BAB I
PENDAHULUAN
Salah
satu aspek keindahan retorika al-Qur’an adalah amtsal
(perumpamaan-perumpamaan)-Nya. Al-Qur’an merupakan
kitab suci yang sempurna yang mengandung semua hal dalam kehidupan manusia,
baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Sebuah kata yang indah
akan tampak lebih indah jika penggunaan kata tersebut menggunakan permitsalan,
karena dengan permitsalan seseorang dapat mudah untuk memahami arti makna
kalimat tersebut.
Dalam Al-Qur’an
banyak terdapat ayat-ayat yang menceritakan hal-hal yang samar dan abstrak.
Manusia tidak mampu mencernanya jika hanya mengandalkan akalnya saja. Sehingga
sering kali ayat-ayat tersebut diperumpamakan dengan hal-hal yang konkret agar
manusia mampu memahaminya.
Untuk memahami itu semua, maka perlu adanya ilmu yang menjelaskan tentang
perumpamaan dalam Al-Qur’an agar manusia mampu mengambil pelajaran dengan
perumpamaan-perumpamaan tersebut.
Rasulullah Saw. pun pernah bersabda
tentang kedudukan amtsal dalam Al-Qur’an, Rasulullah Saw. bersabda dalam hadits riwayat Abu
Hurairah:
إنَّ الْقُرْأَنَ نَزَلَ عَلَى
خَمْسَةِ أَوْجُهٍ حَلَالٍ وَ حَرَامٍ وَ مُحْكَمٍ وَ مُتَشَابِهٍ وَ أَمْثَالٍ
فَاعْلَمُوْا بِالْحَلَالِ وَاجْتَنِبُوْا الْحَرَامَ وَاتَّبِعُوْا الْمُحْكَمَ
وَأَمِنُوْا بِالْمُتَشَابِهِ وَاعْتَبِرُوْا بِالْأَمْثَالِ
Sesungguhnya Al-Qur’an
turun dengan menggunakan lima sisi: halal, haram, muhkam, mutasyabih dan
amtsal. Kerjakanlah kehalalannya; tinggalkanlah keharamannya; ikutilah muhkamnya; imanilah
mutasyabihnya; dan ambillah pelajaran dari amtsalnya.
Oleh
karena itu pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas tentang amtsal al-Qur’an
pada makalah ini yang meliputi pengertian, unsur-unsur, macam-macam dan manfaat
atau tujuan amtsal al-Qur’an.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amtsal al-Qur’an
Secara etimologi,
kata amtsal (perumpamaan)
adalah
bentuk jamak dari matsal, mitsl dan matsil adalah sama
dengan syabah, syibh, dan syabih,baik lafadz maupun
maknanya. Sedangkan pengertian amtsal secara terminologi ada beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu:
1. Pengertian mitslu menurut
ulama’ ahli ilmu adab adalah:
وَالْمِثْلُ فِي الْأَدَبِ قَوْلٌ مُحْكِيٌّ سَائِرٌ يُقْصَدُ
بِهِ تَشْبِيْهُ حَالِ الَّذِي حُكِىَ فِيْهِ بِحَالِ الَّذِي قِيْلَ لِأَجْلِهِ.
Mitslu dalam
ilmu adab adalah ucapan yang disebutkan untuk menggambarkan ungkapan lain yang
dimaksudkan untuk menyamakan atau menyerupakan keadaan sesuatu yang diceritakan
dengan keadaan sesuatu yang dituju.
Maksudnya dari
hal di atas adalah menyerupakan perkara yang disebutkan dengan asal ceritanya.
Maka amtsal menurut definisi ini harus ada asal ceritanya.
Contohnya pada ucapan orang arab رُبَّ رَمِيَّةٍ مِنْ غَيْرِ رَامٍ (banyak panahan dengan tanpa ada
orang yang memanah). Maksudnya adalah banyak musibah yang terjadi karena salah
langkah. Kesamaannya adalah terjadinya sesuatu dengan tanpa ada kesengajaan.
2.
Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu
bayan adalah:
الْمَجَازُ
الْمُرَكَّبُ الَّذِي تَكُوْنُ عَلَاقَتُهُ الْمُشَابِهَةُ مَتَى فَشَا
إِسْتِعْمَالُهُ
Yaitu majas/kiasan yang majemuk yang mana keterkaitan antara
yang disamakan dengan asalnya adalah penyerupaan.
