Minggu, 18 November 2012

Pendidikan dan Sikap Kelompok



Dalam banyak kasus, hubungan kekuasaan antar berbagai kelompok masyarakat banyak dipengaruhi oleh kesempatan belajar dan intensitas respons mereka terhadap pendidikan Barat. Ketika Indonesia baru merdeka, partai-partai politik dan lembaga-lembaga kenegaraan banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sekuler berpendidikan Barat yang tergabung dalam organisasi-organisasi nasionalis, seperti Boedi Oetomo dan Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Kelompok masyarakat yang merasa tertekan dan menjadi korban imperialisme budaya cendrung menginginkan sistem pendidikan terpisah, dalam rangka melindungi identitas kelompok mereka. Inilah yang terjadi pada sistem pendidikan Islam tradisional di Indonesia, khususnya pesantren. Di bawah tekanan kelompok-kelompok bahasa dan agama minoritas, beberapa pemerintah memenuhi tuntutan mereka, sementara yang lainnya memaksakan penyeragaman sistem pendidikan, dengan harapan dapat mengeliminasi bahaya laten perpecahan sosial. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memberi peluang keberbagai kelompok etnis dan keagamaan untuk mengembangkan pendidikan tersendiri sehingga lahirlah sekolah Arab, Sekolah Cina, Sekolah Kristen, Sekolah Islam, Sekolah Budha, dan Sekolah Hindu.
Bertahan atau tidaknya sistem pendidikan tunggal dalam masyarakat pluralis umumnya tergantung pada dua hal, yakni sistem tersebut memberi kesempatan yang sama (equality of opportunity) pada semua kelompok masyarakat, dan generasi muda mengalami bahwa belajar bersama dapat mencairkan perbedaan-perbedaan sosial mereka (Abernethy dan Coombe, 1965: 290). Di negara-negara berkembang, banyak pemimpin yang berasal dari sekolah yang sama. Meskipun mereka berbeda dalam hal asal daerah, agama, dan suku. Akbar Tanjung yang berasal dari Sibolga, misalnya, ternyata berasal dari SMP yang sama dengan Megawati yang dibesarkan di Jakarta, yaitu SMP Cikini.
Hal ini tidak mungkin terjadi jika tidak ada equality of opportunity dalam sistem pendidikan nasional. Kesempatan yang sama telah memungkinkan anak-anak negeri yang memiliki latar belakang sosial budaya berbeda-beda untuk belajar bersama dan mencairkan perbedaan-perbedaan sosial dan ekonomi di antara mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis pendapat atau kritik dan saran Anda...
Terimakasih