Sabtu, 17 Februari 2018

NIKAH MENUJU KEBAIKAN DUNIAWI DAN UKHRAWI



Islam sebagai satu jalan dan cara hidup komprehensif memberi penekanan penting meletakkan garis panduan serta piawaian tinggi yang terperinci bagi membimbing manusia ke arah keredaanNya.
               Dalam Islam, perkahwinan dan hubungan suami isteri serta seisi keluarga adalah perkara mulia dipandang penting. Rasulullah SAW menggambarkan bahwa keluarga merupakan “baiti jannati”.  Secara manusiawi sebuah keluarga akan menjadi “surga kecil” jika ia memenuhi empat fungsi berikut :
Fungsi Pertama : Fungsi Fisiologis
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1.     Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana berteduh yang baik & nyaman.
2.     Tempat semua anggota keluarga mendapatkan kosumsi makan-minum-pakaian yang memadai.
3.     Tempat suami-isteri dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.
Fungsi Kedua : Fungsi Psikologis
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1.     Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara wajar & apa adanya.
2.     Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan secara wajar dan nyaman.
3.     Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan psikologis bagi perkembangan jiwanya.
4.     Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri para anggota keluarga.
Fungsi Ketiga : Fungsi Sosiologis
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1.     Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota keluarga.
2.     Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi positif antara individu anggota keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar.
Fungsi Keempat : Fungsi Da’wah
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1.     Menjadi obyek wajib da’wah pertama bagi sang da’i.
2.     Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari pesona islam) bagi masyarakat muslim dan nonmuslim.
3.     Setiap anggota keluarga menjadi partisipan aktif-kontributif dalam da’wah.
4.     Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari kebatilan dan kemaksiatan.
Menikah merupakan ketetapan Allah SWT dan anjuran Rasulullah SAW untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya. Dengan menikah kita akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan.

Sabtu, 02 Desember 2017

KARAKTER KEPEMIMPIN HUMANIS RELIGIUS PADA DIRI RASULULLAH SAW



Tanggal 12 Rabiul Awal 1439 H, bertepatan pada hari Jum’at  01 Desember 2017 seluruh kaum muslim merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban Islam yang dilakukan secara turun temurun.
Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme.
Pertama, Nabi mengedepankan akhlakul karimah dalam memimpin. Akhlakul karimah menjadi kekuatan Nabi dalam memimpin umat (QS al-Qalam [68]: 4).
Kedua, memiliki rasa empati yang tinggi. Beliau tidak pernah mencaci seseorang dan menegur karena kesalahannya, tidak mencari kesalahan orang lain, dan tidak berbicara kecuali yang bermanfaat. Membiarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, tertawa bersama mereka yang tertawa, heran bersama orang yang heran, rajin dan sabar menghadapi orang asing yang tidak sopan, segera memberi apa yang diperlukan orang yang tertimpa kesusahan, dan tidak menerima pujian kecuali dari yang pernah dipuji olehnya (HR Tirmidzi).
Ketiga, mengedepankan keteladanan dalam memimpin. Dikisahkan dari al-Barra’ bin Adzib, ia berkata: "Kulihat beliau mengangkuti tanah galian parit, hingga banyak debu yang menempel di kulit perutnya. Sempat pula kudengar beliau bersabda, "Ya Allah, andaikan bukan karena Engkau, tentu kami tidak akan mendapat petunjuk, tidak bersedekah dan tidak shalat. Turunkanlah ketenteraman kepada kami dan kokohkanlah pendirian kami jika kami berperang. Sesungguhnya para kerabat banyak yang sewenang-wenang kepada kami. Jika mereka menghendaki cobaan, kami tidak menginginkannya."
Keempat, mengedepankan kebersamaan. Nabi SAW mengusulkan ide win-win solution dalam penyelesaian peletakan hajar aswad. Direntangkannya sebuah kain besar, kemudian hajar Aswad diletakkan di bagian tengahnya, lalu Nabi meminta kepada setiap pemimpin kabilah memegang ujung kain itu. Setelah itu, hajar Aswad disimpan ke tempat semula di Ka’bah. Cara seperti itu, tidak ada satu pun kabilah yang merasa dirugikan, bahkan mereka sepakat menggelari Nabi sebagai al-Amin (orang yang terpercaya).
Kelima, tegas dan tidak pandang bulu dalam penegakan hukum. Nabi SAW tak pernah menetapkan hukum dengan rasa belas kasihan, pilih kasih, atau tebang pilih. Ia tegas dan tidak memihak siapa pun, baik kepada pejabat pemerintahannya, sahabatnya, masyarakat kecil, maupun anggota keluarganya sendiri, termasuk anaknya.
Keenam, bijak dalam mengambil keputusan. Sebelum memutuskan suatu perkara, Nabi SAW memikirkannya secara matang dan mengacu pada kaidah Alquran. Seperti ketika beliau memutuskan sanksi rajam terhadap seorang wanita pelaku perzinaan.
Dengan demikian, jika para pengelola bangsa ini mau terus mengkaji dan meneladani kepemimpinan Nabi, akan dapat membangun Indonesia menjadi bangsa yang tangguh dan mandiri. Wallahu a'lam bishawab.

