi lebih sebagai pengetahuan umum yang didasarkan pada  opini atau kesan keliru dari indera. Oleh karena itu, pengetahuan sebagaimana adanya mengisyaratkan bahwa pengetahuan tersebut haruslah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan tidak hanya berdasarkan pada praduga atau asusmi. Dengan kata lain, ilmu memiliki kriteria yang dimiliki oleh sains sebagai pengetahuan yang sistematis dan terorganisir.
Namun, ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan sains karena sains hanya dibatasi pada bidang-bidang fisik-empiris-positif, sedangkan ilmu—pada perkembangannya melampauinya dengan memasukkan—tidak hanya—bidang-bidang non-empiris seperti matematika dan metafisika—seperti Tuhan, Malaikat, Jin, dan ruh—memiliki entitas-entitas yang sama riilnya dengan objek-objek fisik-empiris. Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa teologi, angeolologi, eskatologi, psikologi, ontologi, kosmologi, dan filsafat dapat dikategorikan sebagai ilmu.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi ilmu yang dimaksud adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Selanjutnya, dalam perkembangannya pengetahuan manusia berdiferensiasi menjadi empat cabang utama, filsasat, ilmu, pengetahuan dan wawasan. Untuk melihat perbedaan antara empat cabang itu, saya berikan contohnya: Ilmu kalam (filsafat), Fiqih (ilmu), Sejarah Islam (pengetahuan), praktek Islam di Indonesia (wawasan). Bahasa, matematika, logika dan statistika merupakan pengetahuan yang disusun secara sistematis, tetapi keempatnya bukanlah ilmu. Keempatnya adalah alat ilmu.
     * Tulisan ini bagian dari rangkaian MK. Filsafat Ilmu dan Sumber Rujukan ada pada penulis.
        nasri_kurnialloh12@yahoo.co.id

Selasa, 27 Agustus 2013

DO’A SYAKH ABDUL QODIR AL-JAILANI




            Segala puji bagi Allah yang menciptakan langit dan bumi, tiada Tuhan selain dia, kepada-Nya aku bertawakal dan Dialah Tuhan pemilik Arasy yang agung. Maha suci Allah dan maha tinggi dari apa mereka yang persekutukan.
            Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami tampakkan dan kami rahasiakan, yang kami sembunyikan dan yang kami temukan dan yang engkau lebih mengetahuinya dari pada kami.
            Ya Allah, berilah kami keridhaan Mu di dunia dan di akhirat dan akhirilah hidup kami kebaikan dan penutup amal kami kebaikan, dan sebaik-baik hari kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan Mu.
Ya, Allah, kami berlindung dengan Mu dari hilangnya kenikmatan Mu dan dari bencana mendadak serta perubahan kenikamatan Mu dari kesengsaraan yang sangat dan cobaan yang berat serta kebencian musuh dan perubahan kenikmatan dan takdir yang buruk.
Kami berlindung dengan Mu dari semua gangguan dan keburukan.
Ya Allah, kami memohon kepada Mu pemberian yang terbaik. Ya Allah, kami mohon kepada Mu agar menghilangkan penderitaan kami dan menyembuhkan penyakit kami dan mengasihi orang mati di antara kami dan menyehatkan badan kami serta mengikhlaskannya untuk Mu. Dan kami mohon kepada Mu agar engkau pelihara diri kami dan lapangkan dada kami dan mengatur urusan kami, menjaga anak-anak kami menutupi kesalahan kami dan mengembalikan yang hilang dari kami.
Kami mohon kepada Mu agar Engkau teguhkan kami di atas agama kami dan kami mohon kepada Mu kebaikan dan kebenaran.
Ya Allah, ya Tuhan kami, sesungguhnya kami memohon kepada Mu agar member kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta Engkau wafatkan kami dalam keadaan Islam dengan rahmat Mu. Lindungilah kami dari siksa neraka dan siksa kubur, Ya Tuhan yang maha penyayang diantara para penyayang; Ya Rabbal’alamin.

