Jumat, 21 September 2012

SINERGISITAS AGAMA DAN PENDIDIKAN ISLAM UPAYA MENAGGULANGI PERILAKU KEKERASAN


            Indonesia adalah negara yang berpenduduk majemuk, betapa tidak, negara ini dihuni oleh suku bangsa yang plural dengan aneka ragam agama atau kepercayaan, suku (yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau) bahasa daerah yang mencapai lebih dari 500 bahasa dan budaya. Setiap individu yang hidup di negara ini pasti berhadapan  dengan keanekaragaman, kemajemukan menyusup dan merasuk ke dalam setiap dan seluruh ruang kehidupan, tak terkecuali dalam hal kepercayaan dan budaya. Pada sisi yang lain, kita pun merasakan bahwa pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya tidak menghidupkan pendidikan multikultural yang baik bahkan cenderung berlawanan. Akibatnya, konflik sosial sering kali di perkeras oleh adanya legitimasi keagamaan yang diajarkan dalam pendidikan agama di sekolah-sekolah daerah yang rawan konflik. Ini membuat konflik mempunyai akar  dalam keyakinan keagamaan yang fundamental sehingga konflik  sosial kekerasan semakin sulit di atasi, karena dipahami sebagai bagian dari panggilan agamanya, (Mumammad Yusri, FM, 2008).
            Indonesia dewasa ini dihadapkan pada ragam persoalan internal dan eksternal yang ditimbulkan oleh berbagai macam perubahan. Dewasa ini bangsa Indonesia dilanda dan masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh. Kita dilanda oleh krisis politik, krisis ekonomi, krisis hukum, krisis kebudayaan dan tidak dapat disangkal juga didalam bidang pendidikan yang tidak terlepas dari suatu bangsa. Dalam hubungannya dengan pendidikan, semua permasalahan tersebut sudah barang tentu terakumulasi menuju suatu kebutuhan bersama, yakni adanya paradigma baru dunia pendidikan.
            Menurut Jack D. Douglas dan Frances Chalut Waksler, yang disunting oleh Abdurrahman Assegaf, 2004, bahwa istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain, secara terbuka (overt) maupun tertutup (covert), baik yang sifat menyerang (ofensive) maupun bertahan (defensive). Dari definisi ini, dapat ditarik beberapa indikator kekerasan. Pertama, kekerasan yang bersifat terbuka yakni kekerasan yang dapat diamati secara langsung, seperti perkelahian, tawuran, bentrokan massa, atau yang berkaitan dengan fisik. Kedua, kekerasan yang bersifat  tertutup, yakni kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan secara langsung, seperti mengancam atau mengintimidasi, atau simbol-simbol lain yang menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa takut atau tertekan. Ketiga, kekerasan yang bersifat agresif (offensive), yakni kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu, seperti perampasan, pencurian, pemerkosaan atau bahkan pembunuhan. Keempat, kekerasan yang bersifat defensif, yakni kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan, seperti berikade aparat untuk menahan aksi demo atau lainnya. Melalui kasus-kasus yang ada kekerasan, diasumsikan terjadi sebagai akibat dari situasi dan kondisi tertentu yang melatarbelakanginya.
            Kekerasan secara umum didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan suatu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik maupun mental. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kekerasan dimaknai sebagai sifat kekerasan dan paksaan. Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (merasa kuat) kepada seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lemah (dipandang lemah atau dilemahkan), yang dengan sarana kekuatannya, baik secara fisik maupun non fisik dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan penderitaan kepada obyek kekerasan.
Semua agama menolak kekerasan sebagai prinsip dalam melakukan suatu tindakan. Pada dasarnya kekerasan adalah prinsip yang bersifat amoral karena kekerasan selalu mengandaikan pemaksaan kehendak terhadap pihak lain yang berarti pelanggaran terhadap asas kebebasan dalam interaksi social (Haqqul Yaqin, 2009). Berangkat dari akumulasi beberapa fenomena tersebut yang merupakan sebuah kejadian yang tidak bisa dibiarkan, maka harus ada tindakan yang cepat dan tepat untuk mengatasi persoalan tersebut. Untuk itu, “Peran Pendidikan Islam Upaya Menaggulangi Perilaku Kekerasan” muncul sebagai sebuah alternatif dalam memberikan kontribusinya untuk pemecahan masalah.
Agama Islam merupakan  agama yang universal, pertama-tama karena Islam sebagai sikap pasrah dan tunduk-patuh kepada Allah, sang maha pencipta, adalah pola wujud seluruh alam semesta berlaku untuk semua tempat waktu. Agama islam hadir untuk mewujudkan masyarakat yang damai, harmonis, toleran, santun,  dengan menyelamatkan manusia dari kemungkaran, membela, dan menghidupkan keadilan.