Maka
bentuk amtsal menurut definisi ini adalah bentuk isti’aarah
tamtsiiliyyah, yakni kiasan yang menyerupakan. Seperti
وَمَا الْمَالُ وَالْأَهْلُوْنَ إِلِّا وَدَائِعُ ◊ وَلَا
بُدَّ يَوْمًا أَنْ تُرَدَّ الْوَدَائِعُ
Tiadalah harta dan keluarga melainkan bagaikan titipan; pada
suatu hari titipan itu pasti akan dikembalikan.
Dalam syair tersebut, tampak jelas penyair menyerupakan
harta dan keluarga dengan benda titipan yang dititipkan oleh seseorang kepada
kita, yang sama-sama bisa diambil sewaktu-waktu oleh orang yang menitipkannya.
3.
Sebagian ulama’
ada juga yang menyatakan pengertian mitslu
adalah:
إِنَّهُ إِبْرَازُ الْمَعْنَى فِي
صُوْرَةٍ حِسِّيَةٍ تَكْسِبُهُ رَوْعَةً وَ جَمَالًا
Mengungkapkan suatu makna yang abstrak dalam bentuk
sesuatu yang konkret yang elok dan indah.
Contohnya seperti ungkapan الْعِلْمُ
نُوْرٌ (ilmu itu seperti cahaya). Dalam
hal ini adalah menyamakan ilmu yang bersifat abstrak dengan cahaya yang
konkret, yang bisa diindera oleh penglihatan. Amtsal menurut definisi ini tidak disyaratkan
adanya asal cerita juga tidak harus adanya majaz
murakkab.
Melihat dari pengertian-pengertian mitslu di atas, maka amtsal al-Qur’an setidaknya
berupa penyamaaan keadaan suatu hal dengan keadaan hal yang lain. Penyerupaan
tersebut baik dengan cara isti’arah (menyamakan tanpa menggunakan adat tasybih), tasybih
sharih (menyamakan yang
jelas dengan adanya adat
tasybih), ayat-ayat yang menunjukkan makna yang indah dan singkat, atau
ayat-ayat yang digunakan untuk menyamakan dengan hal lain. Karena itulah,
kesimpulan akhir dalam mendefinisikan amtsal
al-Qur’an adalah:
إبْرَازُ الْمَعْنَى فِي صُوْرَةٍ رَائِعَةٍ مُوْجِزَةٍ لَهَا
وَقَعُهَا فِي الْنَّفْسِ سَوَاءٌ كَانَتْ تَشْبِيْهًا أَوْ قَوْلًا مُرْسَلً
Menampakkan pengertian yang abstrak dalam bentuk yang indah
dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk tasybih maupun majaz
mursal (ungkapan bebas).
Definisi di atas relevan dengan yang
terdapat dalam al-Qur’an, karena mencakup semua macam amtsal al-Qur’an.
Perumpamaan yang dihadirkan al-Qur’an adalah
mengilustrasikan fenomena alam, karakter manusia, tingkah laku, status, amalan,
siksa, pahala idiologi umat manusia selama hidup di dunia. Oleh karena itu al-Qur’an
memuat segala macam perumpamaan dari berbagai visi. Semua ini adalah untuk
kepentingan umat manusia agar mereka menyadari kalau kebenaran yang hakiki hanyalah
datang dari sisi-Nya dan oleh karena itu pengertian amtsal dalam Qur’an di
atas yaitu, menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan dapat
di pahami secara akal serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa.
B. Unsur-unsur Amtsal al-Qur’an
1. وجه الشبه (Wajhu
Syabah/ segi
perumpamaan).
2. اداة
التشبيه (Adatu Tasybih/ alat yang dipergunakan untuk
tasybih).
3. مشبه (Musyabbah/
yang diserumpamakan).
4. مشبه
به (Musyabbah bih/ Sesuatu yang dijadikan perumpamaan).
Sebagai contoh, pada firman Allah Swt. sebagai
berikut:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha mengetahui (QS. Al-baqarah
[2]: 261).
Wajhu
Syabah yang terdapat pada ayat
ini adalah “pertumbuhan yang berlipat-lipat”. Adatu Tasybihnya
adalah kata matsal. Musyabbahnya adalah infaq atau shadaqah
di jalan Allah. Sedangkan musyabbah bihnya adalah benih.
C.
Macam-macam amtsal al-Qur’an
1.
الأمثال
المصرحة (Al-Amtsal
Al-Musharrahah) ialah yang didalamnya dijelaskan dengan lafaz matsal atau
sesuatu yang menunjukkan perumpamaan (tasybih). Diantaranya perumpamaan
yang Allah berikan terhadap orang-orang munafik.
Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah [2]: 17 dan 19.