Senin, 29 Juli 2013

PUASA DAN ETOS KERJA MUSLIM



Ada kesan yang tidak tepat selama ini bahwa ibadah puasa menjadikan produktivitas kerja muslim menjadi menurut drastis. Ini disebabkan karena tidak adanya bahan makan yang diolah menjadi energy. Akibatnya, tubuh terasa lemas dan tidak bergairah dalam bekerja. Kesan ini diperkukuh dengan adanya keringanan yang diberikan atasan/pimpinan kepada karyawan/pegawai untuk masuk kerja lebih lama dan pulang lebih cepat dari jadwal semula. Jika ada pegawai yang tampak loyo tidak bersemangat, pimpinan segera memakluminya bahwa pegawai tersebut sedang berpuasa.
            Secara jujur harus diakui kesan ini bertentangan dengan hakikat yang dikandung oleh ibadah puasa itu sendiri. Bahkan sebaliknya, ibadah puasa itu semestinya dapat memotivasi setiap muslim untuk lebih bersemangat dan bergairah dalam bekerja sehingga ia akan menjadi lebih produktif dari masa-masa sebelumnya.
            Para ahli psikoanalisis selalu menggambarkan manusia senantiasa dalam proses tarik-menarik antara unsur jasmaniah dan unsur rohaniyah. al-Qur’an menyebutnya dalam Q.S. al-syams ayat 8 dengan kata fujur dan kata takwa. Fujur adalah keinginan untuk selalu melanggar perintah Allah SWT dan takwa adalah keinginan untuk selalu mematuhinya. Fujur berasal dari tanah (kecendrungan jasmani) takwa berasal dari roh (kecendrungan rohani).
            Unsur jasmaniyah yang berasal dari tanah menjadikan manusia cendrung memenuhi kebutuhan fa’ali-nya seperti makan, minum, kebutuhan seksual, dan materi yang sebenarnya tidak memiliki titik henti.  Sering kali dalam memenuhi kebutuhan ini manusia tidak lagi memerhatikan ajaran-ajaran agamanya dan cendrung untuk menghalalkan segala cara. Akhirnya, jadilah manusia itu sebagai makhluk yang rakus dan serakah.
            Sedangkan unsur rohaniyah yang langsung bersumber dari Allah SWT,, membuat manusia cendrung pada kebenaran, berkeinginan untuk melakukan yang baik-baik dan selalu ingin dekat kepada asalnya yaitu Allah SWT. Inilah makna bahwa pada dasarnya manusia itu hanif yang artinya cendrung pada kebenaran (mail ila al-haq).
            Kedua potensi inilah, yang selalu bertarung pada diri manusia yang pada akhirnya dapat menimbulkan ketimpangan hidup (disharmonis). Dikatakan demikian sering kali kedua kebutuhan ini tidak seimbang dalam diri manusia. Adakalanya kebutuhan duniawinya lebih dominan dan terkadang kebutuhan rohaninya yang lebih dominan. Situasi seperti ini menyiksan kehidupan manusia karena tidak sesuai dengan fitrahnya sendiri.
            Melalui ibadah puasa ketidakseimbangan ini akan dipecahkan. Disatu sisi setiap orang yang berpuasa harus mengurangi kebutuhan jasmaninya seperti makan, minum dan kebutuhan seksual. Pada sisi lain ia juga harus menyuburkan perkembangan batinnya dengan ibadah puasa, sahat baik fardhu ataupun sunnah, zikir dan membaca al-Qur’an. Pada akhirinya kebutuhan jasmani yang sebelumnya dominan, menjadi turun dan kebutuhan rohaninya yang semula rendah dapat dinaikkan sejajar dengan kebutuhan jasmaninya, sehingga tidak ada yang dominan.
            Setelah mencapai keseimbangan baru tersebut, sebenarnya pribadi muslim tersebut telah kembali kepada fitrah asalnya, yaitu satu bentuk kehidupan yang alami (natural). Dalam surat al-Rum ayat 30 Allah berfirman: maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang hanif (lurus) yang diciptakan Allah SWT sesuai dengan fitrah manusia. melalui ayat ini tegaslah bahwasanya manusia itu pada hakikatnya dalam kondisi fitrah. Satu bentuk kehidupan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani.