Manusia dengan wujudnya berbangsa-bangsa dan bergolong-golong merupakan sumbangan yang tak ternilai baginya dalam mempelajari dirinya sendiri, sehingga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan yang berfaedah, seperti; antropologi, sosiologi, sejarah, kebudayaan, bahasa, politik, dan lain-lain. Dengan ilmu-ilmu ini akan memudahkan bagi manusia itu sendiri dalam memelihara hubungan antar sesamanya, baik antar golongan, dalam bermasyarakat maupun antar bangsa ditingkat internasional. Hubungan ini dikonkritkan dengan berbagai aktifitas yang pada hakikatnya untuk memenuhi kebutuhan masing-masing  (Said Agil Husin al-Munawir, 2004).
Agama Islam adalah agama perdamaian menolak kekerasan. Perdamaian merupakan salah satu tuntunan agama yang terpenting, lahir, antara lain, dari pandangan Islam tentang kesatuan alam raya. Sejak dari bagian yang terkecil sampai dengan wujud yang paling agung merupakan satu kesatuan: benda tak bernyawa, tumbuhan yang layu maupun yang segar, binatang melata,manusia, bahkan malaikat-malaikat kesemuanya berada dalam kesatuan. Semuanya diatur dan mengarah ke satu tujuan, yakni kepada hakekat tauhid. Alam dengan segala isinya, bergerak atas dasar satu sistem yang ditetapkan oleh-Nya. Dalam kesatuannya, seluruh makhluk harus bekerja sama. Dari sinilah perdamaian memperoleh pijakan sehingga menjadi suatu keharusan.
Perdamaian dunia adalah dambaan Islam. Ini bermula dari kedamaian jiwa setiap pribadi yang kemudian meningkat kepada kedamaian dalam keluarga kecil, masyarakat, dan bangsa hingga keseluruh bangsa di dunia. Bahkan hal itu diharapkan terus meningkat sampai terwujudnya kedamaian dengan seluruh makhluk yang berpuncak dengan kedamaian di negeri yang kekal atas anugrah yang maha esa (Allah SWT). Itulah yang selalu dimohonkan oleh Nabi SAW dan diajarkan kepada umatnya setiap selesai shalat:
“Ya Allah engkaulah yang maha damai, dari mu bersumber kedamaian, kepada-Mu kembali kedamaian. Tuhan kami! Hidupkanlah kami dengan penuh kedamaian dan masukkanlah kami (kelak) di surga-Mu, negri yang penuh kedaimain. Engkau pemelihara kami, pemilik keagungan dan kemurahan” (Muhammad  Quraish Shihab, 1996).
Maka dari hal tersebut agama Islam menegaskan bahwa hidup bersama mutlak perlu bagi manusia dalam mempertahankan hidupnya, baik secara sendiri-sendiri, secara berkelompok maupun secara berbangsa. Sehingga antar komunitas yang berbeda untuk saling mengenal (ta’aruf), berkompetisi (istibaq), sehingga memperoleh karakter yang berpredikat shaleh mu’min, dan pada akhirnya mengantarkan umat Islam kepada kehidupan yang baik (hayatun thayyibah) jauh dari perilaku kekerasan.
     Dalam Islam, pendidikan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam, karena melalui pendidikan umat Islam mampu memahami syariat Islam dengan baik dan benar. Hal ini tidak terlepas dari tujuan hidup umat Islam itu sendiri, yaitu untuk mewujudkan kehidupan yang selamat, damai, harmonis dan bahagia, sejahtera di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan demikian, kesadaran akan tujuan hidup umat Islam akan menjadi pendukung yang positif dalam mewujudkan cita-citanya menuju keridhaan Allah. Maka dengan adanya pendukung yang positif tersebutlah seorang muslim akan mampu mengaflikasikannya melalui sarana pendidikan Islam yang dapat mengantarkannya kepada keselamatan di dunia maupun di akhirat kelak.
Pendidikan Islam, secara sederhana dapat diartikan sebagai “proses pembimbingan, pembelajaran dan atau pelatihan terhadap manusia (anak generasi muda) agar nantinya menjadi orang Islam, yang berkehidupan dan berkepribadian, serta mampu melaksanakan peranan dan tugas-tugas hidup sebagai “muslim”, yang jika diindonesiakan menjadi orang muslim atau orang Islam” (Muhaimin, dkk 1996). Dari pemaparan di atas bahwa manusia memiliki potensi (fitrah). Fitrah merupakan citra asli manusia, yang berpotensi baik atau buruk dimana aktualisasinya tergantung pada pilihannya.
Agama Islam, melalui pendidikan dan pembinaan agar tidak melakukan perilaku yang dapat merugikan pihak lain sudah banyak dilakukan, sebab dalam Al-Qur’an telah dijelaskan tentang perintah untuk berbuat amar ma’ruf nahi munkar. Selain itu, dalam agama Islam juga diberikan pengarahan bahwa sebagai umat Islam mereka harus mempunyai akhlaqul karimah. Dari sini mempunyai arti bahwa dalam agama Islam melalui pendidikan yang terinternalisasikan dalam materi dan metode begitu memperhatikan umatnya dalam menjalani kehidupan yang seharusnya. Maka dalam prakteknya agar Islam menyampaikan pengetahuan tersebut melalui Pendidikan Agama Islam (PAI). Dengan adanya Pendidikan Agama Islam ini diharapkan dapat mengakomodir dalam rangka menginternalisasi pengetahuan tentang pesan-pesan yang termuat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.
                                                                                 
