Minggu, 17 Maret 2013

PERKEMBANGAN POLITIK PENDIDIKAN DI INDONESIA



 Di Indonesia, kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah mulai berkembang dalam wacana publik, walaupun belum menjadi satu bidang kajian akademik. Publikasi yang menggunakan tema pendidikan dan politik belum tampak ke permukaan. Kalau pun ada, fokus bahasannya belum begitu menyentuh aspek-aspek subtantif hubungan politik dan pendidikan. Namun, masih diseputar aspek-aspek ideologis politik kependidikan. Namun demikian, keyakinan akan adanya hubungan yang erat antara pendidikan dan politik tampaknya sudah mulai tumbuh.
“Politics inseparable from education”. Demikianlah judul berita yang dimuat pada harian The Jakarta Post edisi 16 Maret 2001, halaman 1. Paragraph pertama pada berita tersebut adalah sebagai berikut : “politics is inseparable from education, unless the country plans to generate ‘illiterate politicians’ who could not be expected to lead the republic out of the current crises” (politik tidak terpisahkan dari pendidikan kecuali jika negeri ini ingin memiliki generasi yang buta politik, yang tidak bisa diharapkan mengeluarkan negeri ini dari krisis). Kalimat tersebut dikutip dari Muchtar Buchori, salah seorang pembicara dalam seminar tentang Education and the Nation’s crisis. Paragraph tersebut juga mengutip penegasan Buchori; “you cannot escap politics or separate it from education” (anda tidak dapat lari dari politik atau memisahkan dari politik). Empat hari kemudian, 20 Maret 2001, The Jakarta Post kembali memuat rangkuman hasil seminar tersebut dengan judul politics, education inseparable.
Buchori menambahkan dalam presentasinya bahwa “politics is the way to manage the board environment, and not merely a strunggle for power. Therefoe it is the duty of schools to help students differentiate between good politics and bad politics” (politik adalah cara untuk mengelola lingkungan yang luas, bukan hanya perebutan kekuasaan. Maka, adalah tugas sekolah untuk membantu para pelajar untuk dapat membedakan antara politik baik dan politik tidak baik) berbicara dalam konteks Indonesia, Buchori percaya bahwa “poor education is one source of the country’s crisis” (pendidikan tidak bermutu adalah salah satu sumber krisis di negeri ini).  Dia menjelaskan lebih jauh bahwa “the crisis now facing the nation (Indonesia) stems from an accumulation of inappropriate or wrong political dicisions generated in the past” (krisis yang saat ini melanda bangsa Indonesia bersumber dari akumulasi keputusan-keputusan politik yang tidak tepat yang terjadi pada masa lalu). Dia menambahkan; “Pada masa lalu kita mempunyai generasi pemimpin politik yang membawa bangsa ini kepada kemerdekaan. Akan tetapi, akhirnya kita melihat suatu generasi yang membuat keputusan-keputusan politik yang menyesatkan.”
Ketika ditanya apakah politik harus memasuki wilayah pendidikan atau sebaliknya, Buchori mengatakan bahwa para mahasiswa harus belajar tentang tanggung jawab warga negara (civic responsibility). Dia menegaskan “Inilah yang saya maksud dengan tidak keterpisahan antara politik dan pendidikan”. Para mahasiswa, lanjutnya, tidak boleh acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang berlansung diluar lingkungan perguruan tinggi. Buchori manambahkan “pemisahan antara politik dan pendidikan diberlakukan pada masa 30 tahun kekuasaan Soeharto yang otoriter”. Pada masa tersebut, tandasnya, politik digambarkan sebagai sesuatu yang kotor dan gambaran tersebut masih berkembang saat ini”. Ia menyimpulkan “kita tidak akan pernah bisa lari dari politik. Politik adalah realitas kehidupan. Mari berpolitik secara bijak. Persoalannya adalah bagaimana menangani para politisi yang buta politik”. Sejalan dengan Buchori, Direktur Eksekutif Asia Foundation, Remage, yang menjadi salah seorang pembicara dalam seminar tersebut mengatakan “putting politics in the classroom was common” (memasukan hal politik ke dalam kelas adalah hal biasa). Ia menambahkan bahwa sistem pendidikan yang memandang politik sebagai sesuatu yang kotor membuat banyak orang tidak mau menjadi politisi. Jika hal ini terus berlanjut, kata Remage, Indonesia akan dipimpin oleh para pengamat politik.