MOTIVASI KERJA
            Ada pepatah Inggris yang popular dikalangan pendidik yaitu, “You can bring a horse to a river, but you cannot force it to drink”. Maksdunya kira-kira, kita bisa menarik seekor kuda ke tepi sungai, namun apakah ia mau minum atau tidak, itu sangat bergantung pada kuda itu apakah ia sedang haus atau tidak, minum disini merupakan dorongan yang harus datang dari dalam. Dorongan atau kemauan untuk minum inilah yang disebut dengan motivasi.
            Di atas penulis telah menjelasakan bahwa puasa bertujuan mengembalikan manusia pada fitrah keseimbangan, yaitu manusia yang hanif (selalu cendrung pada kebaikan dan kebenaran). Kebaikan dan kebenaran inilah yang menjadi motivasi pribadi muslim dalam hidupnya terutama dalam bekerja. Ia akan selalu berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik dengan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran. Ketika ia melakukan sesuatu pekerjaan yang tidak baik atau tidak dengan hasil yang baik maka sebenarnya ia sedang bertarung dengan fitrah kemanusiaannya. Lebih dari itu, jika pekerjaan itu dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran yang diyakininya, ia akan melawan fitrah kemanusiaannya. Selama ia tidak keluar  dari pertarungan ini hidupnya akan selalu tersiksa yang akan selalu membawanya kepada spilit personality (keterpecahan pribadi).
            Inilah motivasi kerja yang hakiki, sedangkan motivasi kerja yang dibangun atas rangsangan-rangsanga duniawi (bonus atau promosi jabatan) atau dalam bentuk-bentuk penghargaan lainnya, kendati tetap penting, namun bisaanya semu. Apabila rangsangan itu tidak ada lagi maka motivasi kerjanya menjadi turun. Akibat buruk lainnya ia akan bersungguh-sungguh berkerja ketika ada pengawasan atau penilaian dan hanya untuk memperoleh kepentingan sesaat.
            Berbeda dengan orang yang motivasi kerjanya karena dorongan fitrah kemanusiaannya, ada tidaknya penghargaan atau pengawasan. Ia tetap bekerja dengan baik karena ia sadar bahwa apa yang dilakukannya merupakan ibadah dalam mencari ridha Allah. Keridhaan Allah inilah yang menjadi tujuan dalam bekerja.
             Pada hakikatnya kerja dalam pandangan Islam  adalah mode of existence. Harga manusia sangat ditentukan oleh amal atau kerja yang dilakukannya. Jika ia melakukan suatu pekerjaan yang baik dengan penuh kesungguhan ia akan mendapatkan balasan yang baik di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika ia melakukan pekerjaan yang buruk, maka ia akan memperoleh balasannya.
            Berkaitan dengan kerja yang baik dapat di lihat pada hadis Rasul yang menyatakan: “Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kamu untuk berbuat baik (ihsan) terhadap sesuatu. Karena itu jika kamu menyembelih, maka berihsanlah dalam penyembelihan itu, dan seseorang hendaklah menajamkan pisaunya dan menenangkan binatang sembelihannya itu”.
            Ihsan dapat dikatan optimalisasi hasil kerja dengan jalan melakukan jalan pekerjaan itu sebaik mungkin dengan tetap mempertimbangkan efisiensi dan daya guna yang setinggi-tingginya. Pada gilirannya amal (kerja) yang baik itulah yang akan menghantarkan dirinya mencapai harkat yang tinggi, yaitu bertemu dengan Tuhan penuh keridhaan seperti yang dinyatakan dalam Q.S. Al-Kahfi [18]: 110.
Dari paparan di atas, semestinya orang hanya berpuasa akan mendapatkan suasana batin yang relative baru dimana ia akan memperoleh kembali keseimbangan diri (hanif) yang pada gilirannya akan memotivasi dirinya untuk lebih bersemangat dalam bekerja tidak saja pada bulan Ramadhan namun juga pada masa-masa sesudahnya.