Nasri Kurnialloh
(Alumni Kependidikan Islam 2008)




Senin, 03 September 2012

KONTROL DIRI


            Ilmuan, filsuf, dan mistikus terkenal bernama Al-Ghazali mengutip pendapat Musa Djabar dalam salah satu bukunya yang  tekenal, menyatakan bahwa orang-orang yang berhasil melakukun kontrol diri melakukan cara yang berbeda untuk menaklukan diri. Pendapat Musa Al-Jabar menyampaikan cara mengontrol diri yang berkaitan dengan fisik. Cara ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik secara bertahap maupun sekaligus. Tiga cara itu adalah pertama, tidur sekedarnya, kedua, berbicara seperlunya, dan ketiga, makan secukupnya.
1.      Tidur Sekedarnya
Bagi manusia tidur memiliki dua fungsi utama: membuat tubuh menjadi rileks untuk kegiatan berikutnya dan memberi kesempatan pada otak untuk melakukan konsolidasi dalam pembentukan memori. Mengantuk dan tidur berkaitan dengan jam biologis tubuh yang disebut irama sirkadian dan melibatkan zat otak bernama melatonin yang terutama meningkat produksinya saat gelap datang.
      Tidur yang benar adalah tidur dalam waktu cukup ketika kita merasa pulas dan kemudia rileks dan segar ketika bangun. Ini bukan durasi tidur, tetapi berkaitan dengan kualitas tidur. Kita bisa tidur lebih panjang dan lama, tetapi tanpa kualitas (tidak pulas). Namun kita juga bisa tidur dalam waktu singkat dan berkualitas. Dorongan untuk tidur dipengaruhi oleh banyak faktor. Ketika kita bisa membatasi tidur, dan mengisinya dengan tidur berkualitas, sama artinya dengan kita meminimalkan kecendrungan tubuh untuk diam. Lebih banyak hal yang dapat kita lakukan saat sadar ketimbang tidur. Para penidur biasanya orang malas dan hampir selalu merupakan orang gagal mendapatkan kebaikan hidup. Mengontrol tidur sama halnya mengontrol diri.
2.      Bicara Seperlunya
Kontrol bicara menempati posisi kunci dalam upaya kontrol diri karena bicaralah yang membuat manusia menjadi manusia, dan manusia berbeda dengan makhluk lain. Ketika nenek moyang kita bisa berbahasa, dan terutama berbicara, ketika itu pula mereka membangun peradaban besar. Bicara dan bahasa adalah dua hal yang dibawa secara naluriah.  Sebuah penelitian membuktikan bahwa sekali seorang bayi mengenal kata, dan seorang anak mengenal huruf, maka secepat kilat kemampuan bahasa mereka berkembang.
Kemampuan berbahasa juga bisa menjadi sumber bencana. Konflik-konflik yang terjadi disekitar kita umumnya disebabkan karena kita tidak piaway memilih dan memilah mana kata yang boleh diutarakan, apalagi kesesuaian yang diucapkan dan dilakukan, merupakan tingkatan tertinggi dalam kontrol bicara, jika kita perhatikan orang-orang yang tidak bisa mengontrol bicara, terutama mereka yang mengucapkan sesuatu yang tidak mereka lakukan, adalah orang-orang yang tidak bisa mengontrol diri. Perilaku mereka kebanyakan perilaku buruk, sekalipun indah dari luar.
Karena itu, jika kita bisa memilih dan memilah apa yang pantas diucapkan, kita pasti bisa mengontrol diri. Dorongan kita untuk berbicara sangat kuat. Karena itu, bicara seperlunya merupakan kiat sederhana dalam mengontrol dorongan itu.