Dari beberapa pemikiran yang berkembang dalam seminar tersebut dapat ditarik beberapa pemahaman. Pertama,  adanya kesadaran tentang hubungan erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima, pentingya pendidikan kewargaan (civic education). Ungkapan-ungkapan Muchtar Buchori khususnya menggambarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat antara pendidikan dan politik. Ia juga yakin bahwa hubungan tersebut tidak mungkin diputus begitu saja karena membawa pengaruh subtantif terhadap keduanya. Dalam proses pendidikan, Buchori tampaknya sangat yakin bahwa, pendidikan dan politik perlu diintegrasikan untuk dapat melahirkan para pemimpin politik yang berkualitas.
Walaupun hanya mempresentasikan opini segelintir sarjana di negeri ini, wacana hubungan antara politik dan pendidikan dan pokok-pokok pikiran yang berkembang dalam seminar tersebut mengindikasikan adanya kecenderungan positif dalam melihat hubungan antara politik dan pendidikan pada umumnya dan politik pendidikan khususnya. Namun demikian, harus diakui bahwa hingga saat ini kajian politik pendidikan masih merupakan barang langka di negeri ini. Kajian politik pendidikan masih jarang terdengar di pusat-pusat studi kependidikan di negeri ini, seperti Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan pusat-pusat studi pendidikan lainnya, seperti di fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang ada di beberapa perguruan tinggi umum dan fakultas Tarbiyah yang ada pada Universitas Islam Negeri Jakarta (UINJ), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI), baik negeri maupun swasta yang tersebar di seluruh Indonesia. Disiplin ilmu politik dan ilmu pendidikan masih cenderung dilihat sebagai dua bidang kajian yang tidak memiliki hubungan apa-apa. Sejauh ini penulis bisa mencatat bahwa mata kuliah politik pendidikan hanya terdapat pada kurikulum program studi Pendidikan  di program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan program serupa di IAIN Raden Fatah di Palembang. Di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, program studi pendidikan demokrasi sedamg dipersiapkan.
Namun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa kesadaran akan keterkaitan antara pendidikan dan politik tidak ada sama sekali. Beberapa seminar dan konggres kependidikan nasional maupun internasional yang pernah penulis hadiri dibeberapa kota besar di negeri ini memperlihatkan perhatian yang besar dari para peserta dan pembicara terhadap hubungan antara pendidikan dan politik. Diskusi tentang berbagai isu fundamental tentang pendidikan sering kali mengungkapkan aspek-aspek dan hambatan-hambatan yang bersifat politik dalam perkembangan sistem pendidikan di negeri ini. Misalnya, kecilnya alokasi dana untuk pendidikan dan rendahnya mutu pendidikan di negeri ini sering kali diyakini sebagai implikasi dari rendahnya komitmen politik (political will) pemerintah.
Pada Konferensi Nasional Manajemen Pendidikan yang diselenggarakan atas kerjasama Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN) di Jakarta tanggal 8 sampai dengan 10 agustus 2002 muncul beberapa topik yang secara subtantif cukup relevan dengan kajian politik pendidikan. Topik–topik tersebut, antara lain, Akuntabilitas LPTK sebagai Penghasil Guru di Indonesia oleh Professor Dr Sutjipto; Kebijakan Pemerintah tentang Partisipasi Masyarakat dalam Manajemen Pendidikan di Era Otonomu Daerah oleh Dr. dr. Fazli Djalal; Tanggung Jawab LSM dalam Meningkatkan Mutu Manajeman Pendidikan di Era Otonomi Daerah oleh Ir. Eri Sudewo; Pengawasan Pendidikan di Era Otonomi Daerah oleh Profesor Dr. Mulyani A.Nurhadi, M.Ed; Masalah dan Kebijakan Penelitian Islam  di Era Otonomi Daerah oleh Professor Dr. Azyumardi Azra,M.A.; Strategi Pemerintah Daerah dalam Memacu Kualitas Sekolah melalui Manajemen Pendidikan (satu contoh Kasus Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Kebumen) oleh Dra. Rustriningsih, M.Si.; Dampak Otonomi Daerah terhadap Manajemen Pendidikan di Provinsi Sulawesi Tengah oleh Professor Dr. Djamaludin Kantao, M.Pd.; Partisipasi Masyarakat, Potret tahun Kedua di Era Otonomi Daerah oleh Dr. Basuki Wibowo.; Kesiapan Masyarakat dalam Mendukung Implementasi School Based Management oleh Profesor Santoso S. Hamidjoyo; dan Implikasi Manajemen Pendidikan nasional dalam Konteks Otonomi Daerah oleh Profesor Dr. Winarno Surakhmad, M.Ed.