Perumpamaan mereka adalah seperti
orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat Melihat. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 17)
Atau seperti (orang-orang yang
ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka
menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab
takut akan mati dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Baqarah
[`2]: 19).
Berdasarkan
ayat di atas, orang-orang munafik berharap cahaya iman, tetapi setelah
mengetahui petunjuk dari Allah, hati mereka dikuasai sikap ragu-ragu dan
ketidaktegasan. Mereka berada diantara pilihan tetap dari agama yang diwarisi
nenek moyang atau memilih agama yang benar dan penuh petunjuk Tuhan bersama
segala konsekuensinya. Akhirnya mereka berhasil dikalahkan oleh setan dan
kembali kepada agama taklid yang dibawa nenek moyangnya dan kembali
kedalam kegelapan. Cahaya yang sebelumnya menerangi hati mereka kemudian lenyap
tidak kembali lagi. Sebab berdasarkan sunnatullah yang berlaku pada
hamba-hamba-Nya, orang yang telah melihat dan mengetahui petunjuk (alhuda) dengan
jelas, namun tetap tidak mau mengikutinya, maka kepada orang tersebut telah
diharamkan untuk mendapatkan pengarahan (taufiq) menuju petunjuk Allah.
Di dalam
ayat-ayat tersebut Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang
munafik; matsal yang berkenaan dengan api (nari) dalam
firman-Nya, “adalah seperti orang yang menyelakan api”, karena di dalam api
terdapat unsur cahaya; dan matsal yang berkenaan dengan air (ma’i),
“atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit”, karena di
dalam air terdapat materi kehidupan dan wahyu yang turun dari langitpun
bermaksud untuk memerangi hati dan menghidupkannya. Allah menyebutkan juga
kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua keadaan, di satu sisi mereka
bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan mengingat
mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun di sisi
lain Islam tidak memberikan pengaruh “nur”-Nya terhadap hati mereka
karena Allah menghilangkan cahaya (nur) yang ada di dalam api itu “Allah
menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka”, dan membiarkan unsur “membakar”
yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
Mengenai matsal
mereka yang berkenaan dengan air (ma’i), Allah menyerupakan mereka dengan
keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan
kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari jemari
untuk menyumbat telinga serta memejamkan mata karena takut petir menimpanya.
Ini mengingat bahwa Qur’an dengan segala peringatan, perintah, larangan dan
khitabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun sambar-menyambar.
2. المثال الكامنة (Al-Amtsal Al-Kaminah), yaitu
matsal yang didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamtsil
(permisalan), tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam
kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada
yang serupa dengannya. Misalnya firman Allah
dalam QS. al-Ra’d [13]: 35.
Perumpamaan syurga yang dijanjikan
kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di
dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah
tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi
orang-orang kafir ialah neraka (QS. al-Ra’d [13]: 35).
Allah
memperumpamakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa seperti
taman yang mengalir sungai-sungai didalamnya dan dari segala jurusannya, yang
dinikmati dan dimanfaatkan oleh para penghuninya sesuai dengan kehendak mereka.
Dalam taman itu terdapat pelbagai macam buah-buahan, makan dan minuman yang
lezat-lezat, tidak ada putusnya dan tidak akan habis selama-lamanya.
Ayat ini juga menunjukkan, bahwa Allah membukakan pintu surga-Nya lebar-lebar
bagi orang-orang yang bertakwa, dan menutupnya rapat-rapat bagi orang-orang kafir.
Berdasarkan makna surat di atas, amtsal dalam QS.
al-Ra’d [13]: 35 tersebut tidak menyebutkan dengan jelas
kata-kata yang menunjukkan perumpamaan tetapi kalimat itu mengandung pengertian
mempesona, sebagaimana yang terkandung di dalam ungkapan-ungkapan singkat (ijaz).
3. الأمثال المرسلة (Al-Amtsal Al-Mursalah), yaitu sejumlah
risalah tanpa menjelaskan dengan lafaz perumpamaan (tasybih), yaitu ayat
yang dikemukakan di tempat jalannya amtsal.
Contohnya seperti firman Allah surat al-Hajj [22]: 73.
“…
Sesungguhnya segala yang kamu (orang-orang musyrik) seru selain Allah
sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. amat lemahlah yang menyembah
dan amat lemah (pulalah) yang disembah” (Q.S. al-Hajj [22]: 73).