3.      Makan Secukupnya
Seperti berbicara, dorongan untuk makan merupakan dorongan yang sangat kuat. Dalam hal ini, kita bisa jadi tidak berbeda dengan binatang. Akibatnya untuk mendapatkan makanan kita kadang bisa berperilaku seperti binatang, bisa mencakar, menggigit, bahkan membunuh. Jika seseorang sudah bisa mendapatkan makanan yang standar, selalu ada kecendrungan untuk mendapatkan makanan yang lebih enak. Kita menggunakan berbagai cara untuk memuaskan naluri makan. Padahal kelezatan makanan hanya dikecap dalam waktu yang sangat singkat, yaitu ketika makanan berada dalam mulut.
      Kecendrungan manusia untuk mengenyangkan perut juga merupakan dorongan yang sangat kuat. Tanpa sadar kita semua cendrung memenuhi perut kita dengan segala jenis makanan. Pada akhirnya, makanan dan makanan enak sudah menjadi kegiatan yang otomatis, tanpa kita pikirkan lagi. Makan dan seksual merupakan dorongan terkuat manusia untuk melakukan apa saja. Bahkan melakukan yang melanggar hukum. Jika rakyat merasa lapar dan tidak aman, dapat dipastikan mendorong gerakan revolusi dan akan  terjadi revolusi serta kerusahan.
      Dari keterangan di atas maka pentingnya kontrol makan. Jika kita sanggup mengelola rasa lapar, misalnya makan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh saja atau berhenti menguyah makanan sebelum rasa kenyang dapat dipastikan kita dapat mengontrol diri.

Kamis, 23 Agustus 2012

LEBARAN AJANG SILATURRAHIM


Silaturrahim. Secara terminologi berasal dari kata silah = maknanya hubungan, Ar-Rahim maknanya pertalian manusia dari segi keturunan dan disebut juga kerabat atau keluarga. Secara etimologi silaturrahm adalah proses interaksi dengan sasama masnusia. Allah subhanahu ta’ala mewajibkan kepada kita semua untuk menghubungkan silaturrahim dan mengharamkan, memutuskannya dan menyuruh supaya sentiasa berbuat baik dan tolong-menolong dalam perkara-perkara kebaikan kepada semua manusia terutama kepada yang ada hubungan kekeluargaan ataupun kerabat .
Firman Allah di didalam surah An-Nisa’ ayat 36 :
" Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan jangan kamu sekutukan dia dengan sesuatu pun jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu-bapa dan kaum kerabat dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan jiran tetangga yang dekat dan jiran tetangga yang jauh dan rakan sejawat dan orang musafir yang terlantar dan jga hamba yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang sombong takbur dan membangga-banggakan diri "