Kamis, 02 November 2017

EMPAT POHON PERSAUDARAAN*

Dalam surat al-Hujuraat ayat 13 Allah SWT berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari ayat tadi, ada satu kalimat yang menjadi penekanan dalam khotbah jum'at kali ini yakni "li-ta'aarofuu".
Bahwa manusia diciptakan di bumi iniuntuk saling kenal mengenal dan saling menjaga hubungan baik. Hal itu akan menjadi pokok ukhuwah (persaudaraan) yang kuat. 
Ada sebuah kalimat hikmah dan bijak yang disampaikan oleh al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Beliau berkata :
"Perumpamaan persaudaraan dalam Islam adalah seperti sebuah pohon yang disirami dengan air berupa saling mengunjungi, membuahkan saling tolong menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan. Jika pohon itu tidak disirami, maka ia akan mengering, dan jika tidak berbuah maka ia akan ditebang."

Sungguh indah dan menarik kalimat bijak tadi. Dan memang benar, bahwa persaudaraan tanpa silaturrahmi dan saling mengunjungi adalah ibarat pohon yang tidak terawat. Ia akan kering dan mati, serta tidak bermanfaat sama sekali.
Persaudaraan yang telah mati akan melahirkan sikap apriori (ketidak pedulian) akan ketimpangan hidup sesama Muslim. Maka akan terjadilah permusuhan, ketimpangan sosial.kezaliman dan ketidak adilan dimana yang kuat dan kaya akan selalu berusaha menang atas mereka yang lemah dan miskin.
Dalam sebuah hadits qudsi HR. Muslim,menyebutkan:
بِأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيْهِ
bahwasanya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Muslim).
Mereka yang saling mengasihi, duduk mengkaji ilmu, berdzikir, membaca Al-Qur'an dan saling mengunjungi inilah yang akan menempati tempat yang sangat mulia.
Ketahuilah, bahwa jika diibaratkan pohon, maka menjalin persaudaraan seperti 4 jenis pohon.
Pertama : Pohon yang rindang tapi tidak berbuah seperti pohon beringin, yakni menjalin persaudaraan dengan orang yang memberi manfaat dalam urusan dunia saja, sedang akhiratnya nihil.
Kedua : Pohon yang berbuah tapi tidak rindang seperti pohon tomat. Adalah menjalin persaudaraan dengan orang yang bisa membimbing kita dalam urusan agama dan akhirat, namun secara duniawi ia termasuk golongan faqir.
Ketiga : Pohon yang rindang dan berbuah lebat seperti pohon mangga, merupakan perumpaman bagi orang yang bisa memberi manfaat duniawi dan ukhrowi. Bersaudara dengan mereka akan membuahkan manfaat lahir bathin.
Keempat : Pohon yang tidak rindang dan tidak berbuah seperti pohon kaktus. Tidak memberi manfaat buah dan tidak pula bisa dijadikan tempat berteduh, dengan kata lain tidak memberi manfaat secara duniawi dan ukhrowi.
Sidang Jum'at rohimakumulloh..
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan pernah lepas dari pergaulan, saling membutuhkan dan kebersamaan.kebersamaan yang dibangun lewat tolong menolong dalam maslah pribadi maupun dalam membangun fasilitas-fasilitas agama.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah : 2
...وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Akhirnya diakhir khutbah jumat ini, mari kita memohon kepada allah SWT semoga dengan senantiasa menjalin persaudaraan karena Allah, kita akan dikumpulkan kelak sebagai satu golongan yang menduduki tempat mulia. Itu bisa kita wujudkan dengan selalu membangun rasa empati pada sesama, saling tolong menolong, saling mengunjungi dan saing menasehati atas dasar keimanan dan ketaqwaan. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan pertolongan kepada kita semua. Aamiin.
*Untaian Khutbah Jum'at






Rabu, 27 September 2017

TAHUN BARU HIJRIAH*



Di akhir-akhir ini, banyak orang yang jauh dari agama Allah, maksiat merata dan kerusakan melanda sehingga hampir tidak ada satu pun manusia kecuali telah dilumuri oleh berbagai noda dosa, sehingga banyak orang yang sadar dari kelalaiannya. Sudah mulai bosan dengan hidupnya hingga berangkatlah untuk keluar dari kegelapan kepada cahaya. menuju menara taubat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum mukmin untuk bertaubat, firman-Nya:
وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” (QS. An Nuur: 31)
Bulan Muharam merupakan salah satu bulan mulia. Allah berfirman :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ [ التوبة/36]
“Sesungguhnya hitungan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan dalam kitab (ketetapan) Allah pada hari Dia ciptakan langit dan bumi; di antaranya ada empat bulan mulia, itulah agama yang lurus, maka janganlah kalian berbuat aniaya terhadap diri kalian di dalamnya”. (Qs At-Taubah: 36)
Abu Bakrah –radhiyallahu anhu– meriwayatkan bahwa Nabi –shallallahu alaihi wa sallam– bersabda :
” الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ وَذُو الحِجَّةِ وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ، الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ “رواه البخاري ومسلم
“Sesungguhnya zaman senantiasa berputar sesuai karakternya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun adalah dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan mulia; yang tiga bulan berturut-turut, yaitu Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijah dan Muharam, sedangkan satunya “Rajab” berada di antara bulan Jumada dan Sya’ban”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sudah sepantasnya bagi seorang muslim menyambut tahun baru ini dengan ketaatan kepada Allah, patuh kepada perintahNya dan mempersiapkan diri untuk perjumpaan denganNya. Sepantasnya pula merasakan keagungan, kemuliaan dan kedudukan bulan ini:
لِغَدٍ قَدَّمَتْ مَا نَفْسٌ وَلْتَنْظُرْ
“…dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.…”

Usaha Pertama, mematangkan spiritualitas (Narasikan&Jelaskan)
Usaha kedua, memotivasi diri untuk terus mencari ilmu (Narasikan&Jelaskan)
* Sebuah Ringkasan Teks Khutbah