Beberapa buku yang membahas aspek-aspek politik pendidikan juga mulai bermunculan dari para penulis dalam negeri. Misalnya, ada buku Tinjauan Politik Mengenai Sitem Pendidikan Nasional: Beberapa Kritik dan Sugesti yang ditulis oleh Kartini Kartono (1997) yang diterbitkan oleh PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Selain itu, telah bermunculan buku-buku tentang pendidikan kewargaan yang secara langsung maupun tidak langsung juga membahas isu-isu diseputar politik pendidikan. Salah satu yang terbaru adalah buku Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan): Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani yang ditulis oleh Dede Rosyada (2000) dan terbitkan Oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Beberapa informasi diatas kiranya sudah cukup untuk membuktikan bahwa pemahaman tentang hubungan antara politik dan pendidikan sudah cukup berkembang. Tentu saja masih diperlukan upaya-upaya strategis dan sistematis agar pemahaman tersebut dapat terus berkembang dan menumbuhkan curiosity tentang hubungan politik dan pendidikan, baik dikalangan ilmuwan pendidikan maupun dikalangan ilmuwan politik. Pada saatnya nanti kajian politik pendidikan diharapkan terus diminati dan berkembang di pusat-pusat studi kependidikan di negeri ini sehingga wacana kependidikan di tanah air tidak hanya terbatas pada isu-isu metode dan materi pembelajaran, tetapi juga menyentuh konteks sosio-politis dari isu-isu tersebut.
Dalam dua decade terakhir, memasuki abad ke 21 dan pembelajaran otonomi daerah, lingkungan pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan penting. Perubahan tersebut ditandai oleh paling tidak tiga kecenderungan utama. Pertama, terjadinya perubahan peranan pemerintah pusat dan daerah dalam kebijakan pendidikan. Proses kebijakan pendidikan yang sebelumnya didominasi oleh pemerintah pusat, saat ini sudah mulai didistribusikan ke aderah. Kedua, semakin terfragmentasinya pendidikan, baik secara politik maupun dalam bentuk program. Ketiga, muncul kembalinya kepentingan-kepentingan non kependidikan, terutama dari dunia bisnis, dalam wilayah pendidikan. Berbeda dengan 1970-an ketika politik pendidikan adalah wilayah kepentingan kelompok kepentingan pendidikan berbasis luas (broad-based education interest groups), seperti departemen pendidikan, kepala sekolah administrator dan guru, mulai tahun 1980-an dunia pendidikan didominasi oleh tokoh-tokoh bisnis dan pegawai publik yang terpilih.
Dalam tiga kecerendungan tersebut, yang cukup unik dalam politik pendidikan di Indonesia hingga saat ini bahwa kurang berartinya peranan kelompok kepentingan pendidikan (education interest groups) dalam formula kebijakan-kebijakan pendidikan. Jika dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya perkembangan interest group dalam bidang pendidikan sangat lamban. Saat ini, berbagai perkembangan dan gejala tersebut perlu dikaji dalam rangka memahami kompleksitas dan dinamika hubungan antara pendidikan dan politik, baik dalam konteks global maupun dalam konteks lokal, khususnya dalam konteks pemberlakuan otonomi daerah.
Hingga saat ini dapat dikatakan, meskipun ada kecenderungan yang kuat pada sebagian masyarakat untuk memandang bahwa pendidikan dan politik terpisah dan tidak berkaitan, realitas membuktikan bahwa disemua masyarakat keduanya berhubungan erat dan terkait. Proses dan lembaga–lembaga pendidikan mempunyai banyak dimensi dan aspek politik. Lembaga-lembaga tersebut menjalankan fungsi-fungsi yang memiliki konsekuwensi penting dalam sistem politik dan terhadap perilaku politik dalam bentuk yang berbeda-beda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis pendapat atau kritik dan saran Anda...
Terimakasih