Abul Laits berkata: "Jika seorang itu dekat dengan kerabatnya maka hubungan kerabat itu berupa hidayah-hidayah dan ziyarah, jika tidak dapat membantu dengan harta, maka cukup dengan tenaga, jika jauh maka hubunginya dengan surat menyurat dan jika dapat mendatangi maka itu lebih utama. Ketahuilah bahawa silaturrahim itu mengandungi sepuluh keuntungan yaitu: Mendapat keridhoan Allah s.w.t. sebab Allah s.w.t. menyuruh silaturrahim, Menggembirakan mereka kerana ada hadis yang mengatakan bahwa seutama-utama amal ialah menyenangkan orang mikmin, Kegembiraan malaikat kerana malaikat senang dengan silaturrahim, Mendapat pujian kaum muslimin, Menjengkelkan iblis laknatullah, Menambah umur, Menjadi berkat rezekinya, Menyenangkan orang-orang yang telah mati kerana ayah dan nenek-nenek itu senang jika anak cucunya bersilaturrahim, Memupuk rasa cinta dikalangan kekeluargaan sehingga suka membantu bila memerlukan bantuan mereka, Bertambahnya pahala jika ia mati sebab selalu diingati kepadanya jika telah mati dan mendoakan kerana kebaikannya

Beberapa Tips Etika Bertamu
1.      Ucapkan Salam
2.      Minta Izin (Ucapkan Salam) maksimal tiga kali.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata, Abu Musa telah meminta izin tiga kali kepada Umar untuk memasuki rumahnya, tetapi tidak ada yang menjawab, lalu dia pergi, maka sahabat Umar menemuinya dan bertanya, "Mengapa kamu kembali?" Dia menjawab, "Saya mendengar Rasulullah bersabda, Barangsiapa meminta izin tiga kali, lalu tidak ada jawaban, maka hendaklah kembali. (Shahih HR. Ahmad)
3.      Jika ditanya hendaknya menjawab dengan perkataan yang jelas
4.      Dilarang Mengintai Ke Dalam Bilik (Jangan menunjukkan sikap yang mencurigakan)
Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi, lalu Nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang untuk menusuk orang itu. (HR. Bukhari)
5.      Memahami Situasi dan Kondsi
Memahami situsi dan kondisi keadaan rumah yang dikunjungi, baik bagi orang yang bertamu, sehingga orang yang dikunjungi merasa tidak terganggu dengan kedatangan orang yang ingin bersilaturrahim, meskipun orang yang dikunjungi tetap menunjukkan sikap-sikap yang baik. Jika dirasa maksud dan tujuan sudah terpenuhi hendaknya bergegas pamit.
6.      Mengucapkan salam kepada shohibul bait bila telah berjumpa (Berpamitan)
hadits dari Abu Hurairoh bahwasanya ia berkata, Rasulullah bersabda, "Hak orang muslim kepada muslim yang lain ada enam perkara." Beliau ditanya "Apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika kamu menjumpainya, hendaknya engkau menyampaikan salam kepadanya..."(HR.Muslim)

Tips Menerima Tamu
1.      Menjawab Salam
Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosulullah bersabda: "Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab salam, Boleh menanyakan siapa namanya dan boleh menolak tamu" (HR. Bukhari)
2.      Menyambut tamu dengan gembira
Hendaknya shohibul bait menyambut tamunya dengan penuh gembira, wajah berseri-seri sekalipun hati kurang berkenan karena melihat sikap atau akhlaknya yang jelek. Dari Aisyah ia berkata: "Sesungguhnya ada seorang yang mints izin kepada Nabi. Ketika Nabi melihatnya sebelum dia masuk, beliau berkata: "Dialah saudara golongan terjelek,dialah anak golongan terjelek" Kemudian setelah dia duduk, Nabi berseri-seri wajahnya, dan mempersilakan padanya. Setelah lakilaki itu pergi, Aisyah berkata kepada Rosulullah: "Wahai Rosulullah ketika engkau lihat laki-laki itu tadi, engkau berkata begini dan begitu, kemudian wajahmu berseri-seri dan engkau mempersilakan padanya?" Maka Rosulullah bersabda: "Wahai Aisyah, kapan engkau tahu aku mengucap kotor? Sesungguhnya sejelek-jelek manusia di sisi Allah pada hari Qiamat adalah orang yang ditinggalkan manusia karena takut akan kejelekannya ". (HR. Bukhari)
3.      Menjamu Tamu Sesuai Kemampuan