Melalui
ayat ini Allah menegaskan bahwa orang-orang musyrik meyakini Tuhan-tuhan palsu
yang mereka ciptakan itu dapat memberikan manfaat kepada mereka. Padahal
sebenarnya hanya Tuhan-tuhan palsu yang sangat lemah. Sebab meskipun semua
Tuhan-tuhan palsu itu bersatu, mereka tidak mampu walaupun hanya menciptakan
makhluk yang lemah, yaitu seekor lalat, karena jika seekor lalat mengambil
sesuatu dari diri tuhan-tuhan palsu itu, mereka tidak mampu merampas kembali yang
diambil lalat tersebut.
Orang-orang
musyrik tersebut mengalami penipuan dan kelemahan yang ditanggungkan, selain
itu pula mereka masih mengalami penderitaan yang lain, yaitu kesetiaannya harus
dibagi-bagi kepada beberapa Tuhan. Mereka tak ubahnya seperti seorang budak
yang menjadi milik beberapa Tuan; ia tidak akan tenang jika hanya menunjukkan
kesetiaan kepada satu tuan. Kalimat-kalimat al-Qur'an yang
disebutkan di atas, tanpa ditegaskan redaksi penyerupaan, tetapi dapat
digunakan untuk penyerupaan dan kalimat-kalimat di atas juga tidak
menggunakan lafaz tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut berlaku
sebagai perumpamaan (tasybih).
D.
Manfaat atau tujuan amtsal al-Qur’an
Ada beberapa tujuan amtsal dalam al-Qur’an
diantaranya:
1. Memberi
pelajaran kepada manusia, sebagaimana diungkapkan dalam Q.S. az-Zumar [39]: 27
dan Q.S. al-An’kabut [29]: 43.
Sesungguhnya
Telah kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran Ini setiap macam perumpamaan
supaya mereka dapat pelajaran (Q.S. az-Zumar [39]: 27).
Dan
perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu (Q.S. al-An’kabut [29]: 43).
2.
Menyerupakan hal
yang ghaib dengan yang nyata.
3.
Mengungkap
hakikat-hakikat yang jauh dari pikiran dengan ungkapan-ungkapan yang dekat
dengan pikiran.
4.
Mengumpulkan
makna yang indah dalam suatu ibarat yang pendek ‘padat’.
Amtsal al-Qur’an dapat dekembangkan atau diaflikasikan
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan maksud dan tujuan untuk
menarik perhatian peserta didik (siswa). Dengan demikian, seolah-olah
perumpamaan itu dibuat untuk menyentuh hati pendengarnya (siswa) sehingga
betul-betul terkesan dalam sanubarinya. Amtsal juga bisa mempengaruhi
pendengarnya untuk mengambil pesan-pesan kebenaran dalam kisah tersebut.
Artinya sebuah kisah memiliki pengaruh psikologis karena dapat menjelaskan
makna universal dan menyentuhkannya ke dalam jiwa pendengarnya. Di samping
sebagai metode mendidik yang ideal dan merinci suatu pesan global, perumpamaan
juga merupakan salah satu sisi bukti kehebatan Al qur’an di tinjau dari segi balaghah
(retorika)nya.
BAB III
KESIMPULAN
Seperti
yang telah diuraikan di bab sebelumnya, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat tentang perumpamaan atau yang dalam
ulumul Qur’an disebut dengan Amsal al-Qur’an. terdapat perbedaan pendapat
mengenai hal tersebut mulai dari ulama ahli adab, ahli bayan dan ahli tafsir
serta ulama ulumul Qur’an, namun yang menurut penulis lebih cocok dengan
pengertian tersebut adalah menurut ulama ulumul Qur’an, yaitu bahwa amsal
adalah menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan padat serta
mempunyai pengaruh mandalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun perkataan
bebas (lepas, bukan tasybih).
Amsal
juga mempunyai rukun-rukun atau unsur-unsur, antara lain Wajhu Syabah/ segi
perumpamaan, Adaatu Tasybih/ alat yang dipergunakan untuk tasybih, Mussyabbah/
yang diserumpamakan, dan Musyabbah Bih/ sesuatu yang dijadikan perumpamaannya.
Adapun macam-macam amsal terdiri dari tiga bagian yaitu, amsal musarrahah,
amsal kaaminah, dan amsal mursalah yang masing-masing mempunyai perbedaan diri
sendiri.
Al-Qur’an
diturunkan untuk direnungi dan difikirkan secara mendalam serta diamalkan dalam
pendidikan agama Islam dan tentunya dapat diamalkan dalam kehidupan keseharian
umat Islam. Didalam al-Qur’an, konteks amtsal
ada beberapa macam yaitu: pujian,kecaman, penghormatan, penghinaan, perintah, larangan
dsb.
Catatan: Rujukan Ada Pada penulis.