Lebaran 1433 H sudah hampir habis, namun hubungan silaturrahim dengan memberikan rasa dan sikap pengasih dan penyayang antar sesama manusia harus tetap diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga konflik SARA dapat di minimalisir dengan baik. Semoga diklat ramadhan yang kemarin kita laksanakan dapat kita impementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan alhasil sertifikat takwa dapat kita raih dan Allah SWT mengangkat dan menambah tunjangan hidup di dunia sampai akhirat.

Selasa, 14 Agustus 2012

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL


         Ada  pernyataan yang mengungkapkan bahwa “manusia baru dapat dikatakan sebagi manusia yang sebenarnya, bila ia ada dalam masyarakat”. Telah menjadi penghayatan kita bersama bahwa bayi sejak lahir sampai usia tertentu merupakan individu yang tidak berdaya. Tanpa bantuan orang disekitarnya ia tidak dapat berbuat apa-apa. Segala kebutuhan hidup bayi sangat bergantung kepada pihak lain. Terutama kepada orang tuanya, lebih khusus lagi kepada ibunya. Bagi si bayi keluarga merupakan segi tiga abadi (ayah, ibu, anak) menjadi kelompok sosial pertama dan terutama yang dikenalnya.
            Pada perjalanan hidup selanjutnya dari masa balita, anak sekolah, remaja, sampai dewasa, keluarga tetap menjadi “kelompok pertama” (primery group) tempat meletakkan dasar kepribadian. Dalam keluarga, terjadi proses sosialisasi yaitu proses pengintegrasian individu kedalam kelompok sebagai anggota kelompok yang memberikan landasan sebagai makhluk sosial. Didalam keluarga itu terjadi proses pendidikan dalam arti proses “pendewasaan” dari individu yang tidak berdaya kepada calon pribadi yang mengenal pengetahuan dasar, norma sosial, nilai-nilai, dan etika pergaulan. Oleh karena itu, keluarga ini juga merupakan “Lembaga Perpustakaan” bagi individu yang membantunya kedalam suasana yang makin mandiri. Keluarga sebagai kelompok inti  dalam masyarakat, sangat besar maknanya bagi tiap individu untuk menjadi makhluk sosial yang integrative sadar sosial (Sumaatmadja, 2000: 31).
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Immanuel Kant seorang filosof tersohor bangsa Jerman manyatakan: Manusia hanya menjadi manusia jika berada di antara manusia. Orang hanya dapat mengembangkan individualitasnya di dalam pergaulan sosial. Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam interaksi dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya.
Dalam masyarakat terdapat berbagai jenis kelompok, baik berdasarkan mata pencaharian, letak geografis, warna kulit atau asal keturunan, dan lain-lain. Namun perbedaan-perbedaan tersebut bukan penghalang untuk mengenal orang dari kelompok sosial lain. Perbedaan sosial bukanlah sesuatu yang penting dalam agama Islam. Manusia harus bersikap adil. Allah hanya melihat derajat manusia dari ketakwaannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus berinteraksi dengan berbagai pihak.
Interaksi sosial akan menjadi lebih harmonis jika manusia saling mengenal karakteristik pihak lain. Dengan pemahaman ini manusia dapat  meramalkan bagaimana orang lain berfikir, merasakan dan berperilaku. Kemampuan untuk memahami karakteristik sosial ini dikenal dengan kognisi sosial, yang mencakup cara berfikir sesorang tentang diri sendiri dan orang lain. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang memberi dan menghayati kemanusiaannya.

Kamis, 09 Agustus 2012

LAILATUL QADR


Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1], Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan, Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan, Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Al-Qadr: 1-5)
Apa yang dimaksud dengan lailatul qadar?. Pertama, qadar berarti ketentuan Allah yang berkaitan dengan hidup dan mati kita, suka dan duka kita, sehat dan sakit kita. Inilah malam ketika Tuhan menetapkan takdirnya bagi kita. Dalam Q.S. Al-Dukhan 3-4 Allah berfirman:
Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.[2]

            Pada Lailatul Qadar malaikat turun untuk “menuliskan” takdir kita buat tahun berikutnya. Karena itu, dimalam itu kita dianjurkan untuk membaca do’a-do’a; seraya bermohon agar Allah menuliskan kebaikan buat kita. Salah satu di antara do’a itu ialah: “ya Allah, panjangkanlah usia ku, luaskan rezeki ku, sehatkan tubuhku, dan sampaikan aku pada harapanku. Jika aku sudah termasuk pada kelompok yang celaka, hapuskanlah namaku dari kelompok itu dan tuliskanlah aku termasuk kelompok yang berbahagia. Karena engkau berfirman di dalam kitab-Mu yang diturunkan kepada Nabi-Mu sang utusan SAW. Allah menghapus apa yang dia kehendaki dan menetapkan apa yang dia kehendaki dan pada sisi dia ada Ummul Kitab.
            Jawaban Kedua, “qadr”artinya kemuliaan, keagungan. Lailatul Qadar artinya malam keagungan, malam kemuliaan, the night of honors. Lailatul Qadar itu menjadi mulia karena ada peristiwa mulia yang terjadi padanya. Ada tiga kemuliaan yang terjadi di malam Qadar. Pertama, turun kitab suci yang mulia. Keagungan Al-Qur’an, yang melintas ruang dan waktu, membuat malam itu menjadi sangat istimewa. Kedua,Al-Qur’an turun kepada Nabi yang mulia, yang tanpa dia tidak akan diciptakan alam semesta. Ketiga, kemuliaan juga diberikan kepada mereka yang menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah dan amal shalih. Kerena itu, pada surah Al-Qadar yang tadi telah di baca pada awal kultum ini, kata lailatul qadar disebut tiga kali.


[1] yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezki, untung baik, untung buruk dan sebagainya.

[2] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.

Selasa, 07 Agustus 2012

MEMBERANTAS VIRUS MALAS MEMBACA


Membaca merupakan perintah Allah dalam ajaran Islam sebagaimana firman Allah dengan wahyu pertama yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW nabi akhir zaman melalui malaikat Jibril sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an pada Q.S. Al-Alaq ayat 1-5.
Pakar pendidikan ternama, Paulo Freire, pernah menyatakan bahwa malas membaca adalah virus yang meringkihkan peradaban bangsa-bangsa di dunia. Malas membaca menjadi biang timbulnya penyakit kronis bernama kemiskinan dan keterbelakangan. Ia menyatakan demikian setelah menemukan bukti, tak sebuah Negarapun di dunia yang tumbuh menjadi Negara maju tanpa budaya baca yang kuat di belakangnya. Sebaliknya, seluruh Negara miskin dan terbelakang adalah Negara yang tidak memiliki budaya membaca.
Pembahasan mengenai minat baca, maka sudah sering  ditulis di berbagai media masa dan juga sering dibicarakan dan diseminarkan, namun  masih saja  topik ini masih sangat manarik dibicarakan, hal ini disebabkan karena sampai detik ini peningkatan minat baca masyarakat masih tetap berjalan ditempat walaupun disana-sini usaha telah dilakukan oleh pihak pemerintah dengan dibantu oleh pihak-pihak tertentu yang sangat berkaitan dengan minat baca masyarakat, seperti Guru, Pustakawan, Penulis, Media masa dan Gerakan Cinta Buku. 
            Hakikat membaca adalah hakikat untuk tahu. Tidak suka membaca berarti tidak mengembangkan pengetahuan. Bangsa yang tidak mengembangkan pengetahuan, sudah pasti akan menjadi bangsa  yang miskin ide dan inovasi. Pada akhirnya, “kemiskinan” itu akan membuat bangsa tersebut menjadi tidak produktif dan tertinggal dari bangsa lain dalam semua aspek kehidupan.
            Sayangnya, tak semua orang menyadari bahwa malas membaca adalah sebuah virus yang berbahaya. Keberadaannya sering di anggap sepele, dan bahkan diabaikan. Di banyak Negara, termasuk di Indonesia, malas membaca justru berkembang menjadi budaya, sementara kampanye gemar membaca tidak terlalu mendapat sambutan.
            Bangsa Indonesia sepertinya memang kurang akrab dengan bahan bacaan. Lihat saja saat orang-orang memiliki waktu luang di rumah, ditempat kerja, atau diperjalanan, mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol, bermain, menonton televisi, atau tidur, dari pada membaca. Kondisi saat ini sangat berbeda dengan di Jepang dan Negara-negara Eropa, dimana buku menjadi sarana rekreasi utama bagi orang-orang yang sedang rehat.
Kondisi di atas tak lepas dari rendahnya budaya membaca di Indonesia. Berdasarkan data yang dilansir dari Acehtraffic.com (2012), memberitakan bahwa, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat H.R Agung Laksono, persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01 persen. Artinya dalam 10.000 orang hanya 1 orang saja yang memiliki minat baca.
            Rendahnya budaya membaca seyogyanya dapat dijadikan peringatan dini bagi bangsa Indonesia, karena memiliki pertautan langsung dengan produktivitas. Tentu tidak sepenuhnya benar, menyimpulkan bahwa gemar membaca adalah satu-satunya factor yang dapat memajukan bangsa. Namun kita juga tidak bisa menafikan fakta bahwa kemajuan bangsa seiring dengan perkembangan tradisi literasinya. Makin gemar membaca suatu bangsa, makin tinggi tingkat kemajuannya, demikian pula sebaliknya.
            Namun kita tidak perlu berdebat, apakah gemar membaca yang menyebabkan kemajuan bangsa, ataukah kemajuan yang membuat orang makin gemar membaca. Keduanya adalah variable yang saling bergantung dan saling menguatkan satu sama lain. Yang paling penting bagi kita adalah segera memulai gerakan gemar membaca, sekarang juga.
            Perubahan sosial yang berlangsung sedemikian cepat sangat berdampak terhadap masyarakat, khususnya para mahasiswa baru. Mahasiswa baru adalah sosok manusia yang mempunyai impian besar tentang masa depan maka dari hal demikian. Sosialisasi gemar membaca adalah momentum penting untuk bisa membantu mahasiswa meraih impian. Dikatakan demikian, sebab sosialisasi membaca merupakan ajang dimana mahasiswa baru akan mendapatkan berbagai hal yang dapat mendasari langkah-langkahnya dalam menggapai suskes belajar diperguruan tinggi maka dari hal demikian Lembaga pendidikan formal (campus) harus terus melakukan kampanyenya kepada mahasiswa gerakan gemar membaca.
Faedah membaca bagi pribadi yang bersangkutan antara lain: dapat atau merupakan cara untuk mendalami sesuatu masalah dengan mempelajari sesuatu persoalan hingga dapat menambah pengetahuan yang berhubungan dengan peningkatan kecakapan, dapat menambah pengetahuan umum tentang sesuatu persoalan, dan untuk mencari nilai-nilai hidup untuk kepentingan pendidikan diri sendiri.
Di samping pendapat di atas untuk meningkatkan dan menyadari akan kebiasaan membaca, tidak perlu membaca terlalu susah, cukup dengan membaca bacaan yang ringan dan mudah dipahami atau membaca buku tentang apa yang diperlukan itu sudah bagus. Minat baca masyarakat Indonesia yang tinggi akan mampu bersaing dengan cerdas terhadap bangsa lain. Melalui gerakan yang dilakukan secara sinergis, virus malas membaca diharapkan dapat diberantas tuntas.